Terungkap

2.3K 110 10
                                    

Dara terus berlari hingga akhirnya ia sampai di taman rumah sakit. Air matanya tak bisa berhenti mengalir. Tak perduli dengan keadaan taman yang gelap dan terkesan menyeramkan. Hanya ada beberapa lampu bulat yang menghiasi taman tersebut.

Gadis itu duduk di salah satu bangku taman. Menutup wajahnya dengan kedua tangan. Terisak dalam kegelapan.

Sungguh, ia tak pernah menyangka fakta ini akan terjadi. Dan semua orang telah membohonginya. Membuat sandiwara dengan apik tanpa tercium sedikitpun olehnya.

Seandainya mereka tidak menyembunyikan rahasia besar itu, mungkin saja kali ini ia merasa sangat bahagia. Begitu juga dengan Nathan. Dan mungkin kejadian fatal ini tidak akan terjadi.

Bahkan ia sempat mendoakan yang jelek-jelek untuk calon tunangannya. Gadis itu menyesal. Benar-benar menyesal dengan doanya sendiri.

Karena ternyata Nathan lah orangnya. Orang yang akan dijodohkan dengannya. Suatu kebetulan yang tak pernah terpikirkan sebelumnya oleh Dara. Pepatah yang mengatakan bahwa 'Dunia ini begitu sempit' ternyata ada benarnya juga.

Sekitar lima belas menit Dara menghabiskan waktunya untuk menangis.

Hingga akhirnya ada seseorang yang menepuk pundaknya. Gadis itu menoleh dengan raut terkejutnya. Terlihat seorang gadis cantik tengah menatapnya dengan datar. Gadis itu kemudian berdiri di samping bangku yang ditempati Dara.

Dara menghapus kasar air matanya. Gadis itu kemudian mengambil note kecil miliknya.

Kamu ngapain ke sini?

"Kak Nathan lagi butuh Kak Ara!"

Dara terkejut, mengetahui gadis di sampingnya ini bisa menggunakan bahasa isyarat.

"Jangan tanya kenapa aku bisa bahasa isyarat! Aku sering ketemu sama orang-orang istimewa di rumah sakit dan tempat psikiater. Aku juga punya teman dekat yang tuna rungu."

Dara mengangguk mengerti. Memang, orang-orang seperti dirinya mudah mengalami stress. Mengingat pasti banyak orang yang mem–bully mereka. Bahkan tak jarang ada yang melakukan kekerasan fisik.

"Kak Ara harus ke ruangan Kak Nathan sekarang! Kak Nathan butuh Kakak!"

"Nathan udah sadar?"

Nantha menggeleng perlahan. Hal itu membuat Dara mengerutkan keningnya bingung.

"Terus, dari mana kamu tau Nathan butuh aku?"

"Waktu aku masuk, Kak Nathan manggil-manggil nama Kak Ara terus."

"Berarti, Nathan udah sadar dong?"

"Belum!"

"Terus, dari mana kamu tau Nathan manggil-manggil nama aku?"

Nantha tersenyum simpul, "Kami saudara yang terhubung melalui hati dan pikiran."

"Kamu bisa baca pikiran?"

Nantha menggeleng sambil meringis malu. Hal itu membuat Dara terkekeh geli. Gadis itu kemudian mengangguk sambil tersenyum simpul, membuat Nantha senang dan refleks memeluk Dara.

Dara tersenyum simpul, tangannya tergerak untuk membalas pelukan tersebut. Ia sadar, bukan hanya dirinya yang merasakan kesedihan ini. Ada orang lain yang juga merasakan hal sama. Bahkan mungkin lebih sedih dari pada dirinya. Mengingat ucapan Nantha tadi.

Kami saudara yang terhubung melalui hati dan pikiran.

***

Dara melangkahkan kakinya memasuki ruang ICU. Harum semerbak obat menusuk penciumannya. Gadis itu tidak sendiri. Ada Nantha yang menemani. Katanya ia ingin melihat kakaknya lagi. Padahal tadi ia sudah masuk sebelum pergi ke taman dan menghampiri Dara.

Nantha menarik kursi yang berada di dekatnya, kemudian duduk di atasnya. Gadis itu meraih tangan Nathan yang terbebas dari infus. Menggenggamnya erat.

"Kak... ada Kak Ara dateng nih," ucap Nantha.

Sementara itu, Dara hanya bisa diam memperhatikan. Sebisa mungkin ia menahan air matanya. Lihatlah wajah Nathan sekarang. Begitu tenang. Mata elangnya kini terpejam rapat. Sementara tubuhnya terkulai lemah, seolah tak ingin bangun dari tidurnya.

"Oh... masih ngantuk ya?" ucap Nantha lagi, seakan Nathan membalas ucapannya tadi.

Hening.

Nantha menoleh ke arah Dara, "Kata Kak Nathan, tangannya pengen digenggam sama Kak Ara," ucapnya diiringi dengan bahasa isyarat, seolah bisa membaca pikiran Nathan.

"Aku keluar dulu ya Kak!"

Selepas kepergian Nantha, keadaan menjadi hening. Dara tidak bisa bermonolog seperti apa yang dilakukan oleh Nantha. Kalau pun iya, gadis itu akan bermonolog di dalam hati.

Dara meraih tangan Nathan yang terbebas dari infus, Kata adik kamu, kamu pengen aku genggam tangan kamu, batin Dara. Hatinya mulai terasa sesak lagi.

Kamu harus kuat Nathan! Ada banyak orang yang nungguin kamu....

Hening. Hanya ada suara alat pendeteksi jantung yang memenuhi ruangan. Menandakan bahwa cowok yang terbaring di atas bankar rumah sakit tersebut masih bernyawa.

Termasuk aku.

Dara memejamkan matanya, menahan cairan bening yang berada di pelupuk matanya. Juga menahan rasa sesak di dadanya. Apakah ini balasan untuknya? Karena telah membiarkan Nathan berjuang sendiri selama ini?

Dara mengecup punggung tangan Nathan, Kamu harus bangun! Ada sebuah rahasia besar yang kini menunggu kamu.

Jangan nyerah! Pikirkan orang-orang yang sayang sama kamu! Pikirkan adik kamu, keluarga kamu!

Pikirkan aku!

Tes.

Sial. Setetes air mata terjatuh, membasahi pipi Dara. Gadis itu tak bisa menahan cairan bening itu. Sebisa mungkin ia menahan agar isakannya tidak keluar. Ia takut Nathan akan mendengarnya.

Karena ia tahu Nathan tidak suka melihatnya menangis.

***

Segini aja dulu.

Arigatou gozaimasu 🙏🙏!!!

Senin, 30 Maret 2020

NARAWo Geschichten leben. Entdecke jetzt