31. Taruhan

Mulai dari awal
                                    

"Tidak bisa!"

"Sesuai dengan perjanjian kita waktu lalu."

"Gue tunggu disini, bawa dia ke gue dan itu harus lo sendiri yang menyerahkannya. Jika lo bukan pecundang!" Aldi terdiam.

Bodoh. Kata itu pantas untuk Aldi, menuruhkan apa yang bukan seharusnya ditaruhkan.

"Emang lo Taruhan apa sama dia, Aldi? Kasih saja sekarang. Biar urusan ini kelar." Kata Dimas menenangkan Aldi.

Rio menoleh kearah Dimas, "Bener sekali anak buah lo! Gue tunggu di sini. Jangan sampai gue yang ambil paksa. Pecundang!"

Aldi membelah kerumunan, semua mata tertuju kepada Aldi. Meninggalkan Rio yang hanya memasang senyum miring.

Aldi berjalan menuju Gangster, Luvia tersenyum. Tanpa aba-aba, Aldi memeluk tubuh kecil Luvia.

"Kenapa? Kalah menang itu biasa. Jangan gitu ih. Malu tahu dilihatin ayam." Kata Luvia manja.

Aldi semakin mempererat pelukannya, tidak ada niatan untuk melepas sosok perempuan yang selalu berada dihati, membuat dia semakin semangat menjalani hidup dan bisa membuat Aldi meresakan betapa indahnya masa SMA.

"Via. Aku sayang sama kamu." Aldi menghirup aroma Luvia.

"Kamu kenapa sih?"

"Kenapa bicara seperti itu? Via juga sayang sama Kak Aldi." Luvia tersenyum manis.

"Ada apa sayang?" Tanya Luvia lembut.

"Enggak ada. Biasa urusan balapan kalau kalah." Alih-alih cowok itu menutupi.

"Boleh peluk lagi?" Kata Aldi manja.

Luvia melototkan mata, "Apaan sih. Malu tahu disini banyak orang."

"Justru banyak orang, Via. Biar gak keblabasan." Jawab Ega sebagai nyamuk diantara mereka berdua.

"Apanya?" Kata Luvia polos.

"Waduh. Parah bet cewek lo, Di. Masak gak tahu?" Kata Baim kembali.

"Justru yang gak tahu itu, biar bisa tiap hari ya gak, Di?" Tanya Doni yang dari tadi mengeluh ingin pulang.

"Yoi." Aldi menaikkan alisnya jail.

Aldi menatap, "Via."

"Hm."

Cowok itu tersenyum manis, "Ikut aku yuk!"

"Mau kemana?"

"Ke tempat yang seharusnya kita berada." Jawabnya lembut terkesan tegas.

"Waduh. Langsung praktek aja ni anak. Halalin dulu, Di. Baru praktek!" Kata Doni memiliki sifat mesum yang sudah akut.

Satu jitakan mendarat mulus di kepala Doni.

"Aduh. Sakit, Ga!" Rintih Doni ke Ega.

"Sukurin! Lagian jadi orang pikirannya kotor terus, bawaannya pengen gitu mulu lo!" Ega sudah tidak tahu lagi menyuruh Doni tobat.

"Suka-suka gue dong. Kenapa lo yang sewot?!"

"Au ah terang!"

Ega duduk di motor Doni, membalas cowok yang tadi membuatnya dongkol.

"Minggir lo! Najis motor gue lo dudukin!!" Kata Doni selalu membuat Ega kesel.

"Buset! Gue cuma mau duduk, sinis aja sih lo!"

Doni mendorong Ega, "Minggir! lo dudukin motor gue sudah tidak suci lagi."

"Gak!"

"Kalau gini caranya motor gue harus dicuci dengan kembang tujuh rupa, nanti gue dapat sial terus!" Sindir Doni agar Ega luluh.

Bukannya turun, Ega semakin menyamakan duduknya serta tidak perduli dengan celoteh Doni, biarkan anjing mengonggong.

"Ni anak ngajak berantem nih! Gue nikahin baru tau rasa lo!" Ancaman asal Doni.

"Gak takut!" Jawab Ega mengeluarkan lidahnya mengejek.

"Stop. Kalian ini kayak kucing sama anjing tahu gak." Tegur Luvia yang membuat mereka berdua langsung diam.

"Dia tuh yang anjing!" Kata Ega menunjuk Doni.

"Ega." Tegur Luvia kembali.

"Yuk!" Ajak Aldi menarik tangan Luvia menuju ujung jalan.

Aldi membawa Luvia santai, arena masih ramai hanya tidak seramai tadi dan memungkinkan untuk cowok itu menyerahkan Taruhan ke Rio.

"Akhirnya lo datang juga. Ternyata lebih cantik dari sebuah foto." Rio mencolek pipi Luvia. Aldi marah lalu membuang tangan nakal Rio dari pipi pacarnya.

"Jangan sentuh dia!" Mereka tertawa.

"Suka-suka gue dong. Iya 'kan cantik." Rio terus menggangu Luvia.

Aldi mendekat ke Rio lalu mencengkram kerah jatetnya, "Jangan macam-macam!"

"Jika terjadi sesuatu padanya gue gak akan segan-segan untuk menghanjar kalian semua!" Ancam Aldi. Rio dkk tersenyum meremehkan.

"Punya hak apa lo sekarang? Gak ada 'kan?" Rio melepas cengkraman Aldi.

Aldi mencangkup pipi yang bersemu kemerahan ketakutan. Di tatapnya mata teduh milik gadis didepannya membuat cowok itu tidak tega.

Seharusnya Aldi tidak gegabah dalam memilih keputusan, mau saja menuruti permintaannya jika Rio menang akan mendapatkan Luvia.

Rio mengetahui pacar Aldi dari temannya yang satu sekolahan dengan cowok itu, menceritakan semuanya apa yang Luvia lakukan termasuk berpacaran dengan Aldi dan Rio mulai tertarik dengan sosok Luvia.

"Cepat!" Kata statik Rio sudah tidak sabar.

"Sayang. Kamu tunggu disini sebentar ya. Aku ada urusan, hanya sebentar." Aldi berbohong agar Luvia tidak mengetahui bahwa dia dijadikan Taruhan.

Cowok itu tidak menginginkan dia akan dibenci oleh Luvia walaupun hal itu sangat kecil.

Rio tertawa meremehkan, "Langsung bilang aja kalik. Kalau dia itu dijadikan tar-"

"Diem lo!" Aldi memotong kalimat Rio.

Sungguh Luvia tidak mengerti apa yang sedang terjadi sekarang.

"Urusan apa coba? Kenapa kamu bawa aku kesini kenapa tidak disana saja?" Tanya Luvia polos yang menunjuk ke arah teman-temannya berada.

"Enggak. Disana kamu gak aman sayang. Tapi, kalau kamu sama mereka kamu aman. Mungkin. " Kata Aldi dikata terakhirnya hanya bisa dia ucapkan dalam hati.

Luvia percaya begitu saja dengan apa yang Aldi katakan, menganggukkan kepala untuk mengijinkan Aldi pergi.

Sebelum pergi, cowok itu menatap mata Luvia sambil membelai kepala seperti biasanya jika Aldi ingin pergi lalu dia pergi begitu saja tanpa meninggalkan sepatah kata apapun untuk Luvia.

Melihat Aldi sudah mulai menjauh dari kumpulan Gang Fhere meninggalkan Luvia sendiri yang tentunya tidak akan kembali.

Rio mulai membujuk Luvia untuk ikut bersamanya, hal tersebut dihiraukan oleh Luvia yang masih setia untuk menunggu Aldi.

Bugh!

Rio memukul tekuk Luvia keras membuat gadis itu tidak sadarkan diri

Hal itu mempermudah untuk dia membawa Luvia ketempat yang seharusnya mereka berada, tempat yang hanya ada mereka berdua disuatu ruangan tertutup.

Taruhan



.
.
Tbc....

Au ah. Terang....

Via motongnya pas lagi seru gak asik nih...

See you....

Taruhan [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang