masih dia lagi

2.1K 117 1
                                    

Selamat membaca!!!

Semoga kalian masih suka sama cerita saya yang makin GJ ini.... wkwkwk...

***

Lucas membulatkan matanya saat melihat Dara disiram es teh oleh Sara. Cowok itu menggeram marah. Diraihnya gelas yang berisi es jeruk untuk kemudian disiramkan ke tubuh Sara.

Byur...

Sara membulatkan matanya saat merasakan cairan dingin menyelimuti tubuhnya. Ia berbalik dan menatap siapa pelakunya.

Bukan. Bukan Lucas yang melakukannya. Melainkan seorang cowok yang entah sejak kapan berada di sana. Wajahnya mengisyaratkan kemarahan.

"Sekali lagi lo gangguin Dara, gue jamin besok nggak bisa sekolah lagi di sini," ucap Nathan. Ya, cowok tersebut adalah Nathan. Tadi ia mendapat pesan dari Roy kalau Dara dibully lagi.

Semua mata menatap miris pada Sara. Sementara cewek itu hanya bisa melongo mendapati seragamnya basah.

Nathan melepaskan satu-persatu kancing bajunya. Cowok itu melepaskan bajunya menyisakan kaos putih polos yang melekat pada tubuhnya. Ia menyampirkannya pada pundak Dara. Cowok itu tidak mau Dara menjadi tatapan mesum cowok-cowok Rajawali.

Dara mematung di tempatnya. Gadis itu bahkan menurut saat Nathan menuntunnya untuk keluar dari kantin.

***

Dara menundukkan kepalanya. Sudah lima menit Nathan mengamatinya dengan intens, membuat Dara risih. Gadis itu sudah berganti pakaian dengan pakaian olahraga. Karena jam selanjutnya memang kebetulan olahraga.

Dara menyerahkan kemeja putih milik Nathan yang sebelumnya ia pakai. Tanpa ia sadari, Nathan menahan tangannya.

"Lo bisa genggam tangan gue nggak? Satu menit udah cukup," ucap Nathan.

Dara memalingkan wajahnya ke arah lain sejenak. Hanya satu menit. Perlahan tapi pasti, Dara membalikkan tangannya. Menggenggam erat tangan Nathan. Gadis itu tersenyum simpul, ia menganggukkan kepalanya.

Nathan tersenyum. Cowok itu memejamkan matanya, menikmati genggaman hangat dari tangan Dara. Ingin rasanya ia memeluk tubuh mungil itu.

Bebannya seakan berkurang. Masalah dalam hidupnya yang datang secara bersamaan seakan hilang, walaupun hanya sebentar.

Dara menatap wajah Nathan yang tengah tersenyum. Senyuman yang menawan bagi orang lain. Namun tidak baginya. Senyuman itu terlihat sangat memilukan bagi gadis itu.

Aku tau, dibalik senyumanmu itu ada sebuah luka yang seharusnya kita bagi.

"Batalin perjodohan itu Ra!"

Dara terdiam sejenak. Ia tidak bisa melakukannya. Ia tidak bisa melawan kedua orangtuanya. Kalau ia bisa, sudah dari kemarin ia membatalkannya.

Gadis itu menggeleng pelan, perlahan melepaskan genggaman tangannya. Menatap ke arah lain. Ia belum sanggup melihat raut kecewa Nathan.

Dara mundur perlahan. Gadis itu menatap sendu wajah Nathan yang terlihat kecewa. Ia kembali menggeleng. Matanya mulai berkaca-kaca, tangannya mengungkapkan bahasa isyarat, mulutnya ikut bergerak mempertegas ungkapannya.

"Aku nggak bisa, maaf...."

Gadis itu berbalik diiringi dengan air mata yang terjatuh. Ia berjalan meninggalkan ruangan itu. Meninggalkan Nathan yang hatinya seakan ditusuk ribuan jarum. Semuanya akan berakhir di sini. Ruang ganti itu menjadi saksi bisu perpisahan mereka. Perpisahan untuk yang kedua kalinya.

***

Kring...

Bel pulang sekolah berbunyi. Siswa-siswi berhamburan keluar kelas. Mereka berjalan dengan tergesa-gesa agar cepat sampai di rumah. Klakson berbunyi dimana-mana, membuat beberapa orang harus menyingkir. Membiarkan motor dan mobil lewat mendahului mereka.

Nathan menyalakan mesin motornya. Seperti biasa, ia tidak pulang ke rumah. Itu kebiasaannya semenjak tiga hari yang lalu. Ia hanya akan pulang ketika larut malam. Itu pun kalau ada yang menemani bundanya di rumah sakit. Dan sepertinya ia tidak bisa pulang karena ayahnya sedang pergi ke luar negeri untuk mengurus bisnis.

Mengenai bundanya, kondisi wanita paruh baya itu semakin memburuk. Bahkan kemarin sempat kritis. Nathan tidak tahu harus berbuat apa. Belum lagi kondisi adiknya yang katanya dua hari ini tidak mau makan.

"Nath!"

Nathan menoleh ke sumber suara. Matanya menangkap dua orang cowok tengah berjalan ke arahnya.

"Hari ini jadi jenguk Nantha, kan?" tanya Reno. Nathan hanya mengangguk mengiyakan.

"Kita ikut ya," ucap Roy. Lagi-lagi Nathan hanya mengangguk mengiyakan.

Roy dan Reno hanya bisa menghela nafas panjang. Mereka kemudian mengambil sepeda motor mereka masing-masing. Tak lama kemudian, ketiga cowok tadi melajukan motornya dengan kecepatan sedang.

***

Seorang gadis terlihat terduduk di lantai. Rambut hitam panjangnya dibiarkan terurai tak terurus. Tatapannya kosong. Wajah cantik dan menyenangkannya berubah menjadi pucat dan kusam.

Seorang cowok memasuki ruangan tersebut. Hatinya tersayat melihat kondisi gadis itu. Sangat memprihatikan. Tubuh gadis itu terlihat kurus hanya dalam waktu tiga hari.

Nathan berjalan mendekat. Tangan kanannya memegang sekantong plastik berisi makanan. Cowok itu duduk bersila tepat di depan gadis itu. Plastik berisi makanan yang ia bawa diletakkan di sampingnya.

"Nantha...," lirih Nathan. Tangannya menyibakkan beberapa helai rambut yang menutupi wajah gadis itu.

Tak ada jawaban yang keluar dari mulut gadis itu. Tatapannya tetap lurus ke depan. Ia seperti tidak merasakan kehadiran Nathan.

"Katanya kamu nggak mau makan ya?"

Hening.

"Kakak bawain es krim kesukaan kamu loh."

Tetap hening.

Nathan mencoba untuk tersenyum. Cowok itu mengambil sebungkus es krim cup dan membukanya. Tangannya tergerak untuk menyuapkan sesendok es krim tersebut ke mulut Nantha.

"Kamu cobain ya," ucap Nathan sembari mengarahkan sesendok es krim ke mulut Nantha.

Tak ada reaksi sedikitpun dari gadis itu. Ia tetap pada posisi diam, dengan tatapan mata yang kosong.

Nathan menurunkan tangannya.

"Kamu harus makan Tha! Kata perawat, kamu udah tiga hari nggak mau makan."

Hening. Nathan menatap sendu wajah adiknya. Kalau dibiarkan seperti ini terus, Nantha bisa jatuh sakit. Dan itu sama sekali tidak diinginkan oleh Nathan.

Tes...

Setitik air mata terjatuh membasahi pipi Nantha. Gadis itu tidak ingin berada di sini. Tempat yang menurutnya sangat mengerikan. Setiap hari, selalu saja ada teriakan-teriakan dari pasien sini.

"Pulang...," lirih Nantha.

Nafas Nathan tercekat. Hatinya mencelos mendengar suara serak gadis di hadapannya ini. Sebenarnya ia juga tidak mau membiarkan adiknya berada di tempat seperti ini. Tapi mau bagaimana lagi, ini keputusan ayahnya yang keras kepala itu.

Cowok itu berpikir sejenak. Tidak ada masalah dengan Nantha. Gadis itu hanya butuh ke psikiater, bukan ke RSJ. Ia memutuskan untuk membawa Nantha pulang.

"Kita pulang!"

***

Arigatou gozaimasu!!!

Gong xi fat cai.... Bagi yang merayakan!!!

Sabtu, 25 Januari 2020

NARAWhere stories live. Discover now