33. Milikku. Artinya ... hanya milikku.

21.9K 2K 162
                                    

"Awasi anak Pak Brata yang bernama Rafael itu. Aku mau informasi tentang dia. Ingat, informasi yang mungkin tidak semua orang tahu. Paham?" 

Setelah orang di seberang sana berkata 'paham', Danu mematikan panggilan dan meraih botol minuman yang terletak di meja sudut ruangan yang dia khususkan untuk berolahraga. Cara Rafael melihat Dara, Danu tidak bisa menyepelekannya.

Tidak ada wanita yang tidak cukup cantik untuk menjadi rebutan, hanya saja tidak semua wanita mendapatkan kesempatan untuk dikenal oleh para pria. Dulu Dara hanyalah seorang kasir. Semua orang memandangnya begitu. Saat mereka melihat Dara di balik mesin kasir, mungkin mereka bahkan tidak mau repot-repot meneliti tampilan Dara secara detail. Saat itu pilihannya hanya ada dua: cantik dalam artian sangat cantik atau biasa saja. Bahkan saat cantik pun mereka, para pria dari kalangannya, tidak akan mau repot menggoda seseorang yang sedang bekerja, apalagi menunggu sampai jam pulang.

Berbeda dengan sekarang. Saat Dara memang akan beberapa kali ada di tempat yang sama dengan lelaki-lelaki sialan itu. Mereka akan melihat lebih dari sekali untuk memuaskan rasa penasaran, hal yang bisa membuka pandangan mereka lebih luas dan menemukan apa yang tidak akan mereka temukan jika hanya menatap wanita sekilas pandang, dan yang lebih berbahaya adalah ketika mereka bisa melihat kelebihan wanita itu selain dari fisiknya. Caranya tersenyum, caranya berjalan, caranya bercanda, caranya merias dirinya, semuanya.

Danu sendiri tidak akan menampik bahwa pandangannya tentang Dara terus berubah setiap harinya. Semakin hari, Dara semakin cantik di matanya. Bahkan sikap diam tidak berani mendebat yang wanita itu lakukan berhasil melambungkan egonya. Membuatnya merasa begitu berkuasa, layaknya alfa, yang mendominasi. Cara Dara menarik napas saat sesuatu mengganggu pikirannya membuatnya terlihat rapuh dan Danu ingin menjadi satu-satunya tempat wanita itu mendapatkan sandaran.

Tidak boleh ada Rafael. Tidak boleh ada siapa pun. Sudah hukum alam, seorang istri hanya untuk suaminya. 

"Masih belum bangun?" Suara muncul dari belakang dan Danu segera menoleh. Sang mama-Firly--sudah siap dengan pakaian untuk senamnya.

Hari Selasa merupakan jadwal Firly untuk berolahraga. Tidak seperti Danu yang lebih suka berolahraga di rumah, Firly justru memiliki beberapa jadwal dengan jenis olahraga yang berbeda-beda. Wanita itu juga sudah menyarankan agar Dara mengikuti kelas yoga yang konon baik untuk ibu hamil. Danu sudah memikirkannya hanya saja belum mendapatkan instruktur yang tepat untuk dipanggil ke rumah.

"Dia tidur larut."

Firly berdecih. "Tidak pernah mendapati matahari pagi dan udara segar, tidak berolahraga, tidak aktif memberikan nutrisi ke tubuh ... semoga saja kehamilannya tidak bermasalah."

"Ma!" tegur Danu.

"Itu fakta. Istrimu terlalu pemalas. Hamil bukan berarti dia harus menjadi seperti pesakitan yang terus menerus berbaring!"

"Kalau Mama terus berkata seperti ini apalagi terdengar oleh Dara, aku bisa salah paham, menduga Mama tidak senang dengan kehamilan istriku."

Firly mendekati Danu, berdiri di depan anaknya itu dengan tangan yang dia tumpukan pada pegangan sepeda status di sebelahnya. "Mama rewel karena Mama peduli. Mungkin bukan pada Dara, tapi sudah pasti pada calon cucu Mama. Mama serius, suruh dia melakukan sesuatu karena apa pun yang dia lakukan sekarang ini bukan lagi untuk dirinya, tapi untuk janin yang sedang tumbuh di perutnya."

Mata Danu memicing sedikit, lalu ekspresinya melunak. "Dia belum terbiasa dengan karakter kita. Semua serba mendadak. Tidak ada cukup waktu untuk penyesuaian. Aku hanya tidak mau ada masalah yang sebenarnya memang tidak perlu ada."

"Well, harusnya kamu memikirkan itu sebelum meniduri perempuan amatir dan membiarkannya hamil," ucap Firly sambil lalu sebagai ucapan penutup percakapan pagi itu. Dia pergi meninggalkan Danu yang hanya bisa menarik napas panjang.

DaraWhere stories live. Discover now