2. Tawaran sesat

35K 2.2K 43
                                    


"Yang bener aja, Cy!" ucap Dara sambil tersenyum miring dengan kepala yang mengeleng-geleng pelan. 

"Bayarannya gede gilak! Dijamin, lo nggak bakalan nyesel kok kalau mau sama Mas Danu. Seandainya dia mau serius sama gue aja, gue siap loh cerai dari laki gue. Secara doi cakep. Laki banget pokoknya. Dan di ranjang ... euh, dijamin lo bakalan puas. Sumpah!"

Senyum Dara perlahan memudar, sensasi liar saat dia bertemu Danu beberapa minggu lalu, kembali terasa. Desiran aneh yang tidak pernah dirasakannya sebelumnya, sangat mudah muncul saat wajah pria itu terlintas, terutama saat sorot mata yang tampak lapar itu seakan benar-benar kembali terpampang di hadapannya.

Dara berdeham, mengusir sensasi aneh itu. Merasa tidak nyaman karena area di perut bawahnya terasa hangat dan berdenyut. "Cy, lo tau gue gimana. Udahlah. Gue nggak tertarik," jawabnya--terdengar tidak yakin atas ucapannya sendiri.

"Yakiiinnnn???" 

Untungnya, pertanyaan jahil itu dilontarkan dari seberang sana, via panggilan telepon seluler. Kalau tidak, Lucy pasti sudah bisa menebak betapa inginnya Dara menerima tawaran itu. Sayangnya, dia masih memiliki nurani. Seandainya mereka bertemu dalam kisah yang berbeda di mana Danu hanyalah pria biasa yang menginginkan keintiman dengannya, mungkin semua berbeda. Ego Dara tidak akan meronta. Tidak pernah dalam lamunan terkotornya dia memberikan keperawanan pada pria yang rutin menggunakan jasa wanita bayaran, meski dengan nominal besar sekalipun.

Lagi pula, untuk apa uangnya? Keluarganya tentu akan bertanya-tanya jika dia menggunakan uang itu. Gajinya sebagai kasir tidak pernah mampu membuatnya bersikap royal.

"Ra? Ra???"

"Eh ...." Dara tersadar dari lamunannya. "Sorry, gue ketiduran."

Lucy masih terus berusaha membujuknya dan panggilan itu pun terpaksa Dara akhiri dengan alasan dia ingin membersihkan rumah di akhir pekan ini. Setelah mengakhiri panggilan, Dara melirik jam dinding yang menunjuk angka dua. Jam tidur siang. Merasa memiliki sedikit waktu untuk dirinya sendiri, Dara pun memutuskan untuk pertama kalinya dia melamunkan hal nista, bersama dengan pria yang belakangan selalu menghantuinya.


***


Sebagai seorang kasir, setiap kali baru masuk shift bekerjanya, Dara selalu memastikan uang yang dia terima sesuai dengan yang seharusnya. Di toko kue tempatnya bekerja, kesalahan kecil yang bisa diasumsikan sebagai pencurian akan ditindak dengan keras. Tidak ada maaf, sudah pasti akan dipecat. Pernah terjadi di mana stok kue kurang 1 dan langsung ditindak dengan keras. Karyawan tersebut dipecat. Selama seminggu ucapan bahwa pencurian dalam bentuk apa pun dalam jumlah berapa pun dengan alasan apa pun, tidak akan ditolerir. 

Dara mencintai pekerjaannya. Bukan karena sesuai dengan pekerjaan impiannya, tetapi karena pekerjaan ini jauh lebih layak daripada pekerjaan lain yang pernah dia miliki. Mengajar privat seorang anak yang luar biasa nakal dan orang tuanya tidak mau peduli, menjadi sales perumahan di mana dia tidak akan mendapat bayaran jika tidak berhasil menjual rumah, dan bebepa pekerjaan kecil lainnya yang membuatnya berhasil mendapatkan ucapan keluhan tiada henti dari sang ibu. 

Penampilannya biasa saja. Bukannya jelek, hanya saja Dara tidak bisa memoles dirinya menjadi menarik. Otaknya pun standar. Pengalaman berorganisasi tidak ada sehingga dia pun kurang mampu bekerja dalam tim. Intinya, Dara tidak menyalahkan gelar sarjananya yang sia-sia, melainkan pada dirinya yang saat menempuh pendidikan dulu terlalu pasif dan mudah berpuas diri dengan nilai yang kebanyakan merupakan hasil contekan.

"Bisa bayar pakai aplikasi nggak, Mbak?"

Dara melemparkan senyuman pada pelanggan pertama yang membeli kue ulang tahun untuk kekasihnya itu. "Mohon maaf, kami belum bekerja sama dengan aplikasi pembayaran online. Bisanya debit, Mbak."

DaraWhere stories live. Discover now