30

313 33 6
                                    

'Setidaknya kamu harus memiliki seseorang yang kamu cintai untuk dijadikan senjata.'

Zoya berdiri di balkon kamarnya sembari menatap langit malam. Indahnya gemerlap bintang di langit tak seindah perasaan Zoya saat ini. Dia memejamkan matanya sejenak dan menghirup udara sebanyak-banyaknya. Kata-kata Eyang kemarin masih saja terngiang-ngiang dikepalanya.

'Apa yang harus Zoya lakukan Eyang..? Eyang tahu sendiri kalau Zoya tidak punya senjata itu.'

Jatuh cinta? Zoya belum pernah merasakan yang namanya jatuh cinta. Pernah sekali dia mengagumi seseorang. Seseorang itu adalah teman sekelasnya ketika SMP dan itu sudah lama. Apa itu bisa disebut cinta? Apa mengagumi seseorang itu bisa dikategorikan cinta?

'Aku rasa tidak..'

Bukankah cinta itu bermula dari sebuah perasaan? Bukankah cinta itu ditandai dengan adanya getaran?
Perasaan dan getaran terhadap seseorang. Apa Zoya pernah merasakan itu?

"Perasaan dan getaran. Tunggu dulu, perasaan dan getaran, itu...." Zoya terlihat berpikir sembari memegang dadanya.

"Perasaan dan getaran...astaga...!!" Zoya membelalakkan matanya sempurna.

Tiba-tiba saja nama Kin langsung terlintas dipikirannya. Ya, pria galak itu akhir-akhir ini sangat sering membuat jantungnya berdetak secara tidak normal. Apa jangan-jangan....

"No, no, no. Jatuh cinta dengannya? Itu mustahil. Aku pasti sudah kehilangan akal kalau sampai jatuh cinta dengan orang galak itu." Zoya menggeleng.

'Masakan apa ini!'

'Kamu pikir saya kambing?!'

'Kenapa kamu masak udang? Apa kamu mencicipi udang itu waktu kamu memasak? Kamu benar-benar mau mati konyol karena alergi kamu itu?! Benar-benar menyusahkan!'

'Hanya orang kaya dan punya banyak uang yang berani menolak uang ini. Katakan, kamu pasti menginginkan uang ini kan? Jaman sekarang siapa yang tidak tertarik dengan uang? Binatang pun kalau ngerti uang dia pasti tertarik dengan uang ini.'

'Oh ya? Setidaknya kamu harus membalas kebaikan yang sudah Saya berikan selama kamu jadi pembantu Saya, nona Airlangga.'

'Kebaikan yang sudah Saya berikan kalau di akumulasikan jadi uang, itu sama sekali tidak sedikit.'

Mantan majikan galaknya itu kalau berbicara pasti menusuk ke hati. Zoya yakin kalau Kin tidak pernah memperkirakan perasaan orang lain akan seperti apa setelah mendengar ocehan pedasnya itu. Bagaimana bisa dia jatuh cinta dengan orang yang tidak punya perasaan seperti itu? Itu tidak mungkin dan tidak akan pernah terjadi. Ketukan pintu tiba-tiba saja menghentikan aktivitas Zoya dengan pemikiran mustahilnya. Belum sempat dia membukakan pintu, pintu kamarnya sudah terbuka lebih dulu dan menampilkan Laren disana.

"Mama.."

"Zoya..Mama mau bicara penting denganmu." Laren meraih tangan Zoya lalu menuntun putrinya itu duduk di tepi ranjang.

"Bicara apa, Ma?" tanya Zoya.

Perasaan Zoya mendadak tidak enak.

***

Laren mengelus tangan Zoya dengan lembut. Hal itu membuat Zoya merasa seperti mendapat keajaiban. Sebelumnya Laren sangat jarang bersikap seperti itu padanya. Tiba-tiba saja hatinya menghangat mendapat perlakuan manis dari perempuan yang sudah melahirkannya itu.

"Kamu tahu sendiri kan Zoy, kondisi Eyang sudah lumayan baik. Maka dari itu Mama mau kamu putuskan sekarang juga masalah perjodohan kamu dengan Satria. Mama berharap kamu menerima perjodohan itu sayang.."

Zoya menarik tangannya dari genggaman Laren. Masalah itu lagi. Ya, Zoya tahu cepat atau lambat orang tuanya pasti akan mengungkit masalah perjodohan itu setelah Eyang sadar dari koma. Seperti tiupan angin, mendadak hatinya tiba-tiba kembali seperti sedia kala. Dia sungguh kecewa.

"Apa jawaban kamu, Zoy?" tanya Laren.

Zoya menghela nafasnya berkali-kali. Dia benar-benar dilema sekarang.

"Zoy..." Laren meraih kembali tangan Zoya seolah menuntut jawaban dari putrinya.

"Maafkan Zoya, Ma.."

"Jadi kamu tetap menolak perjodohan itu? Sebenarnya alasan kamu menolak perjodohan dengan Satria itu apa? Apa karena image Satria selama ini? Betul begitu? Kalau masalah itu kamu tidak perlu khawatir, kam--"

"Alasan Mama dan Papa melakukan ini apa?" Zoya memotong ucapan Laren dengan pertanyaan yang selama ini tak kunjung ia dapatkan jawabannya dari mulut kedua orang tuanya.

Laren menatap wajah Zoya dengan lekat. "Kamu mau tahu alasannya? Ini semua demi kamu, demi kebahagiaan kamu. Satria itu orang yang tepat untukmu, Zoy. Harus berapa kali lagi sih mama jelaskan ke kamu?"

Zoya menggeleng. "Enggak, Ma. Ini bukan demi kebahagiaan Zoya. Bukan."

"Zoy..."

"Perusahaan, apa semua ini karena perusahaan? Sebenarnya apa sih Ma yang Mama dan Papa sembunyikan dari Zoya? Kenapa Mama dan Papa ngotot mau jodohin Zoya dengan orang yang tidak Zoya cintai? Kenapa, Ma?"

Laren melepas genggamannya dari tangan Zoya. Dia memejamkan matanya sejenak. Wajahnya terlihat pucat pasi seolah menyimpan banyak masalah.

"Kamu mau tahu?"

Melihat ekpresi Laren yang tertunduk lemas seperti itu membuat Zoya semakin yakin dengan asumsinya selama ini. Pasti ada sesuatu yang disembunyikan orang tuanya mengenai alasan perjodohan itu.

"Aditama Group menuntut balas budi ke Papa kamu."

Balas budi?

"Sebelum perusahaan kita sukses seperti sekarang ini, perusahaan kita bukanlah apa-apa dulunya. Tapi semenjak Wisnu mengucurkan dana yang besar dan menanamkan modalnya pada perusahaan kita, perusahaan yang papa kamu bangun bertahun-tahun jadi berkembang pesat. Seiring berjalannya waktu, perusahaan kita menjadi perusahaan yang sangat diperhitungkan dan menjadi perusahaan besar kedua setelah Dhananjaya Group. Aditama Group yang sekarang hanya diperhitungkan sebagai perusahaan ke tiga terbesar setelah kita merasa tidak di untungkan. Oleh sebab itu mereka menginginkan 30% dari saham perusahaan kita tapi papa kamu tidak mau, itu terlalu besar. Jadi satu-satunya jalan terakhir yang mereka minta yaitu pernikahan kamu dengan Satria," ungkap Laren.

Zoya terkejut mendengar alasan yang sebenarnya. Ternyata benar, perusahaan lah alasannya. Papanya menolak memberikan 30% saham pada Aditama Group lalu menukar dirinya sebagai pilihan terakhir. Dia benar-benar tidak menyangka betapa serakahnya Dirga. Hanya demi tidak ingin kehilangan 30% saham papanya itu rela menukar kebahagiaan anaknya sendiri. Orang tua macam apa itu pikir Zoya.

"Zoy...Mama mohon, terima perjodohan kamu dengan Satria. Cuma ini satu-satunya cara untuk membalas semua kebaikan keluarga Aditama pada kita. Besok mereka mengajak kita makan siang di luar. Tolong persiapkan dirimu dengan baik. Kamu harus ikut makan siang itu."

Zoya tersenyum sumbang. "Zoya tidak habis pikir, dimata Mama dan Papa ternyata saham lebih penting dari pada kebahagiaan anak sendiri."

"Zoya...tolong mengerti posisi kami, posisi Papa kamu, Nak."

"Kenapa harus selalu Zoya yang mengerti, Ma? Kenapa? Apa Mama dan Papa tidak memikirkan sedikit saja perasaaan Zoya sekarang? Apa saham dan perusahaan lebih penting daripada kebahagiaan Zoya?"

"Zoy..."

"Tinggalkan Zoya sendiri, Ma.."

Zoya memalingkan wajahnya dari Mamanya. Kebenaran yang dia ketahui dari Mamanya membuatnya sedih. Setidaknya dia perlu berpikir sekarang ini.

"Baiklah..tapi Mama mohon, pikirkan sekali lagi masalah perjodohan kamu dan Satria. Mama mohon..."
Setelah mengucapkan itu Laren keluar dari kamar.

Zoya tidak habis pikir, mengapa orang tuanya bisa berbuat setega itu padanya. Dia merasa seperti dijadikan mainan dan itu rasanya sangat sakit. Apa tidak ada jalan keluar lain selain harus melakukan perjodohan gila itu?









Tbc....

@luxurypbs
@nylhtac811
@cutmarlizaa

Kin & Zoya [Completed]Where stories live. Discover now