CHAPTER 69

4.5K 202 8
                                    

"Astaga, Tuhan!" pekikku tertahan. Tanganku bergerak menutup wajah, tanda merasa tidak nyaman melihat penampilan Leandro saat ini.

Bagaimana tidak? Leandro tampak bertelanjang dada di depan mataku. Meski aku sudah pernah melihatnya, tetapi tetap saja aku merasa tidak nyaman ketika melihatnya.

"Kau terkejut?" tanya Leandro dengan senyuman nakalnya.

"Menurutmu?" tanyaku sengit dari balik telapak tanganku.

Kudengar Leandro terkekeh, seolah-olah tersentil dengan pertanyaan balikku serta respon ku tadi.

"Tidak usah malu. Kau sudah pernah melihatnya dan nanti kau akan lebih sering melihatnya," ucap Leandro dengan senyuman nakalnya.

"Sialan," maki ku.

Astaga pria ini! Sedang menderita sakit saja masih sempatnya untuk menggoda diriku. Aku menjauhkan telapak tanganku dari wajah dan berjalan mendekatinya.

"Pakai," titahku sembari memberikan kaos polos pada Leandro.

Bukannya langsung mengambil alih kaos polos yang ku berikan, melainkan terdiam dan menatapku. Astaga pria ini.

"Hey!" tegurku keras. "Sebaiknya kau segera pakai kaos polos ini sebelum kau masuk angin," tambahku.

Leandro mengambil kaos polos itu dan memakainya. Shit. Dia tampak keren dan semakin tampan.

Aku duduk di sebelahnya. Tanganku bergerak mengambil cangkir teh dan memberikannya kepadanya. Teh hangat ini bisa memanaskan tubuh.

"Kenapa kau bisa demam?" tanyaku pada Leandro.

Aku mengambil cangkir teh hangat yang sudah ia habiskan dan meletakkannya di dalam nampan seperti sebelumnya.

"Entahlah. Tiba-tiba saja," jawabnya.

"Apa kau pengidap tifus?" tanyaku sembari membaringkannya.

Leandro menoleh kearahku, "Mungkin saja," katanya.

Aku berdecak kesal. Geram sekaligus heran dengan pria tampan ini. Bagaimana bisa tak tahu asal usul demamnya? Dasar.

Tanganku bergerak mengambil kompresan air hangat yang sudah ku bawakan tadi dan memeras kain agar tak terlalu basah. Lalu, aku meletakkan kain hangat itu di dahinya Leandro.

"Beristirahatlah," ujarku sambil menepuk-nepuk lengan kekarnya.

"Baiklah," katanya menurut. Ku lihat dia langsung memejamkan matanya.

Aku menghela nafas, lalu bangkit dari posisiku. Sejenak aku memandang Leandro dengan sorot mata yang sedikit iba. Dia tampak menyedihkan dalam keadaan seperti itu.

Lalu aku kembali ke dapur, sambil membawa nampan yang ku bawa ke kamar tadi. Ponselku masih tergeletak di atas meja ruang tamu. Syukurlah.

"Pria ini menyusahkan saja..," gerutuku ketika menaruh nampan beserta isinya di dalam wastafel khusus cuci piring atau pun cuci tangan.

Setelahnya aku ke ruang tamu dan mengambil ponselku. Aku memainkannya sembari duduk diatas sofa. Aku membuka aplikasi chatting di ponselku, kemudian membuka room chat ku dengan Sakura.

Me : Kau sudah sampai?
Me : Bagaimana perjalanannya? Apakah itu menyenangkan? Ku harap kau menikmati pekerjaanmu.
Me : Jaga kesehatanmu, kawan.

Setelah mengirimkan beberapa pesan, aku menaruh ponselku di saku celana dan kembali menuju kamarku. Aku bermaksud untuk berjaga-jaga. Siapa yang tahu, tiba-tiba saja nanti dia terbangun?

Aku pun sampai di kamarku yang telah terisi oleh orang lain, tak lain tak bukan adalah calon suamiku kelak.

Calon suamiku? Haha, terdengar lucu. Aku tidak yakin akan menikah dengannya atas sifat psikopatnya. Dan juga perbuatannya beberapa hari yang lalu. Aku perlu beberapa waktu untuk menetralkan pikiran dan hati.

MINE IS TERRIBLE [ END ]Where stories live. Discover now