46

162 22 7
                                    

Setelah resmi bertunangan, sikap Satria selalu membuat Zoya jengah. Seperti pagi ini, pria itu sengaja datang pagi sekali dan menumpang sarapan di rumahnya. Jika Dirga dan Laren terkesan baik-baik saja dengan hal itu, hal berbeda justru ditunjukkan oleh Eyang. Perempuan lanjut usia itu bahkan kehilangan nafsu makannya begitu Satria berusaha mengambil alih perhatiannya dengan hal-hal kecil, seperti menuangkan air minum untuknya. Nampaknya, usaha apapun yang dilakukan Satria tak bisa meluluhkan hati Eyang yang sudah jauh-jauh hari tidak menyukainya.

"Kalau kamu tidak betah kerja disana, lebih baik kamu berhenti. Kamu harus fokus jadi istri yang baik, bukannya buang-buang waktu kerja di perusahaan itu." Laren mulai membuka percakapan yang beberapa menit lalu hanya diisi dengan kekosongan.

Zoya meletakkan sendok dan garpunya begitu saja. Nafsu makannya mendadak hilang setelah Laren mengungkit kembali tentang pekerjaannya. Memangnya apa salahnya jika ia bekerja di Dhananjaya Group? Apa ia melanggar aturan negara? Bukankah semua ini terjadi karena sikap orang tuanya sendiri sampai akhirnya ia memutuskan menerima tawaran Kin untuk bekerja disana?

Sementara itu, Satria nampak senang mendengar ucapan Laren yang meminta Zoya untuk berhenti dari perusahaan Kin. Lagi pula, Zoya tidak pantas bekerja disana karena Kin sudah lama ia anggap sebagai musuh pikirnya.

"Zoya sudah kenyang." Zoya bangkit dari duduknya dan menyalami tangan Eyang. "Eyang jangan terlalu capek. Zoya berangkat kerja dulu."

Eyang mengangguk setuju. Dia merasa kasihan dengan keadaan Zoya sekarang. Kapan cucunya ini bisa menjalani hidup normal tanpa kekangan pikirnya.

"Mama belum selesai bicara, Zoy!" Laren terlihat kesal karena ia baru saja di acuhkan oleh anaknya sendiri.

"Cukup! Biarkan cucuku pergi," kata Eyang tajam.

Zoya meninggalkan ruang makan begitu saja. Dia tidak memedulikan panggilan Laren yang terus saja merecokinya dengan kalimat-kalimat yang membuatnya ingin muntah. Bagaimana dengan Dirga? Papanya itu hanya sibuk makan tanpa memedulikan apapun. Sepertinya keadaan Dirga cukup baik beberapa hari ini karena saham perusahaan melonjak drastis berkat pertunanganya dengan Satria. Pantas saja sikap Papanya itu sangat tenang, ternyata semua berjalan sesuai apa yang ia inginkan.

Kepergian Zoya dari ruang makan diikuti oleh Satria. Hal itu semakin membuat pagi Zoya yang semula kacau menjadi tambah kacau. Mengapa pria ini selalu membuatnya jengah pikirnya. Rasanya ia ingin sekali menghilang dan pergi entah kemana, agar ia bisa terlepas dari jeratan orang tuanya dan pria menyebalkan ini.

"Aku akan mengantarmu hari ini," kata Satria seraya mencegat langkah Zoya yang ingin keluar dari gerbang.

"Tidak perlu," jawab Zoya ketus. Dia bahkan enggan menatap wajah Satria.

"Ikut, atau aku akan menggendongmu masuk ke dalam mobil," ancam Satria.

"Coba saja, aku akan teriak karena kamu berusaha melecehkanku!" tegas Zoya.

Satria tertawa terbahak-bahak. Hal itu membuat tingkat kekesalan Zoya semakin membumbung tinggi.

"Kamu pikir siapa yang sedang aku lecehkan ini, hum? Kita ini sudah bertunangan. Aku bebas melakukan apapun yang aku mau. Kamu pikir orang-orang akan percaya kalau aku melecehkan kamu? Tidak semudah itu. Lagian, siapa yang akan mendengar teriakan kamu? Ini rumah kamu sendiri. Ini bukan pasar atau jalan raya. Ayolah, rasional sedikit kalau berpikir." Satria benar-benar bertingkah seolah ia berada diambang kemenangan karena statusnya sebagai tunangan Zoya.

Zoya yang tidak tahan mendengar perkataan Satria langsung mendorong tubuh pria di depannya itu dan melanjutkan langkahnya keluar dari gerbang. Status mereka memang benar sudah bertunangan dan hampir semua orang mengetahui itu, namun bukan berarti Satria bisa bertingkah seenaknya kepada dirinya.

Kin & Zoya [Completed]Kde žijí příběhy. Začni objevovat