7. Cicilan Transaksi

25.9K 2.1K 30
                                    

Dara tidak berani menatap ponselnya karena melihat benda yang layarnya pudar itu, mengingatkan wanita itu pada kebodohannya tadi pagi. Perasaan was was menggelayutinya. Benar-benar takut Danu akan melakukan sesuatu. Meski sebenarnya, Dara sedikit percaya kalau Danu salah menerka orang. Tadi pria itu berbicara seolah mereka telah mengenal ... dan dekat.

"Kenapa, sih?" tanya salah seorang rekan kerja Dara.

Dara menggelengkan kepalanya dan mencoba fokus. Mengusir semua bayangan ketakutan yang menghampirinya. Dia akan baik-baik saja. Lucy lebih dulu berkecimpung pada dunia yang tidak baik ini dan sampai saat ini dia masih hidup. Meskipun sering mendapat masalah, dia berhasil menjaga nama baiknya dan semua akan kembali baik-baik saja pada waktunya.

Akhirnya, Dara berhasil melalui jam kerjanya dengan baik meski beberapa kali mendapatan tatapan heran pelanggan karena ketidak-fokusannya. Untungnya, tidak ada teguran yang dia terima. Namun, kasir shift malam belum terlihat. Dara melirik jam dan bertanya pada yang lain apakah si kasir itu ada menitipkan izin untuk tidak hadir, tetapi semua berkata tidak. 

"Tapi, gue ada urusan lain," keluh Dara saat diminta menunggu sampai kabar dari si kasir lain itu ada. Pasalnya, tidak ada karyawan lain yang tersedia untuk menggantikan Dara. 

"Ya mau gimana? Kan memang si bos udah ganti peraturan libur nggak boleh di akhir pekan. Yang lain libur, nah Tika malah nggak ada kabar. Nggak mungkin kan mesin kasir nggak dijaga?"

Dara mencelos. Dia harus menemui Lucy atau paling tidak berbicara pada ibunya mengenai perkembangan terbaru denda yang harus mereka bayar itu. Jika tertahan di toko, Dara tidak akan bisa melakukan apa pun. Masalahnya hanya akan semakin pelik.

"Lagian, lo emangnya mau ngapain? Biasanya juga nggak ngapa-ngapain. Paling seneng kalau ada lemburan kayak gini. Lumayan kan uangnya, bisa untuk Laras."

Mereka tidak mengerti. Percuma Dara membantah, mereka tidak akan mengerti karena Dara memang tidak akan mengatakan alasan atas rasa cemasnya. Tidak mampu lagi membantah teman-teman kerjanya, Dara pun akhirnya tetap berdiri di balik mesin kasir dengan perasaan lesu. 

Lucy tidak bisa dihubungi. Ibunya pun terus menerus bertanya, kenapa dia belum pulang. Dara merasa kepalanya akan pecah. Jika motornya dijual, tetap tidak akan mampu membayar lunas denda itu. Dia tidak mungkin menjual ponselnya, tidak mungkin juga memakai dana persiapan kuliah Laras. Teman lain yang bisa dipinjami uang, dia tidak punya. 

Semakin malam toko itu semakin sepi. Suasana hening. Hanya ada suara musik yang diputar. Dua orang yang bertugas untuk melayani pembeli pun kini berdiri berdekat-dekatan, asik mengobrol berdua. Sedangkan Dara, dia sibuk melamun kosong.

Pintu terbuka. Lamunannya terhenti dan pandangannya pun tertuju pada pelanggan yang baru saja masuk. Seandainya ada peninjauan dari cctv, maka Reni pasti akan kena tegur karena pelanggan itu membuka pintu untuk dirinya sendiri. Dara menarik napas panjang dan memperbaiki posisi berdirinya. Bersiap untuk melayani pelanggan itu saat membayar nantinya.

Namun, perhatiannya kembali tertuju pada pintu kaca yang kini knopnya ditarik oleh pria yang lebih dulu masuk tadi. Membukakan pintu itu untuk pria di belakangnya. Pria berkemeja hitam yang terpasang begitu pas di tubuhnya dengan bagian lengan yang disingsingkan. Pria yang dia hubungi tadi pagi. Pria yang beberapa hari ini selalu membuatnya ketakutan.

Pandangan mereka bertemu. Sesaat, Dara terpaku pada mata pria itu yang legam. Namun kemudian, dia menundukkan kepalanya dengan perasaan luar biasa malu ketika Danu mengedipkan sebelah matanya, melemparkan senyum menggoda.

Sumpah serapah terucap di dalam hati Dara. Memaki dirinya sendiri yang jelas tampak konyol. Tangan Dara dingin, wajahnya memanas, dan dadanya kembali terasa sesak. Dia benar-benar amatir dalam hal seperti ini. Baru bertemu lagi dengan Danu saja, dia sudah kehilangan kemampuan mengendalikan diri. Apalagi jika nanti, di mana dia harus melayani pria itu di atas ranjang. Wajah Dara pun semakin panas saat pemikiran itu terlintas.

DaraWhere stories live. Discover now