[41] - CHANCE

26.2K 2.8K 1.2K
                                    

HIT THE STAR AND COMMENT SPAM!

"Mungkin lo bisa hidup tanpa gue. Tapi gak buat gue. Jadi lebih baik gue mati daripada kehilangan lo." Hairoz bersungguh-sungguh.

"Roz! L-lo udah gila?!"

"Gue bakal tarik pelatuknya kalau lo gak tarik ucapan lo, gue bakal mati kalau lo memilih pergi," ancam Hairoz tanpa ragu.

"What the hell...." Zenolya gemetaran. Gadis itu menggigit bagian bawah bibirnya. Zenolya di hadapkan dengan keputusan rumit.

"Jawab gue dalam hitungan ketiga."

"Hairoz! Jangan main ancam-ancaman segala!"

"Satu."

"Iroz!"

"Dua."

Zenolya menelan salivanya. Hairoz sudah siap-siap menarik pelatuk sanggup membuat Zenolya yang tadi merasa sedih, tergantikan dengan suasana hati tegang dan syok berat. Ia dipaksa untuk memilih, yang mana keputusan gadis itu menentukan nasib hidup seseorang.

"Tiga."

"I can't...." Bibir Zenolya bergetar. "I can't take my words back. I can't be with you anymore."

Pelatuk senjata api itu ditarik. Menghasilkan bunyi tembakkan keras yang sukses membuat jantung terjun dari tempatnya bagi siapa pun yang mendengarkan dan melihat bagaimana senjata itu berhasil meremukkan seseorang.

Zenolya membekap mulutnya, kakinya yang lemas turut membuatnya jatuh. Orang-orang yang di sekitar langsung terperanjat bangun menghampiri, beberapa lantas menghubungi pihak rumah sakit. Sedangkan Zenolya kini membeku seperti patung dan air mata yang jatuh semakin deras.

"Hairoz..." Zenolya kecewa dengan Hairoz. Marah. Ia ingin pergi karena tidak mau rasa sakit itu bertambah besar. Hairoz menipunya dan mungkin suatu saat Hairoz bisa menutupi rahasia yang lebih menyakitinya. Tapi bukan berarti Zenolya langsung membencinya. Dan Zenolya memutuskan pergi, bukan berarti dia benar-benar mau kehilangan Hairoz. Bukan berarti dia ingin Hairoz meninggal.

"Hairoz... HAIROZ!"


Dengan napas tersengal-sengal dan keringat membasahi, perempuan yang bergerak gelisah di atas ranjang membuka matanya spontan. Ia berusaha mengatur napasnya supaya dia lebih tenang. Pandangan matanya beralih, gadis itu setengah tersentak.

Ketika matanya menemukan laki-laki yang bertelanjang dada tidur di sebelahnya dengan posisi tubuh tengkurap. Laki-laki itu masih terlelap tenang. Seolah kejadian kemarin sama sekali tidak ada artinya.

"Damn." Zenolya memijat pangkal hidungnya.

Mimpi buruk yang melintas tadi sangat persis seperti kejadian kemarian. Exactly. Itu bukan sekadar mimpi biasa. Peristiwa itu memang terjadi. Hanya saja, Hairoz tidak menembak pelurunya karena balasan yang perempuan itu berikan berbeda. Ia tidak bisa membayangkan bagaimana jika ia benar-benar mengucapkan penolakannya. Hairoz bisa melakukan hal di luar nalar. Seperti yang terjadi di mimpinya.

Beberapa jam sebelumnya

"Jawab gue dalam hitungan ketiga."

"Hairoz! Jangan main ancam-ancaman segala!"

"Satu."

"Iroz!"

"Dua."

Zenolya menelan salivanya. Hairoz sudah siap-siap menarik pelatuk sanggup membuat Zenolya yang tadi merasa sedih, tergantikan dengan suasana hati tegang dan syok berat. Ia dipaksa untuk memilih, yang mana keputusan gadis itu menentukan nasib hidup seseorang.

ZENOLYA: STUCK WITH POSSESSIVE DEVIL Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang