7. Koma

4.8K 767 7
                                    

Aku terhempas begitu jauh, saat orang-orang menganggapku sebagai sampah yang tak berguna.
 
-Anantta Senia Willsen-
 

Kecelakaan yang cukup parah membuat Asyilla harus di larikan ke rumah sakit karena kondisinya yang sudah sangat urgen. Cairan berwarna merah terus mengaliri wajah Asyilla, karena luka yang berada di kepalanya sangat parah akibat benturan yang sangat hebat.
 
Di lorong rumah sakit, seorang laki-laki terus berjalan mondar-mandir seperti seseorang yang sudah kehilangan arah. Khawatir, cemas, takut, semuanya berpadu menjadi satu. Dua nyawa sekaligus kini sedang berada di ambang kematian.
 
“Lo pasti kuat, Sil. Lo harus selamat,” gumam Sandy.
 
Sebelumnya, Sandy sudah menelepon kedua orang tua Asyilla tentang kecelakaan ini. Namun, ia hampir saja melupakan sahabat-sahabatnya yang belum mengetahui kabar Asyilla. Dengan tangan yang bergetar, Sandy mencoba menyalakan ponselnya yang mati. Dan mencoba mencari nomor Kayra. Tak membutuhkan waktu lama, akhirnya telepon itu tersambung.
 
“San, lo masih di mana? Kok belum nyampe juga?” Kayra bertanya dengan nada yang sangat panik. Sedari tadi ia terus-terusan gelisah memikirkan Sandy dan juga Asyilla.
 
“Kay, Asyilla...,” cicit Sandy pelan.
 
Deg!
 
Suara Sandy yang terdengar sangat lirih, membuat Kayra di seberang sana mendadak lemas. Ia takut, jika kedua sahabatnya itu kenapa-kenapa.
 
“Asyilla kenapa, San? Asyilla kenapa?”
 
“Gue sama Asyillla kecelakaan. Dan sekarang, Asyilla sedang di tangani oleh dokter di rumah sakit Karya Husada Bandung.”
 
Tiba-tiba saja, ponsel dari genggaman Kayra terjatuh, dengan diiringi air mata yang mengalir di wajahnya. Andre dan juga Noval yang melihat Kayra menangis, keduanya langsung menghampiri Kayra dan memegang bahu gadis itu. Karena hampir saja, gadis itu kehilangan keseimbangannya.
 
“Kay, lo kenapa?” Andre bertanya sangat panik.
 
“Asyilla kecelakaan, Ndre. Asyilla kecelakaan! Gue harus nemuin Asyilla, sekarang!” Kayra menjawab dengan sangat histeris. Membuat Andre langsung memeluk gadis itu untuk menenangkannya.
 
“A-apa?” cicit Noval tak percaya.
 
“Lo tenang dulu, Kay. Nanti kita lapor dulu ke pihak sekolah ya. Gue janji, gue bakal antar lo nemuin Asyilla,” ujar Andre pada Kayra.
 
Kayra tampak terpukul dengan kabar yang mengejutkan seperti ini. Tak hanya Kayra, Noval yang berstatus mantan pacar Asyilla pun, begitu sangat terpukul. Laki-laki itu hanya diam tak bergeming, rasa syoknya masih menerpa hatinya. Orang yang masih sangat ia cintai, kini harus menerima musibah seperti ini.
 
Sementara di kursi panjang rumah sakit, Sandy tengah berduduk dan terus mengusap wajahnya sangat gusar. Tak lama, seorang dokter keluar dari ruangan UGD. Membuat Sandy langsung menghampiri dokter itu dengan penuh rasa harap. Berharap, bahwa Asyilla bisa selamat.
 
“Dokter, bagaimana dengan kondisi sahabat saya? Dia baik-baik aja ‘kan Dok?” Terdengar suara kecemasan yang begitu mendalam dari bibir Sandy. Ia terus berharap, bahwa Asyilla bisa selamat dalam kecelakaan ini.
 
Dokter itu menghela nafasnya sebentar, lalu berujar, “Mohon maaf, akibat luka di kepalanya yang cukup parah, membuat pasien terjun ke bawah alam sadarnya. Yang bisa di katakan, bahwa pasien mengalami koma.”
 
Deg!
 
Seluruh tubuh Sandy mendadak lemas, kakinya seakan melayang dari pijakan. Syok—itulah yang di rasakannya saat ini. Laki-laki itu terus merutuki kesalahannya. Mungkin, jika bukan karena dirinya, Asyilla tidak akan koma seperti ini.
 
“Lantas, bagaimana dengan kondisi gadis yang satunya, Dokter? Apa dia selamat?” Kini, Sandy beralih bertanya mengenai kondisi seorang gadis yang sempat ia tabrak tadi.
 
“Keduanya sama-sama koma. Luka yang di terima akibat kecelakaan itu cukup parah. Kita hanya bisa meminta pada Tuhan, untuk kesembuhannya. Hanya Tuhan yang bisa memberikan mukjizat pada keduanya,” tutur Dokter itu kepada Sandy. “Kalau begitu, saya permisi dulu. Kedua pasien akan di pindahkan ke ruang rawatnya.”
 
“Baik, Dokter.”
 
Beberapa suster langsung membawa brankar Asyilla dan seorang gadis yang Sandy tabrak, menuju ruang rawatnya. Ruang rawat mereka bersebelahan. Jadi tidak menyulitkan untuk Sandy berjaga bergantian.
 
Sesampainya di ruang rawat masing-masing. Sandy melihat tubuh Asyilla yang di tempeli beberapa alat di tubuhnya. Hati Sandy merasakan sangat di remas oleh sebuah keadaan yang menimpa sahabatnya. Ia tidak bisa memaafkan kesalahan dirinya sendiri. Mengapa, mengapa harus Asyilla?
 
“Gue bodoh, gue bodoh udah menyebabkan lo koma! Gue gak bisa maafin diri gue sendiri!” Sandy terus menyalahkan dirinya. Jika Asyilla tidak selamat, Sandy tidak akan pernah memaafkan kesalahannya sendiri.
 
Dokter itu pun langsung keluar lagi dari ruangan Asyilla, membuat Sandy langsung beranjak berdiri.
 
“Apa saya boleh melihat sahabat saya, Dok?” tanya Sandy pada dokter itu.
 
“Tentu saja boleh,” jawab dokter itu membuat Sandy langsung memasuki ruangan Asyilla segera mungkin.
 
Sandy melihat Asyilla terbaring lemah di brankarnya. Dengan cairan infusan yang terus menetes mengaliri selangnya, dan bunyi detak mesin EKG yang membuat hati Sandy merasa sangat teriris, sakit.
 
Sedih? Tentu saja. Sandy tidak kuasa melihat Asyilla seperti ini. Sekarang, Asyilla harus berjuang melawan mautnya.
 
Sandy mencoba mendekati brankar Asyilla. Tangannya mencoba menggenggam tangan gadis itu. “Sil, gue mohon bangun! Lo harus kuat, Sil. Lo gak boleh nyerah gitu aja,” ucap Sandy sangat sendu.
 
Sandy tidak bisa membendung tangisnya. Karena luka Asyilla sangat begitu parah. Sedangkan dirinya, dirinya hanya mempunyai luka memar di bagian kepalanya. Luka Asyilla tidak sebanding dengan luka yang Sandy punya.
 
 *****
 
Malam harinya, akhirnya Intan dan Bisma sampai di Bandung di rumah sakit Karya Husada tempat Asyilla di rawat. Kedua orang tua itu langsung memasuki ruangan putrinya dengan wajah kecemasan yang tercetak jelas. Di belakang, di susul oleh Ani—ibunya Sandy yang ikut menjenguk Asyilla dan putranya.
 
Intan mendekati brankar Asyilla. Tangannya mengusap lembut rambut Asyilla. “Sayang, bangun, ini Mamah.” Ucapan Intan membuat hati Sandy terenyak. Ia tahu betul perasaan Intan ketika melihat putrinya terbaring lemah. Begitu juga dengan Sandy. Dirinya sama-sama merasakan sangat sakit.
 
“Sandy, apa yang dokter katakan mengenai kondisi Asyilla? Mengapa ia masih saja tertidur,” tanya Intan dengan nada yang bergetar lemah.
 
Sandy menundukkan wajahnya dalam. “Dokter bilang, Asyilla koma, Tante. Maafin, Sandy.”
 
“Asyilla! Kenapa ini semua terjadi sama kamu, Sayang?” Intan meraung histeris. Ia terus memeluk putrinya, dan takut akan Tuhan mengambil Asyilla detik itu juga. “Mamah mohon, kamu harus bertahan demi Mamah sama Papah.”
 
Dengan langkah kecilnya, Bisma mencoba menghampiri Sandy yang tengah menangis di sebuah sofa dengan di tenangi oleh ibunya.
 
“Kenapa kalian bisa kecelakaan, Sandy?” Bisma duduk di samping Sandy, dengan gurat kesedihan di wajahnya.
 
Sandy tidak berani menatap Bisma. Ia takut, jika Bisma akan menyalahi dirinya dan tidak terima dengan keadaan Asyilla yang harus terbaring lemah.
 
“Maafin Sandy, Om. Tadi ketika Sandy sedang menyetir, tiba-tiba ada seseorang yang menggunakan topeng di wajahnya dan mendorong seorang perempuan ke arah mobil Sandy. Hingga Sandy menabrak orang itu, dan mencoba membanting setir sampai akhirnya menabrak trotoar,” jelas Sandy pada Bisma. “Sepertinya dia mau mencoba membunuh gadis itu, Om,” sambungnya.
 
Bisma yang mengerti dengan penjelasan Sandy, dirinya langsung berujar, “Baiklah, Om mengerti tentang penjelasan kamu. Kamu jangan khawatir, Om akan membantu kamu dari kasus ini. Karena kamu tidak bersalah,” tutur Bisma.
 
Bisma tidak menyalahkan Sandy sama sekali. Karena pikirnya, ini adalah murni suatu kecelakaan.
 
“Kamu harus cepat-cepat menyelesaikan kasus ini, Sandy. Ini bukan hanya menyangkut tentang Asyilla saja, melainkan gadis yang sudah kamu tabrak juga,” ujar Ani pada putranya.
 
“Betul apa kata ibu kamu, Sandy. Om akan bantu kamu tentang kasus ini.”
 
Sandy mengangguk. “Makasih, Om, sudah mau membantu Sandy. Sandy akan segera selesaikan kasus ini.”
 
“Kamu tahu gadis itu di mana sekarang?” tanya Bisma.
 
“Tahu, Om. Gadis itu ada di ruangan sebelah. Biar Sandy antar,” jawab Sandy. Kini matanya beralih menatap ibunya yang ada di sampingnya. “Bunda tunggu dulu di sini ya, temenin Asyilla sama Tante Intan,” ucap Sandy dan di angguki oleh Ani.
 
Bisma dan Sandy langsung menuju ruangan gadis yang tertabrak itu. Gadis itu sama seperti Asyilla. Kondisinya sama-sama dalam keadaan koma. Karena kedua gadis itu memiliki luka yang cukup serius.
 
Sesampainya di ruangan itu, Bisma melihat gadis yang sama seperti putrinya. Ia terbaring sangat lemah. Dan harus berjuang melewati mautnya seperti Asyilla. Kasihan sekali, pikirnya.
 
Dokter yang tengah memeriksa keadaan gadis itu langsung menoleh kala suara pintu terbuka. Dokter itu langsung menghampiri Bisma dan Sandy untuk menanyakan sesuatu.
 
“Anda keluarga dari pasien?” tanya Dokter bername tag Wira.
 
Bisma menggeleng. “Saya orang tua dari anak saya yang sudah menabrak gadis tersebut, Dok. Saya di sini sebagai orang tua mau bertanggung jawab.” Penjelasan Bisma membuat dokter itu mengangguk mengerti.
 
Dokter Wira menghela nafasnya sebentar. “Gadis itu mengalami koma, dan dia tidak ada identitas yang di temukan. Hingga menyulitkan pihak rumah sakit untuk menghubungi keluarganya.”
 
“Biar saya yang tanggung jawab mengenai kondisi dia, Dok. Saya akan mencoba mencari pihak keluarga dia,” ujar Bisma pada dokter Wira.
 
“Baik! Kalau begitu, saya permisi dulu. Jika terjadi apa-apa dengan pasien, bisa panggil saya.”
 
“Baik, Dok!”
 
Bisma menatap gadis itu nanar. Begitu malang nasibnya, hingga ada seseorang yang ingin mencelakai dirinya. Bisma dan Sandy mencoba mendekat ke brankar gadis itu. Gadis itu masih setia dengan mata yang terpejam rapat.
 
Sebenarnya, siapa gadis itu? Terlihat dari wajahnya, gadis itu terlihat sangat lugu. Tapi mengapa, ada seseorang yang tega ingin melukai dirinya? Apa gadis itu mempunyai kesalahan yang sangat fatal, hingga membuat seseorang ingin melukai dirinya? Pikir, Bisma terheran.
 
“Kasihan gadis itu, saya akan mengurusi pengobatan kamu sampai sembuh,” gumam Bisma menatap gadis itu. Kini, ia mencoba menoleh pada Sandy. “Dan kamu, Sandy. Kamu harus menceritakan ini semua kepada polisi. Karena ini semua, bukan hanya menyangkut tentang Asyilla saja. Tetapi, gadis itu juga yang menjadi korban dari seseorang yang ingin membunuhnya,” sambung Bisma pada Sandy.
 
“Baik, Om. Sandy akan segera menceritakan ini semua kepada pihak berwajib,” balas Sandy pada Bisma.
 
“Kamu jangan takut, Om akan menemani kamu.”
 
Sandy harap, ia tidak harus sampai mendekam dipenjara. Karena ini semua adalah murni ke tidak sengajaan. Jika ia sampai di penjara, bagaimana masa depannya? Sandy tidak bisa membayangkan hal itu. Semoga saja, Tuhan mempermudah urusan Sandy, agar Sandy bisa segera mungkin keluar dari jurang kehancuran.
 
Di sudut yang sangat jauh. Seseorang tengah tertawa penuh kemenangan. Dirinya merasa sangat berhasil sudah menyingkirkan gadis itu. Sudah tidak ada lagi penghalang untuk dirinya bisa menguasai semuanya.
 
“Selamat tinggal Upik Abu,” gumam seseorang itu.
 
Kira-kira, siapa seseorang itu? Mengapa dia begitu sangat senang melihat kehancuran yang di rasakan oleh gadis tersebut? Sungguh, begitu malang nasib gadis itu.

Switched Souls - Asyilla & Atta (Tamat)Where stories live. Discover now