8. Tanpa Terduga

34.3K 3.1K 167
                                    

Akhirnya, Mili memutuskan untuk kembali ke rumahnya daripada dia harus nahan emosi karena ngomong sama Arka. Mili memarkirkan mobilnya lalu segera masuk ke dalam rumahnya.

“Woi, kusut amat muka lo!” Dari meja makan, seseorang melemparnya dengan sebuah apel. Membuat Mili melempar balik apel itu kearahnya.

Sosok itu adalah Melody—Kakak Mili yang sekarang kuliah semester 3 di jurusan Bisnis dan Manajemen di salah satu institut terkenal di daerah Bandung. Biasanya dia dipanggil Melo biar lebih singkat aja.

Mili akuin, Melo itu pinter banget sampe-sampe nyokapnya suka banget banding-bandingin dia sama Melo. Tapi ‘kan jelas aja Mili lima kali lipat lebih cantik kalo dibandingin sama Melo.

Mili menghela napas lalu duduk di samping Melo. Mili mengambil segelas air mineral lalu meninumnya. Melo menatap Mili meledek.

“Balik sama siapa lo? Sama cowok?”

“Kok lo pake jaket cowok sih? Bau parfume cowok lagi. Lo pacaran ya? Udah berhasil lo naklukin hatinya Si Ditto itu?”

Mili memakan apel itu seraya menatap Melo dengan malas. “Berisik lo!”

“Lagian ngapain sih lo pulang segala?” tanya Mili malas.

“Mendingan lo balik lagi deh ke Bandung.”

“Suka-suka gue lah,” sahut Melo.

“Lagian nih ya, lo tuh udah kelas 12. Jangan pacaran mulu. Mendingan lo belajar biar bisa kayak gue!” ujar Melo sombong.

Mili tertawa sinis lalu melempar kembali apel yang sudah ia gigit ke wajah Melo.

“Heh, songong lo ya? Dikasih tau yang bener juga.”

Mili menatap Melo. “Ngapain coba gue kayak lo?”

“Yang kerjaannya belajar setiap waktu sampe nggak punya temen. Terus jadi jomblo abadi seumur hidup gara-gara nggak ada cowok yang naksir gitu? Ogah!” ledek Mili.

“Ya dari pada lo kerjaannya bikin onar terus sampe setiap bulan Mama pasti dipanggil dateng ke sekolah lo. Balik malem mulu lagi lo! Nilai lo tuh urusin!” Melo tak mau kalah.

“Kalian ini ribut kenapa sih? Lagian juga kamu Mili, Kakaknya baru pulang malah diajak berantem. ‘Kan kasihan Melo.”

Mili tertawa sinis. “Emangnya Mama pernah kasian sama Mili?”

“Ya nggak gitu, Mil. Melo ‘kan baru aja selesai ujian. Lagian sejauh ini setiap semester IP Melo nggak pernah ada yang dibawah 3,5. Itu nggak gampang loh, Mil dapetnya!”

“Ya terus hubungannya sama Mili apa?”

“Nilai kamu aja nggak pernah ada yang diatas 80. Kamu tuh belajar yang bener dong, Mil.”

“Nilai seni Mili selalu diatas 90. Tapi Mama nggak pernah ngeliat itu, ‘kan?”

“Mama cuma mau kamu sekolah yang bener, bukan dengerin musik rock terus belajar tentang fashion yang nggak jelas. Apalagi ikut-ikut modeling yang nggak ngejamin masa depan kamu. Kamu harus contoh Kakak kamu!”

“Dia belajar giat buat bisa nerusin bisnis sama perusahaan keluarga kedepannya!”

Mili menghela napas sejenak. “Yaudah, Mili juga nggak berminat ngurusin perusahaan Mama sama Papa.”

“Lagian ya Ma, fashion sama modeling itu pasti ada gunanya. Mama nggak liat model-model sama designer internasional yang bisa sukses? Kadang-kadang Mama katro sih.”

“Ya itu ‘kan mereka, bukan kamu! Emangnya kamu bisa kayak mereka?” tanya Vena—Mama Mili.

“Kerjaan kamu aja bikin onar terus!”

Broken Memories [Telah Diserieskan]Where stories live. Discover now