[39] - FALL IN AN INSTANT

25.3K 2.7K 1.2K
                                    

HIT THE STAR AND COMMENT SPAM

Selanjutnya yang Stasey temukan hanya 'lah kegelapan, kehampaan, kekosongan. Ia tidak punya gairah hidup setelah peristiwa buruk tempo hari. Ia kehilangan segalanya. Jabatan sebagai putri sekolah, teman-temannya, calon tunangannya, semuanya telah lenyap.

Stasey tidak punya harapan atau pun motivasi untuk bangkit, hal yang bisa gadis itu lakukan adalah mendekam di dalam kamarnya yang berantakan. Terkapar seperti mayat hidup di atas ranjang. Stasey terlihat menyedihkan.

Sempat orang tuanya memaksanya untuk mau diajak ke psikiater tapi Stasey berontak habis-habisan dan mengatakan apabila dirinya tidak gila. Lihat dirinya sekarang, gadis itu kacau, bahkan untuk merawat kulit atau menyisir rambutnya saja dia tidak berniat.

Selama ini yang Stasey lakukan adalah tidur sambil terus memantau media sosial milik Zenolya. Ia bisa melihat betapa bahagianya Zenolya itu mengikuti study tour ke Bali, bersama pacar dan teman-temannya. Hidup Zenolya sangat sempurna. Ia iri. Dan Stasey tidak bisa melenyapkan penyakit hatinya itu.

Ia juga muak dengan semua ini. Ia muak harus terobsesi dengan kehidupan Zenolya. Stasey hanya berpikir, mengapa hanya Zenolya? Apa ia tidak bisa sekali saja hidup menjadi gadis itu? Merasakan kesempurnaan itu?

"Sial," lirih Stasey gemetaran.

"Hati lo terlalu dipenuhi oleh ke-iri-an hingga lo lupa dengan apa yang udah gue lakuin selama ini buat lo!"

Stasey tiba-tiba teringat dengan perkataan Zenolya. Ia menyungging senyum sinis.

"Omong kosong." Zenolya menggertakan gigi. "Nggak peduli? Mata lo udah dibutakan sama ke-iri-an sampai nggak pernah sadar sama apa yang udah gue lakukan selama ini buat lo!"

"Apa? Apa yang udah lo lakukan buat gue?!" Stasey berteriak sambil menyeka air matanya.

"Gue...." Zenolya mengatur napasnya. "Kalau lo punya kesadaran, tanpa gue sebutkan pun, seharusnya lo tahu."

"Emang apa yang udah lo lakukan buat gue, Z? Selain ngerampas apa yang gue pengen dalam hidup?" lirih Stasey lagi. "Apa, Z?!" teriaknya sendiri.

Begitu Stasey berteriak demikian, pikirannya tiba-tiba dikunjungi oleh serpihan-serpihan momen tentang Zenolya. Stasey ingat, saat itu ia hendak menyebrang dari sekolah menuju kafe seberang. Namun kendaraan ugal-ugalan tiba-tiba melintas, seharusnya ia mengalami kejadian mengenaskan seandainya Zenolya tidak cepat menarik Stasey walaupun mereka tetap berujung jatuh.

Stasey sedikit beruntung mendarat dengan aman di atas Zenolya, sementara gadis yang ditindihnya tidak. Ada keretakan kecil pada tangannya yang membuat Zenolya harus memakai gips selama beberapa hari. Itu adalah salah satu bukti, Zenolya pernah mengorbankan diri untuk menolongnya.

Alih-alih kebaikannya yang diingat, Stasey justru dominan mengingat bagaimana irinya dia melihat Zenolya yang jadi lebih banyak mendapat perhatian dari sebelumnya karena tangannya patah. Itu yang Stasey ingat.

Sesederhana Zenolya merelakan seragam olahraganya diberikan kepada Stasey yang saat itu lupa membawa. Saat itu Stasey belum mengambil nilai jadi Zenolya merelakan diri mendapatkan hukuman membuat makalah tebal. Lebih sederhana, Zenolya menjaganya di UKS ketika sakit perut akibat haid.

"Hiks...."

Mengingat itu, air mata Stasey meluncur tanpa permisi. Ia terisak. Hatinya mendadak hancur. Karena selama ini, memori mengenai Zenolya hanya diisi tentang kecemburuan dan obsesinya terhadap kesempurnaan Zenolya, bukan kebaikan yang pernah Zenolya berikan kepadanya.

Sementara Zenolya berusaha baik kepadanya, Stasey justru bersikap sebaliknya. Ia berupaya untuk menjatuhkan Zenolya, hanya karena Stasey ingin Zenolya merasakan penderitaan. Bahkan kejinya, Stasey sering sekali mengirim komentar jahat menggunakan akun palsunya.

ZENOLYA: STUCK WITH POSSESSIVE DEVIL Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang