CHAPTER 52

5.1K 219 3
                                    

Sesampainya di rumah yang telah ku beli bersama Sakura sekitar lima tahun yang lalu, aku mengucapkan terima kasih dan bergegas pamit pada Arthur. Untungnya, dia langsung mengerti kenapa aku langsung pamit.

Aku bergegas masuk ke dalam rumah berukuran minimalis itu dan menghampiri Sakura yang sedang menonton televisi di ruang tengah.

Jika ada yang bertanya, dimana Azkeh?

Ah, sekarang dia menjadi seorang model majalah dewasa di Venesia. Untungnya, karena support dari aku dan Sakura, Azkeh kembali bangkit. Ah, aku salut dengannya.

Bahkan Sakura sekarang menjadi seorang pengusaha sukses di Venesia dan yeah, dia lumayan terkenal. Dan aku hanyalah seorang penulis novel remaja maupun dewasa.

Namaku terkenal karena pamornya Sakura, Azkeh dan Arthur. Bahkan tak jarang yang mencibirku gara-gara kedekatanku dengan tiga orang yang menjadi publik figur.

"Apa yang ingin kau katakan padaku?" tanyaku pada Sakura.

Aku menghempaskan bokongku disebelahnya. Jujur, aku penasaran apa maksudnya menyuruhku untuk segera cepat sampai dirumah.

Sakura menoleh kearahku. Ia mengambil ponselnya yang tergeletak diatas meja. Aku melirik sekilas dan menunggu dia mengatakannya padaku.

Ia menyodorkan ponselnya yang berisikan sebuah berita. Aku melihat judul berita itu. Seketika, mataku membulat sempurna tanda terkejut dengan isi berita itu.

"Pengusaha terkenal, Leandro Alcander dikabari akan berbisnis di Venesia dengan salah seorang penerbit dunia, Arthur Napoleon."

"Leandro?" ucapku ulang tak percaya.

"Ya, pria tampan yang kau sebut monster itu," ujar Sakura.

"Dengan.. Arthur..?" Aku menutup mulut tak percaya. Aku bukannya takut, hanya saja, aku bisa-bisanya dibuat bingung dengan dunia ini.

Kenapa dunia begitu sempit? Leandro, calon suami yang telah ku beri julukan 'monster', akan datang ke Venesia. Bahkan ia bekerjasama dalam bisnis bersama teman priaku, Arthur. Astaga, aku mulai bingung!

Aku memberikan ponsel Sakura kepada orangnya dan mengusap wajah dengan kasar.

"Terus, sekarang aku harus apa?" tanyaku pada Sakura meminta pendapatnya.

Sakura terdiam sebentar kemudian mengangkat kedua bahunya, tanda ia tak tau harus bagaimana lagi.

Tanpa mengucapkan apa-apa lagi, aku berjalan meninggalkan Sakura dan langkah kaki ku membawaku menuju kamar.

Sesampainya di kamar, aku langsung saja menghempaskan diriku di tengah kasur tipe king size, dengan posisi telengkup. Aku memikirkan bagaimana jadinya jika Arthur memintaku untuk menemaninya menemui Leandro dan Leandro menyadari bahwa aku ada di Venesia saat ini.

Bagaimana jika Leandro membawaku pulang? Aku tak siap untuk menghadapi ini semua. Aku masih saja.. merasa takut padanya. Aish.., aku adalah wanita yang sangat labil.

Drrtttt. Drrrrttttt.

Ponselku bergetar hebat di saku celana jeans ku. Aku merubah posisi ku menjadi telentang dan mengambil ponsel dari dalam saku. Kulihat nama Arthur tertera jelas di layar, bahwa dia menelponku saat ini.

Aku menggeser tombol hijau keatas dan men-load speaker-kan pembicaraan kami.

"Ada apa?" tanyaku lemas.

"Apa kau sudah mengetahui beritanya?" tanya Arthur di seberang sana.

Aku terdiam sejenak sebelum menghela nafas panjangku. "I know, Arthur," jawabku akhirnya dengan satu helaan nafas, lagi.

Kudengar helaan nafas gusarnya yang membuatku tersenyum tipis.

"Apa kau baik-baik saja?" tanya Arthur.

"Huh? Lumayan baik," jawabku.

Hening.

Tak ada respon apa-apa lagi dari Arthur mengenai jawabanku. Sudahlah, aku tak memperdulikannya. Kubiarkan saja ponselku tergeletak di sebelahku.

"Apa kau berharap, aku akan terkejut histeris ketika mengetahui kabar itu?" tanyaku memecah keheningan diantara kami.

Yeah, setidaknya itu lebih bagus daripada harus berdiam seperti ini.

"Yeah.., setidaknya kau 'harus' ada sedikit terkejut, Moure. Itu lebih baik," timpal Arthur tanpa dosa dari seberang sana. Aku menggeleng-gelengkan kepala dengan heran.

Dengan sekali helaan nafas, aku melanjutkan pembicaraanku dengan Arthur, pria yang rela menjadi temanku.

"Aku pastinya terkejut mengetahui berita itu, yang mulai tersebar luas di negara ini. Apalagi mengetahui 'dia' akan bekerja sama denganmu. Aku sungguh merasa aneh dengan ini semua," ungkapku pada Arthur.

"Sepertinya aku harus meminta orang lain sebagai penggantimu nanti," kata Arthur tiba-tiba.

Dengan pandangan yang mengarah ke langit-langit kamar, aku mengernyitkan keningku. Bingung apa yang diucapkan oleh pria tampan di seberang telpon sana.

"Aku tak mengerti maksudmu, bodoh. Berbicaralah dengan jelas!" kataku dengan nada sedikit kesal dan terdengar sarkas. Helaan nafas Arthur yang kasar terdengar olehku.

"Aku harus mencari pengganti pendampingku saat menemui Leandro pekan ini. Kurasa kau belum siap untuk menemuinya. Itulah maksudku, nona berotak udang!" ucap Arthur memperjelas maksudnya yang sangat tak ku mengerti.

"Sialan!" maki ku tak terima dikatakan 'nona otak udang'.

Apakah kalian tau apa itu kiasan dari kalimat 'otak udang'!? Ya! Artinya adalah otak yang sangat bodoh atau maksimal bodoh.

Kenapa? Karena otak udang terletak berdekatan dengan kotoran udang.

Kurasa kalau diantara kalian merasa sebagai anak penyuka pengetahuan alam, tentunya kalian pasti tau. Itu ilmu yang mendasar.

Aku hanya tak mengerti, bukan bodoh. Lagipula salah Arthur. Pria itu berucap yang tak pernah jelas. Hidupnya saja yang jelas, sisanya bernuansa tak jelas.

"Apa kau tak keberatan?" tanya Arthur dari seberang sana, yang memecahkan lamunanku.

"Terserah kau saja," jawabku sarkas.

"Aku tau, saat ini kau tengah marah padaku, tetapi apakah kau bersedia untuk diganti sementara? Selama aku harus mengadakan rapat bersama Leandro," tanya Arthur memastikan jawabanku.

Aku terdiam. Rasanya aku enggan menjawab. Ah, bukan enggan. Hanya saja aku merasa bingung.

Tut.

Aku memutuskan sambungan telepon kami dan menaruh ponselku di laci meja kecil yang terletak bersebelahan dengan ranjang tidurku.

Aku memeluk gulingku dan mulai melamun. Memikirkan hal-hal yang kini tengah berputaran di otakku bagai sekawanan cheetah mengejar mangsa.

Apakah aku tetap menemani Arthur bertemu pria sialan itu atau bersedia untuk digantikan? Jujur, aku merasa tak rela apabila posisiku digantikan oleh orang lain.

Argh! Aku sangat bingung! Oh, damn!

*****

To be continued.

MINE IS TERRIBLE [ END ]Where stories live. Discover now