Frans mengernyit heran, kemudian memilih duduk kembali di sofa yang sempat digunakannya tadi.

"Dari mana aja, lo?"

Aksara yang baru datang, terkejut bukan main mendapati seorang keturunan nama Sanjaya tengah duduk di sofa panjang ruang tamunya.

"Lo kira pantes cewek SMA pulang jam segini?"

"Frans? Ngapain disini? Kok belum tidur?"

Aksa tidak akan bertanya bagaimana pria itu membuka gerbang. Tadi Aksa menyuruh Mbak Seva kesini untuk menjaga rumah sekaligus bersih bersih.

Diluar itu, Frans memiliki kunci gerbang dan kunci rumah Aksa sekaligus. Itupun kalau dia ingat. Itu juga alasan Aksa tidak kaget mendapati pintu rumahnya terbuka. Aksara mengira mbak Seva akan menginap.

"Lo dari mana?!"

Frans mengulang pertanyaan yang sama. Bisa Aksa lihat, kilatan marah terpampang begitu jelas di kedua matanya. Wajahnya merah padam. Frans tampak benar benar murka. Pemuda itu sudah berganti posisi menjadi berdiri. Jaraknya dari Aksa sekitar tiga meter.

"A-aku dari hotel."

"Lo gila?!"

Reflek Aksara menggeleng cepat. Dia tidak gila. Sungguh. Dia waras. Benar benar waras. Apakah berkata jujur adalah suatu indikasi kegilaan?

"Lo berangkat dijemput pajero item sama om om, pulang bawa HRV putih sama orang yang beda lagi. Lo pikir lucu?"

"Aku enggak lagi ngelawak kok."

"Diem!"

"K-k-kamu tanya, Frans. Aku jawab. Aku nggak berpikiran itu lucu karena emang aku enggak lagi ngelawak." Aksara memberanikan diri untuk kembali bersuara. "Malem ini penting buat aku," susulnya.

Aksa ketakutan. Ia tak tau harus berbuat apa sekarang. Bagaimana dia akan menjelaskan pada Frans?

Lucu saja rasanya. Seperti tertangkap basah selingkuh.

Tak sekalipun Aksara pernah mendapati Frans se marah ini pada dirinya. Tapi mau bagaimanapun, ia harus berani mengatakan apa yang tengah ia pikirkan. Kenyataan. Berharap dengan apapun yang Aksara ucapkan, Frans akan mendapatkan ingatannya kembali sedikit demi sedikit.

"Penting?"

Frans membuang muka sesaat. Tawa iblis nya keluar. Seolah menunjukkan bahwa perkataan wanita di hadapannya sekarang hanyalah sampah.

"Lo murahan, Sa!" tuturnya.

Satu.

"Aku enggak kayak gitu." Aksa membela diri.

Fokusnya hanya pada kata murahan. Aksara benar benar tidak paham dengan jalan pikiran Frans. Dia terus saja memutar otak. Mencoba mencari sisi kesalahannya ada di bagian mana.

"Kamu marah gara-gara aku pulang sama Kak Alfa?"

"Gue nggak peduli! Lo mau pulang bareng Alfa kek, Leon kek, siapa kek, sampe lo nggak pulang aja gue nggak peduli! Gue nggak ada urusan sama cewek murahan kayak lo!" Gak guna tau nggak?!"

Dua.

Hati Aksa teriris.

Bohong kalau dia tidak sakit hati.

Bohong kalau Aksara berkata masih baik baik saja.

Bohong dirinya jika mengatakan semuanya wajar karena Frans hanya sedang lupa.

Bohong. Sangat Bohong.

Aksara kecewa.

Tapi dia tidak bisa marah begitu saja. Frans tidak tau apa yang terjadi. Tidak tau acara malam ini. Frans masih memblokirnya dan jelas bahwa keluarga Alfa tidak mungkin juga memberitahu pria itu bahwa ada acara. Memangnya mereka semua kurang kerjaan apa.

FRASA [✓]Where stories live. Discover now