hancur

2.5K 116 0
                                    

Selamat membaca!!

Sebelumnya saya benar-benar minta maaf karena sudah lama tidak update!!

***

Mereka hanya saling diam. Tak ada yang memulai pembicaraan. Nathan tak mampu berkata-kata lagi. Ia butuh penjelasan dari Dara langsung.

"Jelasin ke gue sekarang!"

Dara mengunci tatapannya pada kening Nathan yang diperban. Jari lentiknya bergerak menyentuh bagian yang diperban itu. Tak ada penolakan dari Nathan seperti ia menolak disentuh Sara pagi tadi.

"Gue harap semua yang tadi gue denger nggak ada yang bener," ucap Nathan.

Dara menurunkan tangannya. Ia memalingkan wajahnya ke arah lain. Matanya mulai berkaca-kaca lagi. Gadis itu mengambil note kecil miliknya.

Dara mulai menuliskan kalimat demi kalimat yang ingin diungkapkannya. Tak henti-hentinya air matanya mengalir saat menuliskan kalimat itu.

Nathan... maafin aku
Aku nggak bisa menolak permintaan orangtuaku
Mereka menjodohkan aku
Kamu juga senang kan?
Sekarang bisa berhubungan dengan Sara semau kamu

Nathan merobek kertas tersebut. Ia menatap lekat wajah gadis di hadapannya itu. Bagaimana mungkin Dara berpikir bahwa ia senang dengan kabar tersebut?

"Gue nggak pernah seneng denger kabar ini," ucap Nathan penuh penekanan.

Mereka sama-sama terdiam. Hanya ada hembusan angin yang menerbangkan daun-daun kering.

"Gue juga nggak pernah berhubungan dengan Sara."

Dara menatap tak percaya pada Nathan. Gadis itu kembali menulis di note kecil miliknya dan menyerahkannya pada Nathan dengan emosi. Samar-samar terdengar suara kertas yang diadukan dengan telapak tangan Nathan.

Udah berkali-kali aku liat kamu bermesraan sama Sara

Nathan kembali merobek kertas tersebut. Itu bukan kemauannya. Ia dijebak.

"Itu semua nggak seperti yang lo liat! Gue dijebak Ra! Gue nggak mungkin ngelakuin hal itu."

Wajah mereka sama-sama memerah menahan emosi. Tak ada penengah di antara mereka.

"Lo inget kan, waktu gue ngajakin lo main ke rumah?"

Dara hanya diam, menunggu kelanjutan kalimat yang akan Nathan ucapkan.

"Asal lo tau. Gue ngajakin lo waktu itu buat ngeyakinin ayah gue Ra!" Nathan menatap wajah cantik Dara dengan tatapan sendu.

"Gue ngeyakinin ayah gue buat batalin perjodohan gue!" ucap Nathan dengan penuh penekanan pada setiap kata. Agar Dara mengerti.

Dara terkejut membaca perkataan Nathan. Gadis itu hanya bisa diam. Jantungnya berdegup lebih kencang dari biasanya. Jadi selama ini, Nathan juga pernah dijodohkan?

"Iya, gue pernah dijodohin!" ucap Nathan seolah bisa membaca pikiran Dara.

"GUE PERNAH DIJODOHIN SAMA ORANGTUA GUE RA!" teriak Nathan tepat di depan wajah Dara.

"Dan gue nolak perjodohan itu dengan alasan gue udah punya lo!"

Dara tetap diam. Hatinya tersayat menyadari pengakuan dari Nathan.

"GUE PUNYA SESEORANG YANG GUE CINTA, DAN ITU ELO! ITO ELO RA!" bentak Nathan. Pandangannya mulai mengabur karena terdapat genangan air di pelupuk matanya.

"Gue berhasil ngebujuk ortu gue. Dan mereka batalin perjodohan itu."

Hening sesaat. Dara menatap tak percaya pada Nathan. Ternyata cowok itu menyembunyikan sesuatu darinya. Nathan berjuang sendirian demi dirinya. Lalu, apa yang ia lakukan sekarang? Ia hanya bisa membuat Nathan khawatir. Dan yang terparah, ia membuat Nathan kecewa.

Nathan tertawa hambar, "Dan apa yang lo lakuin ke gue? Lo dengan entengnya nerima perjodohan itu! Lo nggak mikirin perasaan gue?"

Dara tak bisa membendung air matanya lagi. Ia terisak. Kalau ia bisa mengubah segalanya, ia ingin Nathan lah orang yang dijodohkan dengannya.

"Jangan nangis Ra! Gue nggak suka!"

Dara menghapus kasar air matanya. Gadis itu menuliskan kalimat di atas note kecil miliknya.

Maafin aku, udah bikin kamu kecewa
Aku pamit

Dara melepaskan kalung bertuliskan Nara dari lehernya. Gadis itu akan menyerahkannya pada Nathan bersama secarik kertas yang baru saja ia tuliskan sejumlah kalimat di atasnya.

Dara menatap wajah Nathan cukup lama. Ia menarik telapak tangan Nathan dan menaruh kedua benda tersebut lalu menggenggamkannya.

Gadis itu kemudian berjalan meninggalkan Nathan yang kini mematung di tempatnya.

Nathan merobek kertas yang baru saja diberikan oleh Dara. Ia memandang kalung pemberiannya untuk Dara. Cowok itu menggenggamnya erat.

"Argh...."

Ia meninju pohon yang berada di hadapannya itu. Cowok itu tak perduli dengan tangannya yang akan terluka jika melakukan hal tersebut. Wajahnya sudah merah padam dengan rahang yang mengeras. Haruskah semuanya berakhir sekarang?

***

Dara berjalan cepat keluar dari taman belakang sekolah. Untung saja bel pulang telah berbunyi sejak 17 menit yang lalu, sehingga sekolahan sudah sepi. Gadis itu menghapus kasar air matanya.

Tatapannya tertuju pada seorang cowok dan sahabatnya yang tengah menunggu di depan kelas yang letaknya tepat di depan taman. Terlihat raut khawatir yang ditunjukkan oleh mereka.

"Dara! Lo nggak papa?" tanya Anna dengan khawatir.

Dara tidak menjawab. Gadis bersurai sebahu itu sibuk meredakan tangisannya. Ia menepuk-nepuk dadanya yang terasa begitu sesak.

"Felly...."

Mata Dara beralih menatap Lucas yang tengah menatapnya dengan tatapan prihatin. Tanpa aba-aba, gadis itu menghambur ke pelukan Lucas.

"Ssstt ... jangan nangis," ucap Lucas sembari menepuk pelan punggung Dara.

Anna hanya bisa diam sambil menatap prihatin sahabatnya ini. Gadis itu mendekat dan ikut menepuk pelan pundak Dara, memberikan sedikit kekuatan bagi sahabat sejatinya.

***

Nathan memarkirkan motornya di bagasi rumahnya. Ia melepas helm full face miliknya dan menaruhnya di atas motornya. Cowok itu menghela nafas panjang. Hari ini terasa begitu berat baginya. Ia berjalan menuju ke rumahnya.

Keningnya berkerut saat mendengar kegaduhan dari dalam rumah. Ada apa lagi sekarang?

Nathan mempercepat langkahnya. Otaknya dipenuhi dengan pikiran-pikiran negatif. Ia menduga-duga apa yang sedang terjadi di dalam rumahnya.

***

Sekali lagi saya minta maaf!!

Saya juga mengucapkan banyak terima kasih bagi kalian yang masih mau menunggu, membaca, memberikan vote, komentar, serta menghargai karya saya yang jauh dari kata sempurna ini!!!

Selasa, 14 Januari 2020

NARAWhere stories live. Discover now