CHAPTER 39

5.3K 222 14
                                    

Aku berdiam lama di bawah meja sembari menunggu kedua orang yang barusan lewat tadi itu kembali lagi ke tempat mereka berawal.

Nyamuk-nyamuk sudah mulai menyerangku dan beberapa kali kecoa lewat didepan mataku. Untungnya langsung saja ku tepis dengan tanganku.

DRAPP! DRAPP!

Suara langkah kaki mereka terdengar lagi dan untungnya mereka mengobrol satu sama lain tentang hal yang unfaedah menurutku. Tapi tidak apa, ini setidaknya menjadi tanda bahwa mereka kembali.

Ku singkap sedikit kain taplak meja yang menjuntai ke bawah dan melihat langkah mereka menaiki anak tangga yang menuju lantai tiga.

Aku harus mengikutinya. Aku pun keluar dari tempat persembunyianku dan berjalan mengendap-endap mengikuti dua orang itu dari jauh. Kuharap pendengaran mereka tidak tajam.

Setelah beberapa menit mengikuti, mereka berhenti di sebuah ruangan yang ada di ujung lantai empat. Dan ruangan itu hanya ada satu. Sisanya tembok-tembok rumah di pasang lukisan-lukisan indah serta foto-foto Leandro. Sedikit narsis.

"Tampan namun sedikit menyeramkan," gumamku pada diri sendiri ketika memperhatikan foto-foto yang dipajang sepanjang lorong lantai empat.

Oke, abaikan foto-foto tadi. Kini aku harus fokus dengan apa yang ada di balik ruangan tersebut. Ku lihat pengawal-pengawal itu memasuki ruangan tersebut.

Aku mengedarkan pandangan ke sekitar dan ke sudut-sudut ruangan. Untungnya ada sinar rembulan yang menembus di lantai keempat ini dan mataku bisa melihat dengan jeli walaupun minim pencahayaan.

Dari kejauhan, aku melihat dua orang berperawakan layaknya seorang pria-sepertinya mereka orang yang tadi melewati lorong lantai dua. Alih-alih dari itu, aku melihat mereka masuk ke ruangan aneh tersebut menggunakan kartu akses masuk.

Astaga, aku saja tak mempunyai kartunya. Bagaimana bisa aku mengetahui apa yang terjadi didalam ruangan tersebut? Tak mungkin aku mengetuknya. Terlalu bodoh.

"Berpikirlah, Kaylie!" gumamku pada diri sendiri.

Beberapa menit berpikir, hasilnya nihil. Aku tak dapat ide apa pun. Arghh.. Bagaimana caranya agar aku bisa memasuki ruangan itu tanpa di ketahui? Ayo pikirkan, Kaylie!

"Biasanya di film-film bertema action yang ku tonton, ada saluran udara di langit-langitnya. Mungkin disini ada," gumamku pada diri sendiri.

Aku mengedarkan pandanganku ke langit-langit lorong dan mendapatkan saluran udara yang terletak tepat diatas ku. Sebuah kebetulan yang sangat bagus bagiku.

Aku pun manjat keatas meja dengan pelan dan mendorong penutup saluran udara itu ke samping agar aku bisa masuk.

Ku raih ujung saluran udara dan menarik tubuhku masuk kedalam saluran tersebut. Untungnya di meja tersebut tidak ada noda sepatuku yang tercetak. Aku menutup kembali saluran udara itu dengan pelan tentunya.

"Sekarang saatnya aku beraksi," ucapku bermonolog.

Aku pun merangkak menyusuri saluran udara, mencari saluran udara lain yang mungkin langsung terhubung dengan ruangan aneh itu.

"Itu saluran udara yang lain!" pekikku dengan tertahan. Aku merangkak cepat menuju saluran itu dan mengintip melewati celah-celah penutup saluran udara.

SALURAN UDARA INI TERHUBUNG DENGAN RUANGAN ITU.

Kulihat ruangan itu sedikit mewah tetapi berbau.. darah. Astaga baunya sangat menyengat.

Aku melihat ada sebuah singgasana besar yang diduduki oleh seseorang. Tak jelas siapa orang itu sebab wajahnya tertunduk. Didalam ruangan tersebut banyak pengawal berbadan besar, termasuk kedua pengawal yang tadi.

"To.. tol.. onghh.."

Sebuah suara rintihan yang terdengar menahan sakit mengalihkan perhatianku. Aku mencari ke sumber suara dan mendapati seorang gadis bergaun putih polos berdiri lemah di sebuah tiang dan dia dalam keadaan yang diikat dan sangat prihatin.

"Cu.. chuu.. khupp..." kata gadis bergaun putih itu dengan suara yang lemah. Kulihat air matanya mengalir dari ujung kedua matanya.

"Astaga," pekikku tertahan.

Aku menutup kedua mulutku melihat keadaan gadis itu yang sudah berdarah-darah. Bahkan kulit putih mulusnya kini sudah tak bisa ia pamerkan kelak sebab sudah banyak bekas sayatan.

"Le.. lehh.. phashh.. khann.. akh.."

"SHUT UP, B*TCH!" teriak pria yang duduk disinggasana. Dia mendongakkan kepalanya dan menatap tajam kearah gadis bergaun putih tersebut.

Aku yang terkejut akan suara teriakan itu langsung menoleh dan aku semakin tak percaya dengan apa yang ku lihat.

Ternyata pria itu adalah.. Leandro, calon suamiku sendiri.

*****

To be continued.

MINE IS TERRIBLE [ END ]Where stories live. Discover now