CHAPTER 53

5.1K 209 4
                                    

Keesokan harinya...

Kicauan burung pipit mulai terdengar di pagi hari ini. Alunan kicauannya sangat merdu dan dapat menyejukkan hati. Sinar mentari sudah terbit sejak jam enam pagi tadi. Dan kini sudah jam delapan pagi.

Semilir angin bergerak lembut di udara. Meniupkan dedaunan yang masih di ranting atau pun yang sudah berjatuhan di tanah.

Disinilah aku.

Berdiri di balkon kamar, menatap jauh kearah langit dengan di temani secangkir teh hangat dan selendang merah bermotif hewan melingkar di bagian atas tubuhku.

Selendang merah bermotif hewan itu merupakan pemberian Mama, sewaktu ku masih berusia balita. Mungkin. Ah, aku juga tak ingat kapan ia memberikannya.

Tok. Tok. Tok.

Suara ketukan di pintu kamarku, membuatku untuk beralih kearah sana. Seorang gadis yang masih berpakaian piyama satin berwarna merah, memasuki kamarku dengan senyum tipis di wajah menawannya itu. Dialah Azkeh.

"Oh, hai Kaylie. Kau sudah bangun rupanya," tegur Azkeh dengan nada lembutnya.

"Salahkan pada sekawanan burung pipit itu. Mereka membangunkanku, disaat aku masih ingin menjelajahi mimpiku. Huh!" sahutku dengan sedikit kesal. Dan, yang kuucapkan barusan adalah fakta.

"Ada-ada saja kau," timpal Azkeh sambil tertawa renyah.

"Jika kau sudah selesai melamun, turunlah ke bawah! Sakura menunggumu. Kurasa dia akan mengomel jika kau tak kunjung turun," pesan Azkeh yang membuatku langsung menoleh kearahnya.

"Katakan saja padanya, aku akan makan nanti. Aku sedang tak memiliki nafsu makan," kataku pada Azkeh.

"Terserah kau saja!"

Brak.

Pintu kudengar tertutup pelan. Bisa ku simpulkan bahwa Azkeh sudah beranjak pergi dari kamarku.

Aku kembali menerawang.

Gadis berprofesi sebagai modelling itu kini sudah berangsur baik. Sudah bisa melupakan kejadian yang menimpanya dulu. Syukurlah. Dia adalah ciri gadis yang kuat. Aku salut padanya.

Akan tetapi, bagaimana dengan nasibku?

Tidak mungkin aku terus di selimuti ketakutan, kekecewaan dan kejijikan ketika memikirkan Leandro. Aku harus bisa bangkit dan melupakan itu semua.

Namun, Leandro adalah psikopat.

Aku takut, ketika aku akan kembali, dia akan menyiksaku. Menggoreskan mata pisau tajamnya ke seluruh tubuhku. Itu sangat perih, kumohon.

Ceklek.

"Oh ayolah Az--"

"Kurasa kau harus di seret sampai ke bawah, supaya segera bergegas sarapan, Nona Kaylie!" tegur Sakura dari arah belakangku. Cukup kudengar suaranya, aku sudah mengetahui siapa dia.

Aku terdiam, kemudian berbalik badan dan mendapati Sakura tengah berdiri di ambang pintu kamarku. Dia melipat kedua tangannya di depan dada dengan alis matanya yang terangkat satu.

Aku menyengir kecil.

"Ayolah, Sakura. Aku belum merasakan lapar sedikit pun," ujarku memberitahu.

Sakura menggelengkan kepalanya, kemudian memerintahkanku untuk turun ke bawah dengan menunjuk kearah bawah.

"Kau duluan saja."

"Ku hubungi Arthur agar dia kesini dan menyu--"

"Ya! Aku akan turun!" potongku cepat dan bergegas turun ke bawah.

Ku pastikan, kini Sakura tengah tersenyum penuh kemenangan.

Yap, disini Sakura berperan sebagai ibu kami. Ibunya aku dan Azkeh. Dia semakin beranjak dewasa daripada kami berdua. Tidak apa-apa. Aku lebih menyukainya. Setidaknya biar dia saja yang pusing mengurus kami, daripada harus aku yang mengurus.

Beban hidupku saja sudah berat untuk mengurusnya. Mantap.

Sesampainya di meja makan, ku lihat Azkeh sedang menyantap sarapannya dengan lahap. Sesekali matanya memandang layar ponselnya.

Aku menggelengkan kepala melihat kelakuannya itu dan menarik kursi kosong di hadapannya.

"Makanlah dengan benar, Azkeh. Aku tau kau sangat sibuk sekarang," tegurku dengan sedikit menyinggung.

Aku mulai menyantap sarapanku yang telah disiapkan oleh Sakura.

"Oh? Lo siento, Kaylie!" ucap Azkeh yang kemudian meletakkan ponselnya dan fokus menyantap sarapannya.

Begitu pula dengan diriku.

***

To be continued.

Aku mulai kehilangan ide :"(
Bagaimana ini hah? Astaga.. Semoga ide ku muncul saat ini juga :)

*) Lo siento : Maafkan aku.

MINE IS TERRIBLE [ END ]Where stories live. Discover now