31. Resepsi (4)

15.4K 1.5K 104
                                    







Semakin banyak Dara melihat tamu Danu, semakin dia merasa kecil. Kulit mereka, wajah mereka, cara mereka berpakaian, apa yang mereka kenakan, dan sikap tubuh mereka, semuanya tampak lebih jika dibandingkan dirinya. Dia merasa seperti butiran debu yang sedang berkumpul dengan para mutiara. 

Sore menjelang malam Danu, Dara, dan para orang tua dipersilakan beristirahat. Resepsi akan dilanjutkan setelah jam 7 malam. 

"Kita ke kamar?" tanya Dara saat Danu mengulurkan tangan, membantunya berdiri.

"Kuantar kamu ke kamar dan aku akan turun lagi karena ada tamu yang terlambat tiba, tetapi cukup penting untuk disambut."

"Perlu aku temani, Mas?"

Danu menggelengkan kepalanya dan Dara kembali berpraduga. Siapa mereka? Kenapa Danu tidak mau didampingi? 

Meski bertanya-tanya, Dara hanya diam saja. Danu melingkarkan tangan di pinggang Dara seolah tangan itu siaga untuk menangkap jika Dara terjatuh. Bukan karena ingin bersikap romantis.

"Hai ... Pak Danu, pengantin baru yang juga pengantin lama!" sorak seseorang yang baru saja masuk ke ballrom. Dia berdiri di sana dengan wajah ceria seakan menunggu sambutan yang sama cerianya dari Danu.

Dara menoleh pada suaminya dan bisa melihat rahang Danu yang sedikit mengeras. Wanita itu menoleh kembali ke depan, ke beberapa orang itu. Ada tiga orang tua dan satu pria yang sebaya dengan Danu. 

"Oh, hai, Pak Brata. Datangnya awal sekali," sambut Danu dengan nada bersahabat. Dia melangkah maju setelah sebelumnya menoleh pada Dara dan memberi kode pada wanita itu untuk mengikutinya.

Rombongan tamu itu ikut maju ke depan sehingga mereka bertemu di pertengahan. "Nanti malam ada acara lain jadi terpaksa dibagi waktunya seperti ini. Oh ...." Lelaki tua yang sedari tadi berbicara itu kini menatap Dara, "ini ternyata Nyonya Danu yang selama ini disembunyikan."

Senyum lelaki itu lebar dan tatapan matanya terlalu intens. Dara merasa risih sehingga dia mengalihkan pandangannya dan tidak sengaja bertatap mata dengan pria paling muda di rombongan tersebut. Pria yang tampak sama dinginnya dengan Danu. Meski mereka bertemu pandang, wajah lelaki itu masih datar. 

Dara menenggak ludah karena merasa canggung dan dia memilih mengalihkan pandangannya ke arah yang paling aman, ke sang suami yang berdiri di sampingnya.

"Tidak disembunyikan, tetapi memang belum dipamerkan," canda Danu. "Jadi, kenalkan, Pak Brata. Ini istri saya. Dara." Danu menoleh pada Dara. "Ini Pak Brata, salah satu rekan bisnisku."

Dara mengangguk dan membalas uluran tangan Brata. Uluran yang berubah menjadi genggaman terlalu erat, dengan sedikit colekan saat Dara berusaha menarik kembali tangannya. Menggelikan. Menjijikkan.

"Perkenalkan ini anak saya, Raffael. Biasanya sulit sekali untuk membawa dia ke acara seperti ini, tetapi karena dia sudah merencanakan pernikahan mungkin dia sedikit melunak. Tidak pernah ke undangan, tidak ada tamu undangan, bukan?" Brata menepuk-nepuk lengan belakang si lelaki berwajah datar tadi.

Danu menyalaminya dengan menyebutkan nama lalu menyalami yang lainnya juga. Dara pun melakukan hal yang sama. 

"Mari, kita duduk dulu." Danu mempersilakan dengan mengangkat tangannya sepinggang, menunjuk ke arah meja bundar yang kosong yang terdekat. "Akan saya panggilkan pelayan untuk membawakan makanan dan minuman sekaligus mengantarkan Dara ke kamar dulu."

"Diantar ke kamar? Kenapa tidak duduk bersama kita? Tidakkah Pak Danu ingin memperkenalkan pengantinnya pada kami?" Raffael bersuara. Pandangannya berpusat pada Dara, membuat wanita itu merapatkan tubuhnya pada Danu, meminta perlindungan. Seakan Raffael sedang mengintimidasinya.

DaraOù les histoires vivent. Découvrez maintenant