1. Orange Blossom

11K 467 181
                                    


Veer... 
Oryn mengetik empat huruf di papan keyboard handphone yang bertema panda. Jemarinya menekan tombol send. Beberapa menit berlalu, ia masih menatap layar namun tak ada balasan dari seberang.

Kesal.
Dia meletakkan handphone begitu saja di antara kedua bantal sofa bermotif daun monstera tropical. Lalu beranjak ke arah jendela minimalis bercat kuning.

Dari balik jendela, mata Oryn tertuju pada rumah besar yang bersebelahan dengan rumahnya. Tak ada orang yang terlihat di halaman seperti kemarin, kemarin, dan kemarin lagi. Sepi.

"Oi, Veer!" teriak Oryn setengah berbisik.

Tak ada yang menyahut. Oryn terdiam di depan kaca jendela. Ia mengepulkan udara dari mulut lalu jemarinya bermain di atas benda bening itu, membentuk nama Veer.

Tiba-tiba sosok lelaki tinggi, berambut pirang, muncul dari balik jendela. Senyum lelaki itu melengkung tepat membingkai kata veer yang ditulis oryn tadi.

"Veer!" teriak Oryn bahagia.

Oryn memberi kode dengan tangannya agar Veer tetap diam di situ. Isyarat kode itu dijawab Veer dengan sekali anggukan.

Kini Oryn berdiri tepat di depan Veer. Dia menggunakan kaos putih yang dipadukan dengan cardigan hitam dan celana jeans pendek.

"Kemana saja kamu Veer akhir-akhir ini?" Dia mencubit lengan Veer.

Veer menjerit sakit Lalu mengusap lembut kepala Oryn. Kemudian memeluknya tanpa menghiraukan pertanyaan Oryn. Dalam pelukan Veer, aroma orange blossom dari balik hoodie kesayangan Veer seakan membius Oryn untuk ikut diam dan tidak melanjutkan interogasi.

Veer tiba-tiba melepaskan dekapan. Oryn menengadah, menatap dekat wajah Veer.

"Kenapa?"

Tatapan Veer tak tertuju pada Oryn. Oryn menoleh ke belakang mengikuti arah tatapan Veer. Ternyata ibu, batin Oryn.

"Sedang apa kamu Oryn?" tanya Ibu.

"Lagi cerita sama Veer bu," kata Oryn sambil menunjuk Veer. Namun Veer sudah berjalan membelakangi mereka. Oryn memanggil-manggil, tetap saja langkah Veer tak dihentikan.

"Oh, sudah balik yah mereka dari London?"

"London?" Oryn mengerutkan kening.

"Iya, sebelum ke London ibu Veer berpesan ke ibu agar kamu jangan mengganggunya lagi. Veer harus serius dengan studinya." Jawab ibu datar lalu berjalan masuk ke rumah.

Oryn masih membeku, menatap kosong ke arah jalan yang dilalui veer tadi. Banyak pertanyaan tertumpuk di otak Oryn. Mengapa Veer tak memberitahu kepergian keluarga mereka ke London. Mengapa tak membalas chat. Mengapa hanya diam dan tak mengatakan apa-apa. Apakah Veer tak rindu pada dia. Apakah Veer tak khawatir pada dia. Mengapa dan mengapa.

Oryn menghirup napas dalam-dalam. Aroma orange blossom masih tercium. Menenangkan pikirannya. Dia melangkah lemas menuju kamar. Tempat di mana bisa melelapkan semua pikiran pada kasur yang empuk dan bantal panda kesayangannya.

Senja mulai menghilang. Langit menghitam. Sepi semakin jelas terlihat. Oryn membesarkan volume musik. Ia menutup mata, menghayati setiap kata demi kata dan nada-nada yang mengalun lembut di telinga.

***

"Jangan menangis lagi, sekarang kamu aman" lelaki itu mengulurkan sapu tangan.

"Terima kasih." Dia meraih sapu tangan. Mengusap air mata.

"Kenalkan, aku Veer. Kamu?"

"Aku Oryn" katanya sambil memegang lutut yang luka.

Veer tiba-tiba membungkuk membelakangi Oryn.

"Ayo naik. Lukamu harus cepat diobati. Jarak rumahku tak jauh dari sini, biar kubantu."

Oryn membetulkan kerah kemeja dan rok abu-abu. Dia lalu menaiki punggung tegak milik lelaki itu. Aroma orange blossom tercium. Aneh, harusnya aroma keringat karena baru saja berkelahi dengan empat orang. Namun Aroma orange blossom sangat melekat.

"Ibu, ini teman baruku! Tadi sedikit terjadi kecelakaan," kata Veer saat pintu pertama kali dibuka oleh ibu Veer.

Ibu Veer mempersilahkan Oryn masuk. Sambil menunggu Veer yang sibuk mencari peralatan obat. Ibu Veer menemani Oryn duduk di ruang tamu.

"Namamu siapa nak? Tinggal di mana? Sama siapa? Umur berapa?".

Oryn bengong. Seperti mendapat serangan bertubi-tubi. Tak tahu harus menjawab dari yang mana.

"Namaku Oryn. Rumahku di sebelah bu, kemarin baru pindah. Tadinya aku ingin sendiri hanya saja sulit berjalan dengan lutut berdarah dan takut pulang dengan kondisi seperti ini, takut membuat ibuku khawatir jadi saat Veer memberi bantuan, aku terima. Aku hanya tinggal bersama ibu dan umurku 16 tahun."

Tak ada reaksi apa-apa dari ibu Veer. Wajahnya datar dan sulit ditebak.

Veer tiba dengan kotak p3k. Membalut luka Oryn. Sedang ibu Veer beranjak dari tempat duduk dan berjalan ke arah belakang.

Aroma orange blossom lagi-lagi menjadi pemenang. Setelah tadi menang melawan aroma keringat, kali ini menang melawan aroma obat. Benar-benar aroma yang menenangkan. Oryn tersenyum menatap Veer yang masih membalut luka. Dia bersyukur mendapatkan satu-satunya orang yang baik padanya hari ini di sekolah.

***

Ding ding ding...
Bunyi pesan masuk mengagetkan Oryn dari lamunan tentang kenangannya pertama kali bertemu Veer. Mata Oryn basah. Ada tetes embun mengenai telinga si panda.

Oryn..

Begitu dibuka handphone. Empat huruf menghiasi layar percakapan mereka.

Ya?

Ada yang ingin kusampaikan besok pagi, kita ketemu di tempat biasa.

Oke.

Dia melirik jam weker berbentuk panda di atas meja belajar samping tempat tidur. Lagi sepuluh jam. Oryn menarik selimut. Dia memejamkan mata. Berharap pagi segera tiba dan membawa jawaban dari semua pertanyaannya.

***

Mohon maaf. 🙏
Author masih pemula, banyak typo. 😅

Rasa Oryn Veer (SELESAI) Where stories live. Discover now