40

179 23 9
                                    

Zoya menyetujui pertunangannya dengan Satria. Ia pun telah memberitahu Eyang dan juga Satya tentang hal ini. Seperti yang ia duga, mereka menentang habis-habisan keputusan yang telah ia ambil. Satya mengomelinya dan mengatakan tidak akan datang ke acara pertunangannya nanti. Sementara itu, Eyang mengurung diri di dalam kamar dan tidak ingin bicara apa pun dengannya sampai ia membatalkan kembali pertunangannya dengan Satria.

Zoya berdiri mematung di depan pintu kamar Eyang, berharap perempuan lanjut usia itu mau bicara dengannya. Namun, berkali-kali ia memanggil, Eyang tak kunjung membuka pintu kamarnya. Zoya menghela nafasnya dengan cemas. Ia khawatir kesehatan Eyang akan terganggu lagi karena masalah ini. Dengan langkah gontai, Zoya kembali ke kamarnya dan menghempaskan tubuhnya ke tempat tidur.

"Tunggu sebentar lagi, Eyang. Ini cuma pertunangan, bukannya pernikahan, semuanya pasti akan berakhir."

Seberapa pun kerasnya Zoya menentang, pertunangan itu pasti akan terjadi. Dirga dan Laren tidak mungkin diam saja jika pertunangan itu batal. Maka dari itu, Zoya sudah merencanakan sesuatu untuk merubah pendirian keras orang tuanya. Tunggu dan lihat saja, ia yakin rencananya akan berhasil.

Zoya mengambil ponselnya dan membuka kembali pesan dari Satria. Pria itu mengajaknya pergi membeli cincin besok siang, namun Zoya belum memberikan jawaban apa pun, ia malas pergi bersama Satria. Lagi pula, ia tidak memiliki waktu luang untuk pergi karena ia harus bekerja. Kin pasti akan melayangkan surat peringatan pertama jika ia keluyuran saat jam kerja. Bos galaknya itu jika sudah meledak, mulutnya pasti mengeluarkan racun. Meskipun begitu, Zoya lebih memilih bertemu dengan Kin setiap harinya dari pada harus bertemu dengan Satria, meskipun hanya sehari. Karena, sebaik apapun sikap Satria kepadanya, tetap saja ia tidak suka.

Sifat Satria sangat mirip dengan sifat Dirga, mereka berdua sama-sama ambisius dan keras kepala. Zoya tidak membayangkan jika suatu hari nanti ia benar-benar menjadi istri seorang Satria Aditama, hidupnya pasti akan berakhir pilu. Bukan bahagia yang ia dapat, namun penyesalan. Hidup bersama pria yang sebelumnya suka berganti-ganti pasangan sangat rentan dengan pengulangan. Meski Satria berkelakar tidak akan mengulangi kesalahan yang sama dan telah berubah, namun hati seseorang siapa yang mengetahuinya? Boleh jadi hari ini ia mengatakan A, namun keesokan harinya ia bisa saja mengatakan B, bahkan Z sekalipun.

Tidak lama kemudian, ketukan pintu mengusik pemikiran Zoya tentang Satria. Dengan malas ia turun dari tempat tidur dan membuka pintu kamarnya. Ia menghembuskan nafas lelahnya mendapati Laren yang berdiri mematung sambil menenteng dua buah gaun ditangannya. Apa lagi sekarang pikir Zoya.

"Mama sengaja membeli ini untuk kamu. Mama yakin kamu belum mempersiapkan apa pun."

Laren masuk ke dalam kamar dan meletakkan gaun itu ke sofa. Sementara Zoya menatap tidak suka dengan kedua gaun pilihan Laren. Gaun itu terkesan mewah dan menonjolkan lekuk tubuh dibagian tertentu. Lagi, kali ini Laren menunjukkan betapa ia tidak mengenal putrinya dengan baik.

"Ini terlalu berlebihan, Ma." Zoya menyentuh gaun itu satu persatu.

"Sudahlah, jangan banyak protes. Lagian ini semua salah kamu. Kamu belum mempersiapkan apa pun, sementara pertunangan kamu tinggal tiga hari lagi."

Zoya menggeleng.

"Maaf, Zoya tidak bisa memakai gaun ini."

"Zoy!"

"Ini berlebihan, Ma." Zoya tetap dengan pendiriannya.

Laren mengambil gaun itu dan menunjukkannya kepada Zoya. "Lihat. Ini tidak berlebihan."

"Sekarang Mama pilih, pertunangan itu batal atau Zoya pilih sendiri gaun yang Zoya mau."

"Jangan mengajak Mama berdebat, Zoy. Mama sudah pusing seharian ini mencari gaun yang cocok untuk kamu, tapi kamu malah bersikap seperti ini," kata Laren tidak terima.

Kin & Zoya [Completed]Where stories live. Discover now