3. Dunia Danu

29.4K 2.2K 18
                                    


Aku nggak paham nih kenapa Danu (cast-nya udah ada sendiri, g peduli kalian suka apa enggak tapi dia udah nempel dan nampol di imajinasinya nindy) selalu terbayang-bayang. Kayak ngajak khilaf bareng gitu, seandainya dia ada di depan mata.

Wkwkwk.


Yowes, baca aja deh yang mau baca.


***


Tawa menggema, para pria yang sedang duduk di sebuah pujasera sambil menenggak minuman itu menimpali lelucon yang sebenarnya biasa saja dari seorang pria tua yang tentu saja bukan orang biasa. Tempat berkumpul seperti itu jelas bukan selera Danu sekali. Namun, dia memiliki kepentingan dengan pria tua yang sedang melontarkan lelucon sambil sesekali menempelkan bibirnya di sales minuman itu. 

Proyek yang Danu inginkan, gagal dia dapatkan. Hal itu terjadi karena dia terlalu tinggi hati setelah keberhasilannya yang sudah-sudah. Merasa tidak perlu lagi bersikap menyenangkan pada si pria tua yang meski tampak ringkih tetapi memiliki kekuasaan yang tak main-main.

Proyek itu sudah gagal. Tidak masalah bagi Danu karena masih ada banyak hal lain yang bisa dia kerjakan. Hanya saja, dia merasa harus menyudahi egonya dan menerima ajakan pria tua itu untuk akrab. Bahkan Danu sudah resmi menjadi salah satu anggota klub badminton si pria tua itu.

Si gadis sales berpakaian minim itu kembali menuangkan minuman ke gelas Brata, si kakek, sambil sesekali menatap Danu dengan lirikan menggoda. Danu menyadarinya, membalas tatapan itu seolah berminat. Membuat gadis itu beberapa kali tampak berakting salah tingkah. 

Permainan basi--bagi Danu. Para wanita yang sedang melayani pria dan berusaha menjerat pria lainnya. Bermain-main dengan pesona mereka dan mereguk keuntungan sebanyak-banyaknya. Meski tidak menginginkan mereka, Danu selalu bersikap baik seolah tertarik karena ada masa di mana dia membutuhkan para wanita ini untuk memudahkan urusannya.

"Kamu bisa merasakan, kan, Danu, kalau minum-minum di tempat terbuka seperti ini membuat kita lebih merasa bebas. Segar!"

Danu mengangguk-anggukkan kepalanya.

"Bosan di ruangan tertutup dan yang terlalu ramai. Kamu harus lebih sering ikut kami. Lama-lama kamu akan paham."

Kembali, Danu mengangguk. Membiarkan Brata besar kepala karena ucapannya selalu diiyakan. Sesekali, Danu memusatkan perhatiannya pada pria-pria lain yang ada di meja itu, menilai mereka satu per satu. Mereka duduk berlima, di luar para gadis yang menemani. Dua merupakan pekerja Brata yang pasti selalu menemani. Seperti tangan kanan, tetapi dari kalangan keluarga pria tua itu. Lalu, satu orang berasal dari kalangan pemerintah yang jelas merupakan salah satu tikus yang Brata sogok agar semua urusannya mulus. Lalu, satu orang berasal dari kalangan pengusaha yang santai. Jelas bukan salah satu saingannya. Namun, justru berpotensi menjadi rekan bagi Danu.

Dan mereka semua telah menikah. Termasuk salah seorang saudara sekaligus tangan kanan Brata yang tampak masih berumur 20-an. Yang tentu saja, meski sudah menikah dan sedang duduk bersama kerabatnya, dia tetap membiarkan gadis sales minuman itu menempel-nempelkan tubuh padanya.

"Duh, Mas Danu kok minumnya sedikit?" SPG yang melayani Brata melemparkan godaan, membuat semua mengolok Danu agar menambah minumannya. Bahkan, wanita itu dengan berani mengisi gelas Danu sambil melemparkan tatapan menggoda. 

Danu tertawa pelan sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. Ditengguknya minuman itu sampai habis lalu dia melirik jam.

"Sudah tengah malam. Biasa Pak Brata pulang jam berapa?" Danu mengedarkan pandangannya. Pujasera itu dibangun di tengah pemukiman, bukan di pinggir jalan raya. Harusnya para penduduk tidak membiarkan jam buka lebih dari jam 2. Musik sudah dihentikan dan suasana sudah mulai sepi.

DaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang