51

111 15 6
                                    

Besok mampir ke ruanganku

                                           Kenapa?

Aku perlu semangat sebelum meeting

                                          Baiklah...😊😊
Belum tidur?

                    Aku sedang bermimpi

Baiklah. Sebentar lagi aku akan masuk ke dalam mimpi kamu

Ada sesuatu yang berubah antara Kin dan Zoya setelah keduanya sepakat untuk memulai hubungan. Kin yang sebelumnya galak kini mulai melunak. Zoya merasa senang akan hal itu. Dia bisa lebih mengekspresikan rasa sukanya terhadap mantan bos galaknya itu. Namun, dibalik rasa senangnya terselip keganjalan yang menyelimuti hatinya. Akankah hubungan mereka bisa berjalan lancar hingga akhir? Dengan perasaan galau ia pandangi sejenak cincin tunangan yang melingkar di jari manisnya. Dia seolah tidak memedulikan semilir angin malam yang mulai menggeliat dingin ditubuhnya. Suasana gazebo belakang rumah yang sangat sepi dari lalu-lalang pembantu membuatnya semakin betah berdiam diri disana.

"Rasanya sangat melelahkan..."

Zoya tidak mengerti lagi harus dengan cara apa agar Dirga mengerti akan perasaannya. Papanya terlalu keras kepala untuk ia lawan. Laren pun sama halnya, tidak pernah berpihak padanya. Dia sungguh lelah. Dia berharap hubungan dirinya dan Satria yang tercipta gara-gara perjodohan segera berakhir. Bukan hanya itu, ia juga berharap prilaku kedua orang tuanya berubah. Tidak egois dan keras kepala lagi.

"Apa yang kamu pikirkan, sayang?"

Zoya berhenti menatap cincin di jari manisnya dan berganti menatap kedatangan Eyang yang datang bersama perawat. Beberapa hari ini keadaan Eyang cukup mengkhawatirkan. Tekanan darahnya rendah dan tubuh kurusnya semakin tidak berdaya sehingga ia memerlukan kursi roda untuk menopang tubuhnya. Melihat kondisi Eyang yang seperti itu membuat Zoya sebisa mungkin menahan beban dikepalanya sendirian. Dia tidak ingin membaginya bersama Eyang karena takut sesuatu yang tidak ia inginkan terjadi. Perempuan tua ini tidak boleh stres dan mendengar sesuatu yang membuat kesehatannya semakin menurun.

Zoya berjalan menghampiri Eyang dengan rasa khawatir. "Eyang kenapa disini? Eyang belum tidur?Nanti Eyang masuk angin, Eyang.."

Zoya berjongkok dan meraih tangan Eyang. Di usapnya tapak tangan yang sudah menua itu dengan lembut. Dari tangan inilah ia dan Satya dibesarkan dan dirawat dengan baik. Dia berharap akan selamanya bisa mengusap tangan Eyang. Meskipun pemikirannya sangat egois dan menyalahi takdir yang sudah digariskan Tuhan, namun ia sungguh tidak rela jika suatu hari nanti harus kehilangan wanita yang paling berharga dihidupnya. Bukan menganggap sosok Eyang di atas dari wanita yang sudah melahirkannya, atau ia tidak mengerti caranya berterima kasih, namun jika dibandingkan dengan jalan hidupnya selama ini, sudah sepatutnya ia menghormati Eyang layaknya ibu kandung sendiri.

"Seharusnya Eyang yang tanya begitu, kenapa kamu terlihat murung, hum?" Apa yang mengganggu pikiran kamu, sayang?" tanya Eyang.

"Enggak ada, Eyang. Zoya cuma kepikiran masalah kerjaan aja," dalih Zoya dengan harapan Eyang akan mempercayai kata-katanya.

Eyang mempersilahkan perawat pergi. Dia hanya ingin bicara berdua dengan cucunya. Setelah kepergian perawat, Eyang menatap Zoya dengan murung. Dia tidak yakin cucunya dalam kondisi baik-baik saja saat ini. Percikan dimatanya terlihat jelas. Ada sesuatu yang mengganggu cucunya pikirnya.

"Kamu semakin sering bohong. Eyang tidak suka itu, Zoy."

Zoya menggeleng. "Eyang..., Zoya nggak bohong, Eyang.."

Kin & Zoya [Completed]Dove le storie prendono vita. Scoprilo ora