[38] - THE MOON IS BEAUTIFUL, ISN'T IT?

28.6K 2.8K 1.3K
                                    

HIT THE STAR AND COMMENT SPAM
TEMBUS TARGET LANGSUNG UPDATE

Hawa dinginnya pantai dikalahkan atmosfer mencekam kala dua pemuda yang selama ini saling menjadi petarung dalam perang dingin yang panjang sekarang jaraknya dipersatukan. Bahkan gadis yang sedari tadi memantau dari kejauhan bisa merasakan ketidaknyamanan.

River menuturkan kebenaran tanpa sepatah kebohongan. Ia jujur dengan apa yang terjadi beberapa saat sebelum Neona meninggal. Ia menjelaskan kepada Hairoz apabila dia juga tidak ingin Neona meninggal. River juga tak mau peristiwa mengenaskan itu terjadi.

Dan seandainya waktu bisa diputar, mungkin River akan kembali dan tidak meninggalkan Neona di sana, memaksanya pulang bersama atau setidaknya menghubungi Hairoz. Sekali pun Neona membantah. 

Sementara Hairoz diam. Ia mendengarkan dalam bibir bergeming dan tangan mengepal. Hairoz mencerna setiap kalimat yang keluar dari bibir River, namun hati bekunya terlanjur membenci River. Bagaimana pun ceritanya, tetap saja ia tak luluh. Tetap saja Hairoz tak bisa berhenti menyalahkan River.

Rasa bencinya sudah terlalu larut tenggelam menguasai dirinya.

"Hairoz, gue minta maaf," kata River dalam.

Pernah River mengucapkan maaf kepada Hairoz tapi Hairoz tidak pernah sudi untuk menerima maafnya dan menyudutkan River. Laki-laki itu tiada henti menunjukkan betapa benci dan marahnya ia terhadap River.

Sebagai manusia yang punya hati, dia juga tak bisa menerima jika disalahkan terus menerus. Dianggap seolah ia satu-satunya orang yang paling salah dalam kasus tersebut. Maka dari itu, kebencian dari diri River juga tumbuh. 

Ia disalahkan atas hal yang bukan hanya dia penyebabnya. Maka dari itu River berhenti berlaku seperti pengemis yang senantiasa memohon pengampunan. River memilih mengabaikan Hairoz yang selama ini sering mencari masalah kepadanya. Ia memutuskan  berjalan ke halaman baru, beranjak dari luka lama. 

"Gue juga nggak pernah mau Neona pergi," ujarnya lagi, "Lo harus tau itu. Gue sayang sama adik lo. Gue udah anggep Neona sebagai adik gue sendiri. Seandainya gue tau saat itu adalah detik-detik terakhir gue ketemu Neona, tentu gue gak bakal ninggalin dia." 

Hairoz bungkam dengan tatapan kosong mengarah pada pemandangan yang tidak lagi indah. Sejak Neona pergi, laut bukan tempat yang indah lagi.

Tempat itu hanya sebatas area sialan yang yanya mengingatkannya tentang tragisnya Neona meninggalkan jejak terakhirnya.

"Udah?" Hairoz akhirnya bersuara bersama tatapan menuju River di sebelahnya. Kali ini bukan tatapan permusuhan tapi pandangan kosong tanpa arti, "Kalau gitu gue pergi." 

River mengepalkan tangannya melihat Hairoz yang beranjak. "Mau sampai kapan lo kayak gini? You know. You already know the real facts dan lo masih kukuh buat terus ngebenci gue?"

Hairoz merapatkan rahang. "Ya. Gue masih benci sama lo." Tatapan mata Hairoz menajam. "Lo...." Menelan kaku salivanya, Hairoz berusaha mengeluarkan kata-katanya yang tersangkut di tenggorokan. "Seharusnya kalau lo gak pernah punya perasaan sama Neona. Jangan pernah kasih dia perhatian lebih! Jangan pernah berikan dia harapan!

"Lo udah bikin adik gue jatuh cinta sama lo tapi lo justru gak bisa bales perasaannya! Lo nggak cinta sama dia disaat lo Neona pikir lo punya perasaan sama buat dia! Lo gak bisa cinta sama adik gue tapi lo bisa jatuh cinta...." Hairoz menggantung kalimatnya, lidahnya terasa kelu, ia tak melanjutkan ucapannya itu lagi dan beralih pada kalimat lain.

"Brengsek," ketus Hairoz. "Itu yang bikin gue semakin benci sama lo! Karena selama ini lo gak pernah punya perasaan yang sama buat Neona tapi lo malah kasih dia harapan yang justru cuma nyakitin hatinya!" teriak Hairoz sedikit mengerang. 

ZENOLYA: STUCK WITH POSSESSIVE DEVIL Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang