10

27.9K 2K 93
                                    

"Tapi ... saya bisa pesan taksi atau--"

"Aku tidak menerima bantahan!"

Panggilan terputus. Dara yang sedang duduk di depan cermin pun terpaku. Danu arogan sekali, dan setiap dia berbicara dengan pria itu, jantungnya bermasalah. Kalau tidak melemah, pasti berdetak sangat kencang sampai rasanya mau meledak. 

Dara memandang penampilannya sekali lagi. Dia sedikit berdandan, sebisanya, dan memakai parfum yang harganya lumayan. Di belakangnya, ada Laras yang sedari tadi melirik dengan curiga. Dara sudah menjelaskan bahwa dia akan menemani Lucy dan tidak ingin membuat sahabatnya itu malu karena terlalu sederhana, tetapi Laras tampaknya tidak percaya begitu saja. Dan Dara ingin mencubit bibirnya sendiri saat tidak sadar menggunakan kata 'saya' tadi.

"Eum ... Kakak pergi dulu." Dara berdiri dan memutar tubuhnya, berpamitan dengan Laras.

"Kakak yakin mau pergi sama Kak Lucy? Dia nggak ngajarin Kakak aneh-aneh, kan?" Laras yang kini sudah berdiri di depan Dara bertanya dengan raut khawatir.

"Ih, apaan sih! Ya enggaklah. Kamu mikirnya aneh-aneh aja!" Dara berusaha berakting sesempurna mungkin lalu mengacak rambut adiknya itu, membuat Laras ikut tertawa pelan.

"Aku antar sampe depan," ucap Laras.

"Aku dijemput sama orang suruhan Adam."

"Gaya banget deh Bang Adam main suruh orang segala. Kenapa nggak dia yang nyinggahin coba?!"

"Eum ... kalau nggak salah sih dia lagi sibuk sama usahanya yang baru. Kurang tau juga. Kakak sama Adam nggak terlalu dekat." Sempurna, kebohongan Dara terdengar sempurna. Tampaknya dia mulai cocok dengan gaya hidupnya yang baru ini. Mendapatkan uang dengan mudah, berbohong agar tidak bermasalah.

"Oh ... semoga sukses deh."

Mereka telah sampai di teras rumah. Dengan perasaan canggung, Dara yang telah berpamitan pada adiknya pun menaiki mobil jemputan yang telah tiba. Dara ingin menanyakan Danu, tetapi tidak berani. Akhirnya dia hanya diam sampai akhirnya mereka tiba di bandara. Meski bingun, Dara tetap turun dari mobil sedangkan mobil itu langsung melaju pergi. 

"Biasanya, aku tidak suka menunggu."

Suara serak dan berat itu ....

Dara membalikkan tubuhnya dan kini dia berhadapan dengan Danu ... yang tampan dan memesona. Dara bahkan lupa bernapas untuk beberapa saat. Sorot mata Danu yang gelap dan dalam membuatnya tersihir, seakan tenggelam dalam pesona pria itu. 

Kerutan di mata Danu yang membuat Dara sadar. Lelaki itu menertawai keterpukauannya. Tanpa berkata apa pun lagi, hanya dengan menggerakkan kepalanya sebagai kode pada Dara untuk mengekor, lelaki itu berjalan menuju bagian dalam bandara.

Di belakang Dara, ada seorang lelaki dan seorang lagi perempuan. Keduanya terus berjalan persis di belakang Dara dan mereka pun melempar senyum saat Dara menoleh ke belakang, membuat Dara semakin yakin mereka bekerja pada Danu.

"Sudah makan?" tanya Danu saat mereka duduk di ruang tunggu. Dara duduk berkelang satu kursi dari Danu, sedangkan kedua orang tadi duduk persis di hadapan mereka.

"Sudah," jawab Dara pelan.

Danu mengangguk pelan lalu sibuk dengan ponselnya. Dari hasil intipan Dara, lelaki itu membalas pesan dan membaca beberapa file. Wajah Danu serius. Seakan tidak terganggu dengan suara-suara padahal dia sedang membaca sesuatu yang serius. Sesekali lelaki itu menggigit telunjuknya, lalu dia mengetik sesuatu dan kembali melihat dokumen lain.

Danu adalah lelaki pekerja keras. Itu hasil terawangan sok tahu Dara. Tetapi, Dara memang tidak pernah melihat lelaki yang sedingin dan seserius itu di tempat umum. Meski kemudian Dara sadar dia tidak banyak bergaul dengan para bos sehingga tidak benar-benar paham kebiasaan mereka.

DaraWhere stories live. Discover now