9

357 37 0
                                    

Zoya memandang ponsel baru yang dibelikan Satya untuknya. Ponsel yang dibelikan kakaknya itu terlalu mahal untuk ukuran dirinya yang sekarang ini menjadi pembantu. Bayangkan saja berapa banyak uang yang sudah kakaknya itu keluarkan hanya untuk membeli sebuah ponsel. Sungguh berlebihan pikir Zoya. Ini pasti mahal. Apa Kak Satya nggak sayang uang?

"Zoy!"

Suara menggelegar milik Kin membuat Zoya kelimpungan. Rupanya Kin sudah pulang dari kantor. Dia pun langsung mematikan ponselnya dan memasukkannya ke dalam koper. Demi apapun Zoya tak ingin kebohongannya terbongkar di depan Kin. Kalau majikannya itu mengetahui kebohongannya, rencananya pasti gagal. Dengan tergesa-gesa ia meletakkan koper yang berisi ponsel itu ke bawah ranjang lalu bergegas keluar dari kamarnya dan menghampiri Kin di ruang tengah.

"Iya, Tuan. Anda sudah pulang.." Zoya menatap wajah Kin yang sepertinya kelelahan akibat bekerja. Jas hitam yang dikenakan Kin tadi pagi tak lagi terlihat membungkus kemeja putihnya. Harus Zoya akui betapapun lusuhnya keadaan Kin, pria ini tetap gagah dan tampan.

"Buatkan Saya susu cokelat!" perintah Kin sembari melonggarkan dasinya lalu membaringkan tubuhnya ke sofa.

Zoya menatap sepatu yang masih menempel di kaki Kin. Dia ingin sekali melepaskan sepatu itu, namun ia sangat enggan. Dia tidak berani melewati batas.

"Baik, Tuan. Susu cokelat Anda segera siap."

Zoya beranjak dari tempatnya untuk membuatkan Kin susu cokelat. Selama di dapur pikirkannya berkelana kesana-kemari karena ia ingin sekali mengetahui alasan Kin yang sangat menyukai susu cokelat. Padahal diluaran sana kebanyakan pria seperti Kin lebih condong penyuka kopi daripada sesuatu yang manis. Contohnya Dirga dan Satya. Papa dan kakaknya itu lebih suka kopi daripada susu. Alasannya sangat sederhana karena mereka berpikir susu itu lebih condong untuk anak kecil daripada untuk orang dewas. Dan lagi, kopi mencerminkan kedewasaan dan pekerja kerasnya seorang pria. Tidak lama kemudian Zoya membawa segelas susu cokelat buatannya untuk diberikan kepada Kin. Dia pun meletakkan susu cokelat itu di atas meja.

Kin yang semula membaringkan tubuhnya di sofa berganti duduk dan mengambil susu cokelat itu. Dia menenggaknya sampai habis tak bersisa. Rasa lelahnya mendadak hilang berkat susu cokelat buatan Zoya. Dia pun menyadari mulai terbiasa dengan rasa manis yang beberapa hari ini membasahi kerongkongannya.

"Duduk!" perintah Kin.

Zoya menurut dan duduk di sofa. Kali ini dia mau apa? Mau marah-marah lagi? Memang aku salah apa? Itu kenapa sepatu nggak di lepas, sih? Ck, apa dia sedang menunggu aku melepaskan sepatunya?

"Kamu sekarang pembantu Saya, itu tandanya kamu harus menuruti semua perkataan Saya."

"Iya tuan." cicit Zoya pelan. Dalam hati ia bertanya-tanya apakah kali ini Kin ingin menyemprotnya karena susu buatannya tidak enak pikirnya dengan was-was.

"Lusa rekan bisnis saya mengadakan acara penting. Pesta perusahaan lebih tepatnya. Saya tidak punya teman pergi kesana. Lusa kamu harus temani Saya ke acara itu." ungkap Kin.

"Eh?"

Zoya merasa telinganya baik-baik saja. Dia tidak mungkin salah dengar. Kin membawanya ke pesta perusahaan? Dia bukan Cinderella yang bisa di ajak  pergi oleh pangeran begitu saja tanpa alasan yang jelas.

"Kamu tuli? Perlu Saya ulangi?!" Kin mulai meninggikan suaranya.

"Bukan begitu, Tuan. Saya hanya kaget tiba-tiba Tuan mengajak Saya pergi ke acara rekan bisnis Tuan." cicit Zoya.

Pesta? Zoya sama sekali tidak suka dengan pesta. Dari dulu ia tidak suka jika orang tuanya sering mengadakan pesta di rumah maupun memperingati hari jadi perusahaan. Baginya pesta adalah kegiatan yang hanya menghambur-hamburkan uang. Tidak memiliki manfaat sedikitpun. Daripada mengeluarkan uang untuk sesuatu yang tak perlu, sebaiknya uang itu digunakan untuk sesuatu yang berguna, seperti membaginya kepada orang-orang yang membutuhkan atau menginvestasikannya.

Kin & Zoya [Completed]Where stories live. Discover now