Indra masih disana bersama Hera yang mencoba untuk menenangkan suaminya. Indra bingung dengan semua ini, dia mengusap wajah gusar.

"Papi. Sudahlah, jangan marah marah. Kasian Luvia." Kata Hera lembut.

Indra menatap Hera, "Apa selama ini Papi salah? Papi hanya ingin hidup Luvia bahagia tanpa ada perjanjian Taruhan atau apapun yang menjeratnya."

Hera tersenyum lembut, "Tidak salah Papi. Tapi, coba pikirkan lagi dengan kelakuan Raden."

"Memang benar apa yang dikatakan Luvia, kalau Raden itu anak yang sangat baik. Mami sudah membuktikannya."

"Benarkah?"

Hera mengangguk, "Iya Papi! Dia sangat bertanggung jawab dengan Luvia dan menyayangi Luvia lebih dari dirinya sendiri."

"Selain itu, Raden yang menarik Luvia keluar dari traumanya. Mami sangat berterimakasih untuk itu." Kata Hera tersenyum.

Putri kesayangannya sudah separti gadis seumurannya tanpa ada trauma yang membayangi.

"Mungkin Papi sudah ditipu oleh Aldi. Dulu dia yang menyebabkan kejadian 2 tahun silam. Apa Papi lebih percaya dengannya daripada Raden?"

"Mami tidak memaksa untuk Papi percaya. Mami hanya minta satu hal dari Papi."

"Tolong pikirkan lagi dengan keputusan untuk menjauhkan Luvia dari Raden. Dan pikirkan juga kelakuan Raden yang sebenarnya." Perkataan Hera membuat Indra terdiam.

Mungkin benar, dia dibohongi oleh Aldi. Indra harus mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi dan bisa memutuskan hal yang baik untuk Luvia.

***

Raden berlatih keras untuk persiapan balapan besok malam. Ditemani dengan seseorang yang selalu membuat hari harinya berwarna.

Luvia berada dirumah Raden sekarang. Sengaja agar pacarnya itu semangat atau justru tidak mau latihan. Tapi, Raden berbeda dia semakin semangat untuk latihan.

Mereka mengetahui kalau Luvia tidak boleh keluar rumah. Mereka bersedih tapi tidak bisa melakukan apa apa.

Raden selalu mengatakan untuk tidak membenci kedua orang tuanya dan selalu mematuhi perintahnya, walaupun perintah itu sangat sulit untuk dilakukan.

Luvia beruntung memiliki adik seperti Vino, dia mau keluar bersamanya dengan alasan cari makan, agar orang tua Luvia mengijinkannya pergi.

Vino tipikal cowok mudah dirayu apalagi dengan tambahan uang jajan, langsung nomer satu. Bukan untuk jajan tapi tambahan membeli paket data dan siap mengahajar musuh diponselnya, Push Rank.

Tapi jangan remehkan Vino, walaupun orangnya seperti itu kalau dia sudah disakiti, sampai mati pun Vino tetap ingat. Jadi, Vino itu tipe cowok gampang gampang susah.

Dari tadi Luvia sibuk bersama Bik Suti didapur untuk membuat ramuan Jawa agar Raden semakin kuat dalam balapan besok. Bik Suti telaten mengajari Luvia bagimana membuatnya.

"Raden." Panggil Luvia pelan saat sampai ditempat latihan Raden.

Pertama yang dia lihat adalah sebuah tubuh hanya menggunakan kaos putih tipis yang basah karena keringat. Raden melatih otot tangan agar nanti tidak mati rasa saat menyetir.

Menyadari keadatangan Luvia, cowok itu berhenti dan terduduk dilantai sambil melepas lilitan kain ditelapak tangannya.

Raden tersenyum jail, "Jangan terpesona!"

"Tidak ada gunanya, sebantar lagi tubuh ini akan menjadi milikmu, Sayang." Goda Raden menembak ekpresi Luvia.

Dia hanya diam dengan semburat merah dipipi, lagi lagi seperti ini.

Taruhan [END]Where stories live. Discover now