54. Increasingly Complicated

11.9K 2.3K 572
                                    

[Kalau bisa, bacanya sambil denger multimedia ya]

Sekarang, gue sadar kalo sayang enggak selamanya harus memiliki.

▪️▪️▪️

Keesokan harinya, Mili harus berkuliah seperti biasanya, meskipun sepanjang hari perasaannya tidak menentu. Ia tidak bisa fokus karena pikirannya tertuju kepada Arka. Mili merasa bodoh dan bersalah atas sikapnya selama ini kepada Arka.

Alih-alih tidak ingin membuat hubungannya dengan Arka semakin rumit, ternyata yang ia lakukan justru membuat rumit hubungannya dengan Arka. Hal itu pula yang justru menyakiti perasaan mereka masing-masing.

Setelah selesai mengikuti dua kelas hari ini, Mili mengemas barang-barangnya untuk segera kembali ke rumah Tante Kia. Akan tetapi, sebuah notifikasi masuk ke dalam ponselnya. Perhatian Mili teralih pada sebuah pesan masuk di ponselnya.

Mas Adrian: Mil, nanti kalo udah selesai kelas, ke kantor sebentar ya.

Mas Adrian: Langsung ke ruangan gue aja.

Membaca pesan yang ternyata dari Adrian, Mili segera membalas pesan itu.

Mili: Oke, Mas.

Mili lalu memasukkan ponselnya ke dalam tas dan segera berjalan untuk menuju ke kantor majalah demi memenuhi permintaan Adrian. Sebenarnya, Mili tidak tahu pasti mengapa Mas Adrian memintanya ke kantor sekarang, padahal tidak ada jadwal pemotretan hari ini. Akan tetapi, Mili berpikir mungkin Adrian akan membahas tentang proyek foto yang baru saja Mili lakukan kemarin dengan Arka.

Mili mulai bergegas pergi menuju kantor majalah, tidak sampai dua puluh menit, Mili sudah sampai di sana. Ketika memasuki kantor itu, Mili tersenyum kepada beberapa orang yang melemparkan senyumannya terlebih dahulu kepadanya.

Langkah Mili kini terhenti di depan ruang kerja Adrian, jemari mungilnya perlahan mengetuk pintu ruangan tersebut. Beberapa saat kemudian, gadis itu baru masuk ke dalamnya.

“Mil, apa kabar?” tanya Adrian seraya melemparkan senyum lebar ke arah Mili. Mili terkekeh kecil.

“Mas, kayak udah berapa abad enggak ketemu aja, baru juga kemarin kita ketemu,” sahut Mili.

Adrian terkekeh. “Ah, kayak enggak tahu basa-basi aja lo. Duduk, Mil.”

Mili kini duduk di depan Adrian. Sosok pria berusia 23 tahun itu menatap Mili. “Gue udah liat beberapa foto hasil pemotretan kemarin, sejauh ini gue suka kok sama hasilnya. Menurut gue, hasil akhirnya pasti bakalan keren.”

“Pendapat pribadi gue juga ini salah satu hasil pemotretan lo yang terbaik loh, Mil. Enggak sia-sia ya lo sama Arka kolaborasi,” lanjut Adrian. Mendengar nama itu, Mili tersenyum miris menanggapi perkataan Adrian.

“Makasih, Mas,” jawab Mili singkat. Permasalahannya dengan Arka belum selesai dan semua itu masih menghantuinya sekarang.

Adrian menatap Mili bingung, ia melekatkan tatapannya kepada gadis itu. “Gue bilang ini salah satu hasil pemotretan terbaik lo loh, lo enggak seneng gitu?”

Mili tertawa miris. “Ya seneng lah, Mas. Masa iya gue enggak seneng dipuji sama bos ganteng kayak lo.”

Adrian tertawa menanggapi lelucon Mili. “Tapi muka lo keliatan enggak seneng, lo malah keliatan lagi sedih banget, kenapa sih lo? Putus sama pacar? Atau lo lagi berantem ya sama temen lo yang suka jemput lo kesini? Siapa sih namanya?”

Broken Memories [Telah Diserieskan]Kde žijí příběhy. Začni objevovat