Bukan Lagi Rencana

2.2K 124 0
                                    

Terima kasih bagi para pembaca yang masih setia menunggu kelanjutan cerita saya...

Selamat membaca....

***

Nathan duduk di salah satu kursi yang berada di ruang BK. Di sampingnya ada cowok yang tadi berkelahi dengannya. Sementara di depannya ada Bu Rosa, guru BK yang tengah menceramahi mereka.

"Kamu Nathan! Sudah berapa kali kamu masuk ke ruang BK?" tanya Bu Rosa dengan nada yang ditinggikan.

"Mana saya tau, saya kan nggak ngitung Bu," jawab Nathan dengan santainya. Tak ada raut wajah yang terlihat takut walau hanya sedikit.

"Kamu juga Lucas! Kamu itu murid baru di sini, seharusnya jaga sikap kamu!"

Nathan memegangi pipinya yang lebam. Pukulan yang diberikan oleh Lucas untuknya memang terbilang cukup keras. Namun bukan Nathan namanya kalau tidak tahan dengan rasa sakit yang menurutnya belum seberapa.

Beberapa menit kemudian, Nathan akhirnya diijinkan pulang oleh Bu Rosa. Sementara Lucas masih ditahan di ruang BK.

***

Dara memasuki rumahnya. Matanya masih terlihat sembab. Untung saja rumah sedang tidak ada orang, jadi ia bisa menangis sepuasnya nanti. Gadis itu mulai memasuki ruang tamu.

Ia salah. Ternyata kedua orangtuanya sudah menunggunya di ruang tamu. Dengan gerakan cepat, ia menghapus kasar air matanya. Gadis itu menghirup udara sebanyak-banyaknya dan menghembuskannya perlahan. Agar kondisinya tenang.

"Kamu sudah pulang?" ucap Citra sembari tersenyum. Dara hanya mengangguk sebagai jawaban, tak lupa ia juga tersenyum.

"Lebih baik sekarang kamu ganti pakaian dulu. Setelah itu kita bicarakan hal penting," ucap Langit yang membuat Dara mematung ditempatnya. Apakah ini soal itu?

Buru-buru ia menghilangkan pikiran negatifnya itu. Gadis itu mulai menaiki tangga menuju ke kamarnya. Semoga tidak ada hal yang buruk, batinnya.

***

Nathan melajukan motornya dengan kecepatan sedang. Ia akan pulang. Tetapi bukan untuk ke rumahnya. Ia berencana untuk menemui gadisnya dan menjelaskan semua yang terjadi.

Cowok itu menerawang jauh, sudah berapa kali ia mengecewakan gadisnya? Mungkin tak terhitung jumlahnya, bahkan ia juga pernah membahayakan nyawa Dara saat itu. Saat Tasya dan antek-anteknya menculik Dara dan melukai gadisnya. Tak hanya itu, Andra juga telah memanfaatkan Dara dalam rangka balas dendamnya.

Nathan memukul setang motornya. Mengingat kejadian itu hanya membuatnya semakin merasa bersalah. Dan ia rasa ini adalah yang terparah. Ia tidak bisa membayangkan bagaimana keadaan Dara saat ini. Tentu saja ia tahu bagaimana perasaan seseorang yang melihat kekasihnya berpelukan dengan orang lain.

"Maafin gue," gumam Nathan. Saat itu juga titik-titik air mulai turun dari langit. Menghujam tubuh Nathan tanpa ampun.

***

Dara duduk di samping ibunya. Selama beberapa saat, mereka memilih berbicara tentang hal-hal yang ringan. Sebelum akhirnya Langit mulai memasang raut serius untuk membicarakan hal penting itu.

"Sayang, kamu ingat kan rencana perjodohan yang Papa omongin waktu itu?" tanya Langit tiba-tiba.

Tubuh Dara menegang seketika. Otaknya mencari-cari alasan untuk menolak perjodohan ini. Gadis itu kemudian mengangguk lemah. Di luar, hujan turun dengan derasnya.

"Kami memutuskan untuk melaksanakannya, kamu mau kan?" ucap Langit.

Dara menggeleng kuat, "Aku masih sekolah Pah, kenapa juga harus dijodohin?" sanggah Dara mencoba mencari penolakan.

Citra hanya bisa diam sambil tersenyum tipis. Ia juga tidak tahu harus berbuat apa. Tangannya mengusap pelan pundak putrinya itu. Mencoba memberikan kekuatan.

Langit menghela nafas panjang, "Papa hanya bisa mengandalkanmu. Tidak ada pilihan lain Nak, terima perjodohan ini atau kita menjadi gelandangan," ucap Langit yang tentu saja tidak sepenuhnya benar. Mana mungkin mereka menjadi gelandangan hanya karena menolak perjodohan itu? Ini hanya alasan untuk membujuk Dara saja.

Dara terdiam mendengar penuturan tersebut. Disisi lain ia tidak mau dijodohkan dengan orang yang bahkan ia sendiri tidak tahu siapa. Disisi lain ia juga tidak boleh egois, dan apa barusan? Keluarganya bisa menjadi gelandangan jika ia menolak perjodohan ini.

"Kami berharap besar padamu Nak," ucap Langit dengan suara paraunya.

Mata Dara mulai berkaca-kaca. Ditatapnya ibu dan ayahnya secara bergantian. Lihatlah wajah kedua malaikatnya, begitu berharap padanya. Dengan berat hati ia menganggukkan kepalanya perlahan.

"Terima kasih Nak," ucap Citra sembari memeluk putrinya. Matanya sudah berkaca-kaca. Dara hanya mengangguk sebelum akhirnya meminta ijin untuk ke kamarnya. Ia ingin menenangkan diri.

***

Nathan memencet bel rumah Dara. Semuanya harus selesai. Ia akan meluruskan kesalahpahaman yang terjadi diantara mereka.

Terdengar suara pintu yang terbuka. Nathan mendongakkan wajahnya. Hal pertama yang ia lihat adalah seorang wanita paruh baya tengah tersenyum kearahnya, membuat mau tak mau ia ikut tersenyum.

Cowok itu menyalimi tangan Citra, "Sore Ma," ucapnya dengan sopan.

"Nak Nathan, silahkan masuk!"

"Nggak usah Ma, baju Nathan basah. Takutnya rumahnya jadi kotor."

"Ah, kamu ini. Sama calon mertua itu nggak usah malu-malu," ucap Citra yang sukses membuat Nathan merona sambil tertawa kecil.

"Yaudah, kamu duduk dulu. Mama mau panggil Dara sebentar."

Nathan mengangguk, cowok itu mendudukkan dirinya di salah satu kursi yang terbuat dari kayu. Ia menggosok-gosokkan kedua telapak tangannya untuk mengurangi rasa dingin. Bajunya basah kuyup oleh air hujan.

Nathan mendongakkan kepalanya saat Citra keluar dari rumah. Wanita itu membawa handuk kecil dan ... secarik kertas? Nathan berdiri dari tempat duduknya.

"Maaf ya Nak, Dara bilang dia mau sendiri dulu. Ini katanya kamu disuruh keringkan tubuh kamu dulu, takut masuk angin," ucap Citra dengan nada menyesal.

Nathan tertegun sejenak. Dara tidak mau menemuinya? Dan gadis itu masih saja peduli dengan kondisinya sekarang. Padahal ia sudah mengecewakannya.

Nathan menerima handuk kecil tersebut. Citra juga menyerahkan secarik kertas yang ia bawa tadi.

"Mama tinggal ke dalam dulu ya, lagi masak soalnya. Handuknya taruh di kursi aja kalo udah selesai." Nathan hanya bisa mengangguk mengiyakan.

Saat itu juga, Citra masuk ke dalam rumahnya.

Nathan mengerikan rambutnya, ia kemudian membuka secarik kertas yang diberikan oleh Citra dari Dara.

Pulangnya tunggu hujan reda
Tubuh kamu keringkan dulu
Naik motornya jangan ngebut, jalanan licin kalo abis hujan

Oh ya kue bolunya enak nggak? Pokoknya harus enak
Aku nggak mau denger kamu bilang kuenya kurang enak atau nggak enak :)

Maaf

Nathan terkekeh pelan setelah membaca kalimat yang dituliskan oleh Dara. Gadis itu masih saja memikirkan kondisinya, padahal mungkin ia sedang marah dengannya.

Ia teringat. Kue bolunya belum ia makan.

***

Maafkan saya jika makin hari cerita ini makin tidak jelas...

Terima kasih!!!

Senin, 6 Januari 2020

NARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang