49

180 19 12
                                    

Kenyataannya Anda memang tidak mengenal putri Anda dengan baik. Jika Anda mengenal putri Anda dengan baik, Anda pasti tahu, siapa orang yang benar-benar putri Anda cintai saat ini.

Kin masih memikirkan keputusan apa yang akan di ambil oleh Dirga. Meskipun yang ia ungkapkan pada malam itu tidak sepenuhnya benar, tapi dia berharap Dirga membuat keputusan yang akan menguntungkan Zoya nantinya. Terlebih, ia juga telah menyarankan sebuah kesepakatan besar pada pemimpin Airlangga Group itu. Jika Dirga benar-benar peduli dengan semua sahamnya, maka kesepakatan yang ia ajukan itu akan berjalan sesuai rancana. Namun, jika rencananya itu  tidak berhasil, ia terpaksa harus menyiapkan opsi lain untuk meyakinkan Dirga.

Kin mengusap wajahnya dengan frustasi lalu bangkit dari tempat tidur. Masih mengenakan piyama tidurnya, ia berjalan menuju balkon dan menghirup udara sebanyak-banyaknya disana. Udara pagi ini terlalu menyegarkan untuk ia lewatkan, terlebih bagi dirinya yang beberapa hari terakhir ini terus terjaga sepanjang malam. Dia perlu merelaksasikan pikirannya yang selalu dipenuhi oleh pikiran kotor. Ya, sebut saja begitu. Dia tidak peduli dengan mesin waktu yang terus berjalan dan merengek memintanya untuk segera mandi dan bersiap pergi ke kantor.

"Akh!"

Setelah kepulangannya dari rumah Dirga malam itu, perasaan Kin berubah menjadi aneh. Dia lebih sering melamun dan berkhayal seolah ia dan Zoya hidup layaknya sepasang kekasih. Dia berusaha sekuat tenaga  mengenyahkan semua pemikiran aneh itu, namun hanya sia-sia. Dia kembali larut dalam gelombang ilusi yang tak bertepi. Jika hal ini terus-menerus terjadi, ia khawatir kewarasannya akan terkuras secara perlahan.

Berselang lama terdengar ketukan pintu dari luar kamarnya. Bisa ditebak dengan pasti seseorang yang berani mengganggu waktu berharganya saat ini. Siapa lagi kalau bukan Novia? Kin memang sengaja menginap di rumah orang tuanya. Anggap saja ia ingin mencari hiburan karena beberapa hari belakangan ini ia sangat kesepian. Alasan yang klise. Namun, itu jauh lebih baik daripada ia merasa sendirian dan berujung menjadi petapa bujang lapuk yang sibuk memikirkan perempuan.

Pintu kamar terbuka. Langkah kaki Novia semakin terdengar jelas dipendengaran Kin. Merasa tidak tega memunggungi sang Ibu, Kin pun berbalik menatap kedatangannya.

"Ini sudah jam berapa, hum? Kenapa kamu belum siap-siap pergi ke kantor?" tanya Novia yang merasa aneh dengan kebiasaan baru sang anak. Sebelumnya Kin tidak pernah semalas ini pikirnya.

Alih-alih menjawab pertanyaan Novia, Kin hanya sibuk memandang kalung yang melingkar indah di leher Ibunya itu. Dia senang Novia mengenakan kalung pemberiannya. Disaat yang bersamaan, ia kembali teringat momen saat ia dan Zoya pergi ke toko perhiasan beberapa waktu yang lalu.

"Kenapa kamu menatap Mama seperti itu?" tanya Novia heran.

Kin tersenyum hangat. "Kalung itu sangat cocok. Kenapa baru memakainya sekarang?"

Novia menyentuh kalung dilehernya dengan senang. "Bukannya apa-apa, tapi sayang aja kalau dibiarkan nganggur."

"Kalau begitu jangan dilepas lagi," pinta Kin.

"Emm....baiklah..baiklah.. Oh, ya, Mama baru ingat. Kamu itu tidak pandai memilih perhiasan, apalagi kalung seperti ini. Cerita, dengan siapa kamu membeli kalung ini, hum?" tanya Novia penasaran.

Kin mengalihkan pandangannya. Mengapa Novia ingin tahu tentang itu pikirnya. Apa itu sangat penting?

"Akh...sepertinya aku harus ke kantor sekarang." Kin menggosok lehernya yang mulai dihinggapi keringat.

Novia merasakan gelagat aneh dari Kin. Dia sangat mengenal kebiasaan anak-anaknya. Jika sikap anaknya tidak benar seperti ini, pasti ada sesuatu yang terjadi pikirnya.

Kin & Zoya [Completed]Место, где живут истории. Откройте их для себя