Part 12: Pelukan

587 190 266
                                    

•|FRASA|•

¡Ay! Esta imagen no sigue nuestras pautas de contenido. Para continuar la publicación, intente quitarla o subir otra.

•|FRASA|•


"Oh, iya. Nggak sopan. Sopannya cuma terima uang dari om-om di pinggir jalan."

Aksa kaget. Kalimat itu meluncur begitu saja tanpa hambatan.

"Maksud Frans?"

Frans berdecih. Senyumnya semakin culas. "Emang gue ngomong sama lo?" tanya Frans sarkas.

"Oh, kirain," jawab Aksa sedikit aneh.

"Kalo gue jadi lo sih, Sa. Gue bakal temenin Leon. Dia kan juga butuh penyemangat," kata Sania lagi. Wanita itu gencar sekali mengompori.

Aksa tak ambil pusing. Lagipula otak polosnya tak paham maksud sebenarnya dari dua orang tersebut.

"Kan udah ada yang lebih berduit."

Lagi lagi yang tidak diajak bicara yang menjawab. Kali ini Aksa memilih diam. Aksa tidak bodoh untuk tau kalau Frans sedang menanggapi ucapannya. Yang tidak ia pahami adalah, mengapa Frans berbicara begitu? Aksa berpikir keras. Mencoba mencari titik terang dari maksud perkataan Frans yang kalau ia boleh jujur, terdengar sedikit menyakitkan.

"Oh iya, Frans. Whats App kamu nggak aktif?"

"Aktif."

"Oh ya? Aku kemaren chat  kamu lho. Kok masih centang ya sampe sekarang? Kemarin tuh, aku mau ngajakin kamu ke Pa-"

"Lo gue blokir."

Frans menyergap cepat. Tiga kata yang keluar tanpa pikir panjang. Tak berminat untuk berbohong, mencari alasan, ataupun sekadar mendengarkan kelanjutan dari ocehan tak berguna Aksara.

"B-blokir?" Tanya Aksa memastikan.

Dia yang salah dengar, atau Frans yang salah ucap?

"Heem."

"Frans beneran blokir aku? Tapi kenapa?" Aksa bertanya sendu.

Setengah hatinya masih tak percaya. Waktu itu memang profil Frans tidak ada. Terakhir dilihatnya juga tidak ada. Masalah profil, Aksa tak ambil pusing. Frans memang tak pernah menggunakan profil di WhatsApp nya. Sungguh. Gadis itu tak berpikir sama sekali kalau Frans memblokirnya.

Tak kunjung mendapat jawaban, Aksa berinisiatif untuk bertanya lagi. "Frans, kamu beneran nggak sih? Kamu lagi ngeprank aku?"

"Lo selain bego budek juga ya ternyata? Minta sana om-om tajir kesayangan lo itu buat operasi telinga. Minta beliin otak juga sekalian. Oh..., jangan lupa juga beli muka yang baru. Yang lama udah nggak layak pake kayaknya."

"Aku tuh nggak ngerti kamu ngomong apa!" Bentak Aksa. Tanpa sadar ia berteriak. Satu dua siswa yang berlalu lalang menoleh. Untung saja kantin masih sepi.

Mati-matian Aksara berusaha tetap tenang. Mengontrol air matanya yang sudah siap terjun bebas.

Tidak. Aksa sudah berjanji untuk tidak cengeng. Setidaknya harus memperlihatkan dirinya kuat di hadapan semua orang. Bukan menangis di tempat umum seperti bayi yang kepanasan begini.

FRASA [✓]Donde viven las historias. Descúbrelo ahora