CHAPTER 43

5.6K 232 13
                                    

"Kau sangat lambat, sialan," maki Sakura ketika aku sudah memasuki mobil dan duduk di kursi kosong sebelah pengemudi. Aku hanya memutar bola mataku dengan malas.

"Kita akan kemana?" tanyaku pada Sakura.

"Springfield," jawab Sakura. Ia menyalakan mesin mobilnya dan mengendarainya melintasi jalan ramai kota Boston menuju kota Springfield.

"Kita akan tinggal dimana?" tanyaku lagi.

"Villa pribadiku," jawab Sakura.

Kini kami sudah di perjalanan menuju villa pribadi Sakura yang terletak di kota Springfield. Ya, mungkin kami akan tiba pada esok hari berhubung kami pergi di malam hari.

Aku melirik Azkeh yang tertidur pulas di jok belakang.

"Kau sadar saat kita di Boston tadi, kita di buntuti oleh anak buahnya Leandro?" tanyaku pada Sakura.

"Karena aku sadar, aku mengganti mobilku dengan mobil almarhum kakekku. Sementara mobil pribadiku, sudah ku biarkan di pinggir jalan," jawab Sakura.

"Sesampainya di San Francisco, aku harus membuang semua alat elektronik supaya mereka tak bisa menemukanku," kataku pada Sakura.

"Ya, aku sudah tau. Aku sudah meninggalkan semuanya di mobilku yang satunya. Aku hanya membawa pakaian dan paspor," ujar Sakura.

"Hanya pakaian dan novel-novelku. Serta paspor," kataku menghapal barang-barang bawaanku.

Aku terdiam, kemudian heran kenapa Sakura ikut-ikutan membawa barang-barang sepertiku.

"Kenapa kau membawa barang-barangmu juga?" tanyaku pada Sakura dengan heran.

"Heh, bodoh! Aku tak mungkin meninggalkanmu di negara lain seorang diri, meski kau bersama Azkeh. Lagipula, resiko ku sangat besar jika aku tinggal disini," tutur Sakura. "Bisa saja Leandro mengincarku," sambungnya.

Aku terdiam. Apa yang dikatakan oleh Sakura adalah sebuah kebenaran. Leandro mengenal semua orang yang memiliki hubungan dekat dengan diriku. Apalagi dia merupakan orang terhormati di dunia, tentunya dia akan lebih mudah mencari keberadaanku. Kecuali aku mengambil rencana yang sudah ku buat.

"Kau belum menceritakan apa-apa kepadaku, Kaylie. Apa yang terjadi pada kalian?" tanya Sakura.

Aku menceritakan semuanya dari awal sampai akhir. Aku melihat raut wajah Sakura terlihat memendam amarah. Kulirik tangannya yang mencengkram setir mobil karena mendengar ceritaku.

"Dasar iblis sialan!" umpat Sakura. Aku menghela nafas.

"Ya, dia adalah iblis," timpalku.

"Jadi, apa yang akan kau lakukan berikutnya?" tanya Sakura.

"Aku membatalkan pernikahan kami," jawabku, dengan sedikit ragu.

Aku tak yakin bahwa kedua pihak keluarga akan menyetujui keputusanku. Bahkan jika aku menceritakan yang sebenarnya, tetap saja itu tak 'kan merubah apa-apa. Yang mungkin pada akhirnya, pernikahan kami tetap akan terlaksanakan.

"Jika gugatan pembatalan pernikahan tak disetujui oleh kedua pihak, maka aku akan kabur bersama Azkeh ke negara lain," ujarku sambil melirik Azkeh.

Aku memundurkan sandaran kursi mobil dan mengambil pelan ponselku dari saku hoodie. Setelah mendapatkannya, aku menghapus semua data pribadiku serta menginstall ulang dan membuangnya ke jalan tanpa peduli apapun itu.

"Nasib kuliah kita bagaimana, Kay?" tanya Sakura.

"Aku.. juga tidak tau," jawabku sembari menutup kembali jendela mobil.

Sepanjang perjalanan menuju Springfield, kami semua terdiam. Sakura fokus dengan setirnya, aku fokus menatap jalanan dan Azkeh sudah tidur pulas di belakang.

Rentetan tragedi hari ini membuatku terkejut bukan main. Semuanya mengaduk perasaanku.

Disisi lain, aku kecewa karena Leandro tak pernah terbuka padaku, walaupun dia hanya sebagai calon suamiku. Aku kecewa karena aku menerima dengan mentah perjodohan ini.

Sementara sisi yang satunya, aku takut karena melihat sosok asli Leandro. Aku takut dengan perlakuannya kelak ketika aku menjadi istrinya. Aku takut.. disiksa.. seperti halnya Azkeh di siksa.

"Sesampainya kita disana, aku akan meminta kedua orang tuaku yang di Jepang agar mengurus penghentian masa kuliah kita. Ku harap mereka bisa," ujar Sakura yang sedikit menenangkan diriku.

"Jangan katakan pada pihak kampus kalau kita akan pindah negara. Aku hanya tidak mau semua orang tau, selain kau dan sekeluarga," pesanku pada Sakura.

"Aku akan memberikan uang tutup mulut pada pihak kampus," tambahku.

Sakura melirikku sekilas dan tersenyum, lalu berkata, "Terserah padamu, kawan!"

Bersyukurlah aku mempunyai teman yang pengertian seperti Sakura.

*****

To be continued.

MINE IS TERRIBLE [ END ]Where stories live. Discover now