CHAPTER 82

2.5K 145 4
                                    

Beberapa jam berada di bandara membuat badanku sedikit pegal karena harus duduk terus. Tidak hanya badan, pahaku juga terasa pegal karena menahan beban kepala besar milik Leandro. Aku melakukan sedikit olahraga kecil untuk merenggangkan urat-urat di tubuhku, sementara Leandro masih tertidur pulas.

Saat aku memindahkannya tadi, dia sempat terbangun namun kembali tertidur. Mungkin ia merasa kelelahan setelah bercerita dan mengeluarkan air mata. Aku memandang keluar jendela pesawat dan yang tampak hanyalah awan-awan saja. Aku tidak tahu kapan aku akan sampai di Boston.

Ouh.. God.

Aku merindukan mereka, namun aku masih di selimuti rasa bersalah karena meninggalkan mereka dengan alasan yang sangat-sangat-sangat kekanak-kanakan. Semoga saja Mama dan si kembar tidak marah.. tentu saja, Papaku juga. Aku tidak siap mendengar ocehan mereka yang panjang walau aku merindukannya selama bertahun-tahun.

Aku berjalan menuju bangku ku tadi, lalu kembali duduk disana. Ada sepiring spaghetti dan segelas air putih yang tersedia di meja otomatis yang tersedia. Aku terkejut, namun segera ku hiraukan karena perutku sudah mulai keroncongan. Aku pun menyantap hidangan tersebut dengan lahap, dan tanpa ku sadari, Leandro ternyata sudah bangun.

GREP!

Tiba-tiba saja, Leandro memelukku dari belakang saat aku tengah makan. Tangannya yang kekar melingkar di leherku.

BRUH!

Makananku terkeluar begitu saja sehingga mengotori lantai pesawat. Aku terbatuk-batuk, lalu meminum air putih hingga tandas. Aku menatapnya horor, lalu memukul tangannya dengan keras meski aku tahu itu akan terasa seperti semut.

"What do you think, Kaylie!? Kenapa kau memukulku!?" tanya Leandro bingung. Alisnya mulai menyatu dan keningnya berkerut.

"Aku termuntah karena dirimu, sialan!" Telunjukku mengarah pada spaghetti bekas yang berada di dekat kakiku. Leandro mengikuti arah telunjukku, lalu memasang wajah.. jijik mungkin. Hei. Kenapa dia harus jijik? Toh, ini kesalahannya juga.

"Kau ingin mengirimku ke alam baka sekarang juga atau apa, hah!?" hardikku kesal. Aku memencet bel yang tersedia untuk memanggil pelayan pesawat pribadi milik Leandro. Tak berselang lama, pelayan itu pun datang dan segera membersihkan muntahanku akibat Leandro.

"Sepertinya berat badanmu bertambah, Kaylie..," ujar Leandro.

Aku menatapnya tajam. Rasa ingin membunuhnya memuncak sekali. Kenapa ia mengatakan itu dengan santai dan tanpa dosa di hadapanku?? Pelayan yang sedang membersihkan tampak berusaha menahan tawa atas ujaran Leandro yang kurang ajar. Oh my God.. Tolong jauhkan aku segera!

"Sepertinya kau tidak bersekolah, ya?" tanyaku kesal. Dia memandangku dengan pandangan bingung. "Apakah kau tidak pernah berdekatan dengan wanita sebelumnya? Kenapa engkau dengan mudahnya mengatakan bahwa berat badanku bertambah??" cerocosku.

"Omonganku tidak salah, Kaylie. Berat badanmu memang bertambah," katanya lagi tanpa dosa.

BUGH!

High heels-ku melayang tepat ke wajah Leandro karena saking geramnya. Aku menatapnya penuh kemenangan. Untung saja pelayan tadi sudah pergi meninggalkan kami. Jika dia masih ada disini, aku yakin Leandro akan malu karena harga dirinya sudah tercoreng olehku.

"What are you doing, Kaylie..? Kenapa kau melemparkan sepatu kearahku..?" tanya Leandro dengan nada dingin. Tangannya memegang sepatuku dengan erat. Urat-urat di tangannya tampak bermunculan.

"Balasan untukmu karena telah mengatakan bahwa berat badanku bertambah. Kau tahu? Tidak semua wanita bisa menerima seorang pria yang membahas tentang berat badannya, dan wanita yang tidak menerima itu salah satunya adalah aku. Kau tahu? Aku paling sensitif akan hal itu!" terangku, meski ada rasa takut sedikitpun karena sorot mata Leandro sudah tajam.

MINE IS TERRIBLE [ END ]Where stories live. Discover now