21

368 35 2
                                    

"Ini gaji kamu bulan ini." Kin menyerahkan uang sebesar sepuluh juta rupiah pada Zoya di meja makan.

Zoya syok melihatnya. "Sep..sepu..luh juta?"

Tentu saja Zoya kaget mendapat gaji sebanyak itu. Seingatnya gajinya bulan lalu tidak sebanyak ini.

"Kenapa? Kurang?"

Zoya menggeleng. "Ini terlalu banyak Tuan. Saya tidak bisa menerimanya.."

Kin menghela nafasnya. "Terus kamu inginnya berapa?"

"Tidak digaji juga tidak apa-apa Tuan.."

Tidak lama Zoya menyadari ucapan yang keluar dari mulutnya. Aish...pembantu mana yang tidak mau digaji? Tapi masalahnya ini adalah status dia yang hanya pembantu gadungan, bukan pembantu sungguhan. Masa dia harus menerima gaji sebanyak itu? Enak sekali dia. Pembantu lain pasti iri kalau mereka tahu Zoya si pembantu gadungan dapat gaji melebihi gaji pembantu sungguhan.

"Maksud kamu?" Kin melipat tangannya ke dada.

Zoya memutar otaknya mencari jawaban. "Eh..maksud Saya.."

Kin menunggu dengan sabar.

"Maksud Saya, lebih baik Tuan kurangi gaji Saya jadi separuhnya saja. Kalau sebanyak ini Saya jadinya tidak enak Tuan. Ini terlalu banyak."

"Pembantu lain menginginkan gaji sebanyak kamu. Tapi kenapa kamu menolak? Apa kamu sudah kaya sampai-sampai kamu menolak uang ini?"

"Eh?"

'Kalau kaya memangnya kenapa? Aish..bagaimana cara menjelaskannya?'

"Hanya orang kaya dan punya banyak uang yang berani menolak uang ini. Katakan, kamu pasti menginginkan uang ini kan? Jaman sekarang siapa yang tidak tertarik dengan uang? Binatang pun kalau ngerti uang dia pasti tertarik dengan uang ini."

Zoya membulatkan matanya. "Jadi tuan pikir Saya ini matre?"

"Ya..siapa tahu. Kita tidak bisa menilai orang lain dari luarnya saja kan? Terkadang orang baik juga bisa menjadi orang yang.. you know lah..matrealistis setelah mengenal uang." Kin beralih meminum jusnya dengan santai.

Zoya mendadak tersinggung dengan ucapan Kin. Dia mengepalkan tangannya dengan kuat. Matrealistis? Kin tidak tahu saja kalau Zoya sudah terbiasa memegang uang lebih dari yang majikan galaknya ini tawarkan padanya. Ekspresi wajah Zoya yang menahan kekesalan itu tidak luput dari perhatian Kin.

"Kalau Tuan pikir Saya perempuan matre, maaf. Saya bukan perempuan seperti itu. Permisi." Zoya beranjak pergi meninggalkan meja makan.

Kin menatap kepergian Zoya dengan perasaan bersalah. Dia tidak bermaksud menyinggung perasaan Zoya. Kin memijat pelipisnya sembari berpikir. Apa dia harus menyusul Zoya dan meminta maaf padanya sekarang?

Tidak lama ponsel Kin berdering.
Kin mengangkatnya. "Ya halo. Klien sudah tiba di kantor? Baiklah, katakan padanya untuk menunggu sebentar."

Kin menutup ponselnya. Dia bangkit dari duduknya dan mengambil uang yang tergeletak di atas meja lalu memasukkannya kembali ke dalam tas kerjanya.
Kin bersiap ingin pergi ke kantor. Tapi setelah berjalan tepat di depan kamar Zoya, Kin mendadak menghentikan langkahnya. Dia mendengar suara teriakan dari dalam kamar Zoya. Apa yang sebenarnya terjadi? Pintu kamar mendadak terbuka dan menampilkan Zoya dengan wajah yang berlinang air mata. Kin juga melihat Zoya memegang ponsel ditangannya.

'Apa kata-kataku tadi menyakitinya? Dan ponsel itu..'

Tanpa memperdulikan Kin, Zoya dengan tergesa-gesa berlari sampai ke pintu utama. Kin dengan sigap mengejarnya.

Kin & Zoya [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang