CHAPTER 41

6K 259 8
                                    

Aku turun dari saluran udara tersebut dan kakiku menapaki lantai keramik yang sudah pasti nilainya sangat mahal. Leandro dan temannya menatapku dengan terkejut. Begitu juga dengan Azkeh yang memandangku dengan tatapan tak percaya serta takjub karena aku berani muncul sendirian didepan si monster ini.

"Turunkan semua senjata!" perintah Leandro tegas.

"Tapi, Tuan-"

"Aku bilang turunkan, bodoh!" potong Leandro yang kini dengan nada lebih tegas lagi.

Mereka, pengawal-pengawal, menurunkan senjata mereka dan membiarkan Leandro mengambil alih. Aku hanya tersenyum simpul dan melihat Leandro berjalan menghampiriku.

"Apa yang kau lakukan disini, Kaylie?" tanya Leandro dengan nada lembut kepadaku.

"Menemuimu," jawabku enteng.

"Bagaimana kau bisa tau aku ada-"

"Kau lupa? Kau pernah membawaku ke kawasan sini, Leandro. Jangan mengelak.. monster," ucapku dengan memberi penekanan di akhir kalimat.

Aku menatap Leandro dan menunjukkan perasaan takut serta kecewa. Aku hanya ada sedikit keberanian untuk berhadapannya saat ini. Aku takut, dia akan menyerangku juga.

"Aku membencimu, Leandro. Ku pikir kau pria yang baik dan hanya sadis ketika orang itu benar-benar memiliki masalah yang berat padamu," kataku dengan nada penuh kekecewaan.

Aku berjalan mendahuluinya dan menghampiri Azkeh yang saat ini terlihat memalukan dan menyedihkan.

"Jangan kau sentuh dia, Kaylie!" tegur Leandro. Sayangnya aku menulikan pendengaranku.

"Ayo, Nona," kataku sembari melepaskan borgolnya dari pergelangan tangannya dengan sedikit tenaga.

"What are you doing, Kaylie!? Dia wanita murahan! Dia wanita jalang! Dia wanita tak berperasaan!" bentak Leandro. Semuanya hanya terdiam menatapku dan Leandro.

Aku tertawa sumbang. "Kau lebih tak berperasaan daripadanya, Leandro," balasku sarkas.

Aku melepaskan hoodie cokelat mudaku dan memakaikannya kepada Azkeh. Untungnya saja bajuku sangat tertutup.

"Tutupi tubuh indahmu dan berdiamlah disini. Aku akan merawatmu setelah aku mengurus keparat ini," bisikku pada Azkeh dan gadis itu hanya mengangguk patuh.

Aku berdiri dan menghampiri Leandro dengan tatapan jijik, takut serta kecewa. Mungkin aku kecewa karena seharusnya dari awal aku mengetahui ini semua dan mengambil keputusan yang benar.

Lebih baik aku membatalkan semuanya daripada aku menjadi korban penyiksaan keganasan Leandro.

Kulihat Leandro menatapku marah dan berjalan juga kearahku. Tak ku sangka, dia meraih leherku dan mengangkatnya keatas. Ya, aku dicekik olehnya. Aku merasa nafasku sesak dan butuh pertolongan, namun itu rasanya tidak mungkin.

"Kau hanya seorang gadis bodoh, naif, remaja labil, sialan! Aku bisa saja menghabisimu saat ini juga, jalang!" maki Leandro tanpa sensor.

Ah, manusia ini memang tak punya hati ya? Semua wanita di katainya jalang, jalang dan jalang. Kurasa dia tak punya perkataan lebih bagus daripada jalang.

Merasa di hina, aku menggerakkan tanganku dan mencengkram kuat pergelangan tangan Leandro, sehingga ia melepaskan cekikannya. Sudah lama aku tak mengeluarkan tenaga ekstra ku sebab aku berjaga-jaga.

"Kau tau Leandro? Sejak kau menelponku saat aku di perpustakaan sekolah, aku mendengar suara rintihan wanita-wanita yang entah siapa mereka. Sejak aku dibawa olehmu ke komplek perumahan ini dan aku melihatmu berjalan menuju rumah ini, aku penasaran. Dengan sedikit tekad, aku datang dan melihat semua yang ada disini," ucapku.

"Aku menganggapmu seorang monster ketika kau menyiksa dia. Aku menganggapmu seorang iblis. Bahkan mulai sekarang, aku membencimu. Aku takut padamu, aku jijik melihatmu dan aku tak suka melihatmu," kataku dengan nada yang mulai serak.

"Di publik, kau dianggap pria berdarah dingin yang sadis. Aku pikir, kau sadis seperti hanya menembak atau mungkin menusuk orang-orang yang bermasalah besar denganmun. Ternyata tidak. Hahaha, aku terkesan dengan pemandangan yang tadi," kataku sambil tertawa sumbang. Aku mengusap kasar air mataku dan memandang Leandro dengan tatapan jijik.

"Pernikahan kita batal. Aku tak mau menemui untuk selamanya," kataku bermaksud pamit dan berjalan berbalik untuk mengajak Azkeh.

"Kau tak bisa membatalkan pernikahan kita, Kaylie! Aku mencintaimu lebih dari apapun itu, aku menyayangimu lebih dari apapun itu!" ujar Leandro yang tak ikhlas ketika aku berniat membatalkan pernikahan.

Aku berjalan sambil menggendong Azkeh di belakangku. Aku tau dia tak cukup kuat untuk berjalan.

"Aku tak sudi tinggal satu atap dengan monster seperti mu. Aku merasa aku akan dalam bahaya jika tinggal bersamamu," tukasku kepada Leandro. Aku menendang pintu ruangan itu dengan satu kaki dan terbuka. Kakiku emang kuat seperti besi.

"Semoga harimu baik, Tuan Leandro. Terima kasih atas hari-hari yang telah kita lewati bersama!" pamitku dengan bahasa yang formal, seperti baru pertama kali bertemu.

*****

To be continued.

MINE IS TERRIBLE [ END ]Donde viven las historias. Descúbrelo ahora