[17] Für Elise

2K 460 6
                                    

📌 Siapkan headshet untuk membaca bab Für Elise

Angel menatap dirinya sendiri. Sebuah pantulan bayangan jiwa yang kosong dan gersang. Berbalut gaun selutut berwarna biru tua dengan renda putih yang mengitari ujungnya. Rambut gadis itu terurai sempurna. Sebuah penjepit rambut pita kecil tersemat di dekat telinga. Cantik dan anggun. Tetapi siapa yang tahu kalau ini adalah pengalaman menyakitkan baginya?

Cermin ini terlihat usang. Entah kapan terakhir kali dibersihkan, Angel sama sekali tak ingat. Napasnya masih teratur dan terasa hangat. Normal dan seperti manusia pada umumnya. Sekali lagi gadis itu mengangkat kedua telapak tangannya. Menatap garis-garis takdir yang pilu. Dia tak dapat memilih takdir, tetapi setidaknya ia bisa menyiapkan diri. Kini, dia belum siap. Sama sekali belum siap.

Ponselnya bergetar sebentar. Gadis itu mencari di mana keberadaan benda pipih itu sembari merapatkan jepit pitanya. Ketemu!

[Kamu pasti bisa. Untuk yang terakhir kalinya, lakukan ini untuk SMA Andromeda. Kaulah siswi terbaiknya]

Bibir Angel bergetar. Giginya bergemerutuk menahan rasa geram yang teramat sangat. Dilemparkannya lagi ponsel itu, entah sudah keberapa kalinya. Jiwanya berteriak dalam diam. Air matanya kembali bercucuran, deras dan tak tehentikan. Riasan pada wajah cantiknya luntur, terkikis anak sungai dari netranya. Pilu, gadis lemah itu meratap.

Jam menunjukkan pukul setengah tujuh pagi. Pintu kamarnya diketuk beberapa kali. Angel menoleh cepat lalu segera mengunci pintu. Gadis itu tak ingin, ibunya melihat dirinya yang begitu terluka.

"Keluarlah. Ibu tunggu di mobil."

Hanya seperti itu. Angel menelan ludahnya, menahan kegugupan dan emosi yang mulai membuncah. Gadis itu berjalan perlahan ke arah cermin. Mematur dirinya lagi sembari menepuk-tepuk sedikit bedak pada pipinya yang putih. Angel tersenyum lebar, sangat lebar hingga terlihat mengerikan.

"Tersenyumlah, Gadis Cantik. Semua orang memujamu. Lihatlah, dirimu memang cantik. Buatlah semua orang hanyut dalam lantunan melodi menyedihkanmu."

***

SMA Andromeda terlihat lebih ramai dari biasanya. Festival kesenian yang diselenggarakan setiap tahunnya selalu menarik perhatian publik. Apalagi berbagai jenis kesenian yang ditampilkan oleh setiap siswanya, selalu mengundang decak kagum bagi siapa pun yang melihatnya.

Festival kesenian yang bertajuk Musim Semi atau Spring Love ini dibuka untuk umum. Hal ini dikarenakan pihak sekolah berencana akan mendonasikan penghasilan festival untuk rumah sakit anak penderita penyakit dalam. Sebuah tindakan mulia yang langganan dilakukan oleh SMA Andromeda, hingga membuatnya di cap sebagai sekolah favorit.

Tak hanya festival kesenian, para pengunjung juga akan disuguhi puluhan stand jajanan yang lezat dan beraneka jenis. Karena harganya yang murah dan praktis, banyak masyarakat yang menantikan stand-stand ini di setiap terselenggarany festival.

Seperti halnya siswa-siswi SMA Andromeda lainya, kini kelas A juga sibuk mempersiapkan segala keperluan kelas. Mereka bahkan lupa untuk menyiapkan seragam kelas untuk acara ini. Mecca mengutuk dirinya sendiri karena begitu lupa dengan hal sepenting itu.

"Itu 'kan hanya pakaian. Lagi pula, kita semua sibuk dan punya bagian." Lidya menghibur ketua kelas itu. Meski dengan gaya bahasa yang sama sekali tak menghibur.

"Benar juga kata Lidya. Siswa kita ada dua puluh lima orang. Sepuluh orang mengikuti drama, sepuluh lagi jaga stand dan lima sisanya adalah pembantu umum, " papar Lily sembari menghitung jemarinya.

THE CLASS [END]Where stories live. Discover now