40. Maha Tahu

616 71 69
                                    

Oryn Pov

Bahagia rasanya bisa bertemu dengan Veer dan juga kini hubungan kami semakin membaik.

Namun, ada satu hal yang membuatku terusik akhir-akhir ini. Seorang wanita yang selalu didekat Veer. Dimanapun dan kapanpun.

Aku pernah berpapasan dengan Veer dan wanita itu saat hendak ke kampus. Mereka berdua baru pulang jogging terlihat dari pakaian yang mereka gunakan, handuk kecil di bahu dan botol minuman di tangan.

Aku pernah sesekali mencuri pandang ke halaman rumah Veer. Wanita itu sedang duduk bercengkrama sambil tertawa bersama Veer.

Sudah berulang kali aku melihat wanita itu selalu di rumah Veer. Jadi, dia tinggal bersama mereka?

Siapa dia? Saudara? Namun, tak ada saudara Veer di sini semuanya juga tinggal di luar negeri dan rambut mereka semua mirip dengan Veer. Pirang. Sedangkan rambut wanita itu hitam pekat.

Aku tahu kok semua hal tentang Veer, kecuali yang satu ini. Siapa dia?

Daripada aku mati penasaran lebih baik aku langsung ke rumah Veer dan cari tahu saja. Tapi, tidak mungkin pergi dengan tangan kosong kan?
Apa yang harus kubawah tanpa ribet dan praktis?

Aku berpikir sejenak dan teringat dulu Veer suka sekali makan kentang goreng dan minum soda. Ah, jadi itu saja yang ku bawah.

Aku menekan bel rumah Veer, pintu pagar terbuka otomatis. Aku memasuki halaman besar itu dengan langkah pasti.

"Hei, Oryn! Di sini!" Veer melambai dari samping halaman rumah. Di samping Veer lagi-lagi ada dia. Seperti prangko dengan lem.

Aku yang tadinya mau menuju dalam rumah itu akhirnya beralih ke samping halaman setelah melihat Veer di sana. Maaf, wanita itu aku skip. Aku anggap makhluk tak terlihat.

"Veer!" sapaku.

"Ini aku bawakan kentang goreng dan minuman soda, kita makan bareng yah!"

Aku menyodorkan kantong plastik berisi toples kecil dan 2 minuman kaleng. Tiba-tiba bukan tangan Veer yang meraihnya tapi tangan wanita itu. Dia meraihnya dengan kasar.

"Hei itu untuk Veer! Bukan untukmu!" spontan aku berteriak.

"Veer tidak boleh makan ini!"

"Memangnya kenapa?" aku sedikit kesal.

"Tidak baik untuk penderita penyakit jantung" ujar wanita itu.

"Kamu kan pacarnya? Kenapa tidak bisa memilih yang baik untuk Veer?"

Seperti disengat lebah. Perih.

"Ah sudah-sudah Anna, Oryn tidak tahu"

Jadi namanya Anna. Satu informasi yang ku tahu mengenai dirinya sekarang.

"Maaf yah Oryn, duduk sini" Veer menarik sebuah kursi di taman, didekatkan padaku.

Aku duduk perlahan, wajahku tidak bisa disembunyikan bahwa aku merasa tidak nyaman disituasi saat ini.

"Ah, tunggu sebentar yah Oryn, ini akan kuberikan pada Ayah, soalnya ayah suka sekali nonton sambil mencicipi cemilan" Veer mengambil bungkusanku di tangan Anna lalu masuk ke dalam rumah.

Kini, tinggal aku dan Anna sendiri. Ah, aku benci sekali.

"Veer tidak boleh makan makanan yang digoreng, makanan cepat saji, daging olahan, soda, pizza, kamu tidak tahu semua itu?" Anna menatapku seolah meremehkanku, ingin sekali kucakar wajahnya tapi aku memilih diam, semua omongannya sangat meyakinkan tidak ada unsur menipuku disitu.

"Veer juga harus rajin berolahraga, kamu bahkan tidak tahu itu?"

Wanita ini benar-benar. Apa yang sedang dipamerkannya sekarang? Ilmu tentang pengobatan jantung?

Aku balik menatapnya.

"Veer mencintaiku, Veer menyayangiku, Veer mengasihiku, kamu tidak tahu?"

Entahlah, ada angin setan apa, aku langsung mengatakan hal yang tidak nyambung dengan pembicaraannya sebelumnya.

Dia tersentak diam.

"Setiap detik Veer memikirkanku, setiap detik Veer merindukanku, isi kepalanya hanya tentangku, bahkan itupun kamu tidak tahu?"

Makin gila saja aku ini. Sudah terlanjur begini jadi aku cerocos terus tanpa henti. Dan sepertinya mujarab, dia jadi diam seribu bahasa ilmiah miliknya.

Tak lama Veer kembali, namun tiba-tiba Anna beranjak pergi tanpa sepatah katapun. Mungkin dia tidak nyaman dengan kata-kataku barusan.

"Anna mau kemana?" tanya Veer.

"Ke luar sebentar."

Anna pun berlalu. Veer duduk disampingku sambil tersenyum. Senyumnya meruntuhkan segala kekesalanku, rasanya adem seperti aku sedang duduk di bawah nyiur beralas pasir putih dengan pemandangan laut biru yang memanjakan mata.

"Aku lupa memperkenalkannya padamu. Namanya Anna. Dia suster yang merawatku sewaktu di London" jelas Veer.

"Terus kenapa dia bisa ikut dengan kalian dan tinggal di sini?" aku mengangkat sebelah alisku yang masih alami tanpa tergores pisau cukur dan pensil alis.

"Dokter memberi tanggung jawab padanya, untuk dapat check up tubuhku setiap hari."

"Selamanya?" mulutku terbuka lebar, untung tidak ada nyamuk atau lalat yang lewat.

"Tidak! Besok dia sudah kembali."

"Oh, baguslah!" aku menyembunyikan senyum jahatku.

"Maksud kamu?"

"Ah, tidak! Warna matamu menggoda seperti warna brownis buatan ibu" jawabku.

"Warna matamu juga menggoda seperti warna coffee buatanmu dulu di caffee Biantara" balas Veer sambil mengecup kelopak mataku seketika hati ini bergetar seperti ada kuncup-kuncup bunga yang mau mekar.

Ah, Veer! Aku malu.  

***

Rasa Oryn Veer (SELESAI) Where stories live. Discover now