21. Kenyataan yang Pahit

34 1 0
                                    

Aldrich menggerakkan tangannya dan memegang tangan Ice "Makasih Ice, lo satu satunya penyemangat gue, moodbooster gue" Aldrich tersenyum tipis.

Ice bisa sedikit lebih tenang bisa melihat pria didepannya bisa tersenyum.

~~~

Aldrich berjalan ke depan kamar Diana, ia hanya ingin mengambil barangnya yang tadi ibunya pinjam.

Saat Aldrich akan mengetuk pintu,

"Pa, terus ini gimana? Mama takut nanti Aldrich tau, kalo dia tau, dia pasti ninggalin kita pa." Terdengar suara Diana sedang berbicara dalam telepon dengan seseorang yang Aldrich tebak adalah ayahnya.

Aldrich tak jadi mengetuk pintu, ia malah menguping karena ia yakin ini pasti tentang dia.

"Iya, mama ngerti, tapi bagaimanapun kita ga boleh biar Aldrich tau kalo kita bukan orang tua nya dia" lanjut Diana.

Deg.

Badan Aldrich seketika lemas, ia menatap kosong didepannya, akhirnya yang ia takuti juga terjadi, ia bukan anak orang yang selama ini ia panggil ibu dan ayah.

"Iya pa, kalo gitu segini aja dulu, mama juga mau tidur" kata Diana yang kemudian memutuskan sambungannya.

Aldrich tak jadi mengetuk pintu, ia membalikkan badannya kearah semula dan kembali ke kamarnya. Ia syok, tak ingin bertemu siapapun di saat suasana hatinya menjadi seperti ini.

Aldrich duduk diatas kasurnya dan memeluk kedua lututnya, ia kemudian menunduk dan menyembunyikan wajahnya dibalik kakinya yang ditekuk.

"Iya, mama ngerti, tapi bagaimanapun kita ga boleh biar Aldrich tau kalo kita bukan orang tua nya dia"

Perkataan Diana terus saja menghantui benaknya saat ini, ia berusaha melupakan, melupakan semua yang baru saja ia dengar.

Aldrich memegang kepalanya pusing, ia mengacak rambutnya sendiri. Ia merasa sangat hancur saat ini.

Ia ingin menangis, tapi ia tak ingin terlihat lemah dengan setetes air mata, ia harus kuat, ia harus kuat menghadapi semua ini, karena jika ia berhenti sampai disini, kebenaran tentang identitasnya juga tak akan terungkap.

"Oke, gue harus kuat, kuat ngadepin semua" kata Aldrich menatap tajam tembok didepannya.

~~~

"Selamat pagi tante" Ice tersenyum menyapa Diana yang baru saja keluar dari kamar, pagi ini Ice sama sekali belum melihat Aldrich, kejadian langka bila Aldrich lebih siang bangun daripada Ice.

"Pagi" sapa balik Diana.

"Ald belum bangun ya?" Tanya Diana.

"Belum tan" Ice tersenyum. "Tumben aja dia belum bangun, biasanya dia duluan, hehe" Ice terkekeh canggung sambil menggaruk belakang kepalanya yang tidak gatal.

"Hmm, mungkin dia capek" Diana sedikit tertawa yang hanya dibalas oleh senyuman Ice.

Klek

Pintu kamar Aldrich terbuka bersamaan dengan keluarnya Aldrich yang terlihat baru bangun dari kamar. Ice dan Diana seketika menoleh ke arah Aldrich.

"Kamu kok tumben telat banget bangunnya Ald?" Tanya Diana.

Aldrich setengah terkekeh "Iya ma, kemarin malem banget Ald tidur, hehe" Aldrich tersenyum, senyuman yang sangat ringan, seperti kemarin ia tak mendengar apapun, seperti tak pernah terjadi apapun.

"Ini aja masih ngantuk" lanjut Aldrich tersenyum. Diana hanya menggeleng gelengkan kepalanya.

"Mama mau ke pasar dulu ya.." kata Diana.

My Twins Lovers (END)Where stories live. Discover now