48. She's Gone

15.6K 2.3K 390
                                    

[Kalau bisa, bacanya sambil dengerin multimedia ya]

Mungkin udah saatnya buat kita berpisah dan berjalan di jalan yang kita pilih masing-masing. Mungkin, kita emang enggak ditakdirin buat berjalan beriringan.

▪️▪️▪️

Sudah beberapa bulan setelah hari kelulusan, kini Arka disibukkan dengan mengurus Blurry Cafe. Mengurus foto-foto untuk menu baru yang akan diluncurkan sebentar lagi, memikirkan ide-ide menarik untuk kemajuan kafe ini. Arka sudah mencoba untuk menyibukkan diri dengan hal-hal yang ia suka agar ia bisa menepis bayang-bayang tentang Mili di benaknya, akan tetapi ia selalu gagal. Gadis itu seakan tidak bisa berhenti menghantui pikirannya walaupun hanya sedetik.

Kesalahpahaman ini ingin Arka luruskan, tetapi di satu sisi Arka juga sadar jika yang ia lakukan pada Mili sudah menyakiti perasaan gadis itu. Akan tetapi, andaikan saja Mili mau mengerti jika ada alasan kuat yang Arka lakukan di balik semua itu.

Andaikan saja gadis itu tahu, jika perasaan itu sudah tumbuh dan memekar di dalam perasaan Arka. Bahkan, kini Arka tidak tahu bagaimana cara menghilangkan perasaan itu. Meskipun ia sadar, jika hubungannya dengan Mili memang sudah kandas bahkan sebelum hubungan itu dimulai. Andaikan saja Mili tahu, jika Arka merasa begitu kehilangannya, meskipun mereka belum pernah saling memiliki.

Kesalahpahaman ini begitu menyiksa perasaan mereka berdua.

Setelah selesai memotret beberapa menu baru yang akan diluncurkan sebentar lagi, Arka duduk di kursi yang ada di seberang sana. Ia tersenyum miris, dahulu ini adalah spot yang biasa ia duduki bersama Mili. Biasanya, ia dapat melihat gadis itu tertawa, marah, atau bahkan cemberut karena terlalu lama menunggunya. Arka masih ingat saat pertama kali Mili marah padanya karena ia mengganti konsep Blurry Cafe dari konsep Rock and Roll menjadi konsep vintage.

Semua hal tentang Mili masih tersimpan rapi di dalam memorinya.

Arka membuka kameranya, melihat foto-foto menu yang baru saja ia potret. Ia menggeser dan melihat hasil foto yang ada di kameranya. Ia tersenyum miris menatap foto-foto Mili yang ada di sana. Banyak sekali foto Mili yang ia potret tanpa gadis itu ketahui.

Andai Mili tahu jika sekarang Arka begitu merindukannya.

"Cie elah, ngeliatin foto siapa sih lo?" Fokus Arka terhadap foto-foto di kameranya seketika buyar ketika mendengar suara itu. Sosok itu adalah Sam, ia duduk di depan Arka seraya tertawa dan menggelengkan kepalanya.

Arka menatapnya dengan tatapan datar, lalu mematikan dan meletakkan kameranya di atas meja.

"Masih aja galau lo gara-gara tetangga?" ledek Sam, "makanya kalau emang lo beneran suka sama dia, tinggal bilang dan jelasin aja sih, Ka. Enggak ada untungnya lo berdua diem-dieman kayak begini," lanjut Sam memberi saran.

Arka menarik napas sejenak. "Berisik lo."

Sam tertawa menatap Arka. "Ka, mau sampe kapan sih lo kayak gini? Lo cuma nyiksa perasaan lo sendiri aja tau enggak?"

Sam tampak merubah posisi duduknya, lalu menatap sohibnya dengan tatapan yang lebih dalam dan serius dari sebelumnya. "Gue kasih tau ya, Ka."

"Cowok dan cewek itu diciptakan untuk saling melengkapi. Biasanya, cewek kalo mikirin sesuatu itu pakai hati, sedangkan cowok pakai logika. Kalau dua-duanya cuma ngandelin ego sama hati, gimana lo berdua bisa nyatu? Lagian, isi pikiran hati sama cewek itu susah ditebak."

"Emangnya lo mau dia beneran pergi dari lo?" tanya Sam.

"Terserah lo mau bilang gue berisik atau sok tahu. Mending lo ikutin saran gue, lo bilang dan jelasin sama Mili apa adanya. Walaupun Mili marah, seenggaknya dia tahu yang sebenernya kayak gimana. Dari pada lo berdua terus-terusan salah paham kayak gini? Jangan salah, gini-gini mantan gue udah ada di seluruh kota di Indonesia. Jadi, saran gue kayaknya ampuh buat didengerin," ujar Sam dengan begitu percaya diri. Arka hanya tersenyum kiri menanggapi sohibnya itu.

Broken Memories [Telah Diserieskan]Where stories live. Discover now