39. Sabarnya Dara

16.6K 2.1K 169
                                    

"Udah nggak level temenan sama aku?"

Dara tersenyum kecut mendengar sindiran Lucy di seberang sana. "Bukan gitu. Aku memang nggak bebas keluar rumah sekarang. Keluarga Mas Danu terlalu antusias nyambut cucu pertama."

Lucy tertawa. "Bener juga. Itu cucu pertama. Dan kalau laki-laki, udah pasti jadi kebanggaan keluarga Danu. Gilak! Aku nggak pernah nyangka nasib kamu begini, Dar. Siapa yang sangka, Dara yang jarang dilirik sama laki-laki biasa aja, malah jadi Nyonya Danu. Gilak! Nasibmu, Dar, beruntung banget."

"Makasih, Cy." Dara tersenyum tipis mendengarkan itu. Benar, perubahan kehidupannya memang masih sulit dipercaya. Meski sebenarnya, tidak seindah yang orang luar bayangkan juga.

"Astaha hahaha kaku amat, Buk. Santai aja keleus. Jadi, kenapa nih nelepon aku?"

"Aku ...." 

"Dar ... meski kita nggak bisa seakrab dulu, kita masih sahabatan. Ya, semoga kamu masih mau sahabatan sama aku karena posisinya sekarang terbalik."

"Terbalik?"

"Masak nggak ngeh, kalau sekarang posisi kita terbalik? Kalau dulu, kamu yang akan melakukan banyak hal untuk bantu aku dan aku bakalan ngasih imbalan ke kamu. Sebagai ucapan terima kasih. Dan sekarang, aku yang siap bantu kamu, Daraku sayang. Ya ... meski nggak munafik, aku juga berharap diberi imbalan. Popularitasku di kalangan lelaki-lelaki mapan sudah sangat berkurang. Gairahku juga sudah tidak sebesar dulu."

"Oh. Tapi, hubungan kamu sama Adam?"

"Mem-bo-san-kan. Nanti deh, kapan-kapan senggang aku cerita. Sekarang yang jadi prioritas itu kamu. Karena jarang-jarang kan aku bisa berbuat sesuatu buat kamu. Jadi, ada apa, Dara?"

"Aku ... menurut kamu, Mas Danu orangnya gimana, Cy? Kan ... kamu pernah ... ya gitu deh."

Lucy tertawa terbahak-bahak. "Susah ya nyebutnya? Udah berapa bulan nikah sama Danu kamu masih aja kaku. Tapi, wajar sih. Danunya juga begitu. Agak geli juga memang kalau ingat dia itu dulu pernah jadi salah satu pelangganku."

"Iya. Maksudnya begitu. Dulu, kalian pernah transaksi berapa kali?"

"Cuma sekali deh. Terus ya kejadian yang kamu terpaksa gantiin aku dan semua jadi begini."

"Meski dulu aku terpaksa buat gantiin kamu, sekarang aku merasa bersyukur. Sedikit. Karena pasti lebih indah kalau kisah kami senormal kisah orang lainnya."

"Nggak ada kisah normal, sayangku. Kayak kamu paham aja kisah orang lain gimana. Dunia ini nggak sepolos dunia kamu, Dara. Eh tunggu. Kamu nelepon aku ini ... apa ada hubungannya dengan dunianya Danu?"

"Iya. Aku mau nanya sesuatu tapi agak pribadi dan ini aib keluargaku. Aku harap pembahasan ini nggak akan sampai ke siapa pun, jadi rahasia kita berdua. Aku percaya kamu, makanya nanya ke kamu. Semoga kamu bisa jaga kepercayaan aku, Cy."

"Tentu. Astaga .... Udah kubilang sekarang posisi kita terbalik. Dulu, kamu yang jaga semua rahasiaku. Sekarang, biar aku jaga rahasia kamu. Jadi ... ada apa?"

"Menurut kamu ... Mas Danu masih di kebiasaan lamanya nggak? Bayar perempuan untuk--"

"Enggak."

"Atau mungkin, punya wanita simpanan tetap?"

"Enggak."

"Atau mungkin, dia tipe orang yang bebas? Misal, tidur dengan rekan bisnis?"

"Enggak."

"Kamu yakin? Soalnya Mas Danu kan begitu. Aku lagi hamil. Mungkin aja kebutuhan dia nggak sepenuhnya bisa dia salurkan ke aku. Atau mungkin dia bosan karena aku nggak sepinter perempuan lain di luar sana. Mereka lebih cantik dan seksi. Aku pernah dengar, bermain perempuan itu seperti kebiasaan. Sesuatu yang susah untuk dihilangkan."

DaraWhere stories live. Discover now