37. Tak Disangka (Bertemu)

939 46 24
                                    

Warning!
Kali ini bukan adegan kekerasan...
Tapi, adegan 17+

Selamat membaca....

.
.
Luvia menjatuhkan tubuh ke lantai, gadis itu tidak kuasa menyelesaikan kisah kelam yang dia alami. Dia bercerita dengan mengeluarkan air mata, sudah berkali kali dia menghapusnya dan air mata itu terus mengalir membasahi pipi.

Meratapi nasip yang begitu kelam, apa pun yang Luvia diambil semuanya menjadi boomerang bagi dirinya sendiri. Entah apa yang membuatnya seperti itu, tuhan memang tidak mengijinkan dirinya untuk bahagia.

"Akrhhhhhhh!!"

Teriak Raden frustasi mengacak acak rambut yang sudah tidak berbentuk sejak tadi, sangat berantakan.

Dia mendengar semua cerita Luvia dari awal sampai gadis itu tidak kuat lagi untuk melanjutkan.

Hatinya tersentuh, ternyata gadis galak yang polos itu memiliki masa lalu yang begitu mengerikan sampai mengalami depresi. Sama seperti dirinya dulu bahkan lebih parah dari apa yang pernah dia alami.

"Kenapa lo baru cerita sekarang?!" Tanya Raden melihat Luvia menangis sesegukan di bawah dengan memegang dada sesak.

"Seharusnya lo cerita dari awal, Vi. Semuanya."

"Bahkan lo mengubahnya kalau lo diculik  bukan sebagi Taruhan. Itu pun adik lo yang kasih tahu." Lanjut Raden tidak mengerti.

Gadis itu melihat ke arah Raden yang sedang mengusap wajah. Luvia terus mengeluarkan air mata, tidak kuat untuk menanggapi nasehat Raden.

"Jadi semua perasaan ini benar?" Ucal Raden menjeda kalimatnya.

Sebelum Raden melanjutkan kalimatnya, Luvia sudah mengerti arah pembicaraan ini.

"Gue sudah bohongin kalian semua."

"Via yang sekarang bukan Via yang dulu lagi. Dulu hanya seorang cewek polos sangat polos, sangat ramah, gadis yang sangat cerewet hanya untuk mendapatkan kebahagiaan."

"Sekarang menjadi sosok Via yang galak dan jutek ke semua orang." Potong Luvia cepat.

Luvia menghela nafas, menetralkan detuk jantung yang berdetak lebih cepat. Takut akan sosok cowok didepannya marah mengetahui apa yang sebenarnya terjadi.

"Gue hanya ingin bahagia, Raden. Bahagia!" Teriaknya dengan tangis sedih.

"Hanya ingin itu, tidak lebih. Bahagia, gue ingin bebas dan merasakan bagimana rasanya bahagia bersama keluarga dan teman." Luvia menjambak rambutnya sendiri agar dia sadar kalau kenyataan dia tidak bisa bahagia.

"Cara seperti itu apa bisa buat lo bahagia? Dengan menutupinya." Kata Raden membuat Luvia melepas jambakannya.

Raden menatap wajah Luvia, "Lo tidak tahu bagaimana perasaan orang lain yang sangat ingin tahu tentang diri lo? Bahkan sampai sejauh ini?"

Luvia terdiam, dia tidak tahu sama sekali tentang perasaan orang lain. Dia sudah janji tidak akan mencampuri urusan orang lain lagi, dia tidak mau mengulang masa lalu itu di sekolah barunya.

"Salah. Buang jauh jauh pikiran itu! Jika lo cerita dari awal ke gue, hal ini tidak akan terjadi." Kata Raden menjawab isi pikiran Luvia.

"Bukannya itu lebih baik jika tidak ada orang yang tahu, agar gue bisa hidup dengan cara gue sendiri dan bisa mencari kebahagia lewat gue yang sekarang." Kata Luvia menagis.

Raden berdiri, "Lo. Lo gadis yang waktu itu? Gadis penakut yang sangat merepotkan?"

"Gadis yang pernah gue selamatkan?"

Taruhan [END]Where stories live. Discover now