33. Tentang Dugal

637 72 43
                                    

Apa kabarmu hari ini? 😉

A. Bahagia
B. Biasa saja
C. Kesal
D. Sedih
E. Kecewa

***

Kalian saling kenal?" tanya Early.

"Dia teman sekolahku bu!"

"Dia teman sekolahku tante."

Jawab Oryn dan Dugal berbarengan.

Early tersenyum bahagia "ternyata kalian sudah kenal rupanya, syukurlah."

"Ah, duduk dulu tante!" Dugal menarik sebuah kursi yang tadi di dekat jendela lalu meletakkan di depan Early.

"Kamu duduk juga Oryn." Dugal menarik lagi satu kursi diletakkan di depan Oryn."

"Oh iya Dugal, ini tante bawah brownis buat kamu dan ibumu, nanti cicipi yah." Early berdiri dari kursi lalu meletakkan kue tersebut di meja kecil dekat ranjang.

"Wah terima kasih tante, maaf sudah bikin repot." Dugal menggaruk belakang lehernya yang tak gatal dan menunjukkan ekspresi sungkan pada Early.

"Eh, tapi Oryn kok tidak pernah cerita sama ibu kalau kamu kenal dengan Dugal?" Early kembali duduk lalu menatap Oryn.

Memangnya harus kuceritakan apa tentang Dugal?
Mau ceritakan kalau Anjana, Dugal dan teman-temannya sering bully aku waktu sekolah?
Dulu aku benci sekali dengan mereka, tapi tidak terlalu benci dengan Dugal karena dia tidak ikut-ikutan membullyku.
Ah, biarpun begitu dia tak seakrab seorang sahabat yang perlu kuceritakan pada ibu kan?

"Hei kok malah melamun?" Early menepuk pundak Oryn membuat lamunannya buyar seketika.

"Ah itu karena..."

Kata-kata Oryn tertahan. Dugal menatap Oryn dengan perasaan cemas, dia takut jika yang dikatakan Oryn adalah hal-hal yang tidak baik mengenai dirinya.

"Karena kita tidak begitu akrab!" jawab Oryn sambil menatap Dugal dengan wajah datar.

Dugal tersenyum kecut. Dalam hati kecilnya tersimpan penyesalan, pernah ada dan menyaksikan Oryn dibully terus-menerus oleh teman-temannya.

"Oh begitu. tapi sekarang akrab kan?" Early menatap keduanya, mencoba menyelidiki status hubungan mereka saat ini.

Melihat Oryn yang diam tanpa menjawab, Dugalpun cepat-cepat menjawab dengan yakin pada Early. "Akrab tante!"

" Syukurlah. Eh, bagaimana keadaan ibumu sekarang Dugal?" tanya Early sambil matanya melirik sosok wanita yang duduk diranjang membelakangi mereka. Rambut yang sebagian sudah memutih tergurai memanjang menyentuh kasur. Wanita yang menggunakan baju pasien berwarna biru itu sedari tadi hanya terdiam sejak kedatangan Oryn dan Early.

Dugal melirik ibunya sebentar lalu kembali menatap Early. Wajah Dugal begitu sendu, jelas sekali bahwa kesedihan menyelimuti dirinya.

"Sekarang ibu sudah tenang tapi tadi ibu berontak lagi tante. Sudah sebulan ini ibu tidak mengenaliku lagi padahal saat aku berulang tahun di bulan lalu, masih sempat ibu menyebut namaku dalam doa." ujar Dugal dengan nada lebih pelan.

Oryn memalingkan wajah. Menahan air mata yang hampir jatuh.

Inikah alasanmu yang selalu mengatakan bahwa kamu tak suka jika wanita disakiti?

"Sabar yah nak. Tante yakin, ibumu akan segera membaik." Early berdiri memeluk tubuh Dugal yang sedang duduk di kursi.

Dugal mengusap air mata saat tubuhnya masuk dalam dekapan Early. Hangat terasa. Sudah lama dia tak dipeluk seperti itu.

5 menit kemudian Early meminta ijin berbicara sendiri dengan ibu Dugal, tanpa Dugal dan Oryn.

"Tapi tante. Kondisi ibu tidak stabil, ibu bisa saja berontak. " cegah Dugal.

"Ibu yakin?" tanya Oryn memastikan.

Early mengangguk yakin.

"Kalau ada apa-apa teriak saja yah tante, aku duduk tak jauh dari ruangan supaya bisa dengar kalau terjadi apa-apa" ujar Dugal sambil menarik pelan tangan Oryn lalu mereka keluar dari ruangan itu.

Oryn dan Dugal duduk berdampingan pada bangku besi panjang di koridor.

Mereka terdiam sesaat sebelum akhirnya Dugal memulai membuka percakapan.

"Maaf Oryn, atas sikapku dan teman-teman sewaktu sekolah dan terima kasih sudah mau datang menjenguk ibuku."

"Yang lalu biarlah berlalu, aku tidak lagi dendam dengan kalian." senyum ikhlas Oryn mengembang, dia menatap langit-langit koridor tanpa berani beradu tatap dengan Dugal.

"Terima kasih." balas Dugal.

Kata-kata Dugal menjadi akhir percakapan mereka. Oryn tak tahu lagi harus mengucapkan apa. Mereka terdiam. Oryn menepis rasa bosan dengan membaca-baca poster penyuluhan kesehatan jantung yang tertempel di tembok putih.

Pertolongan Pertama
Inilah beberapa saran yang dapat dilakukan secara rutin bagi penderita serangan jantung koroner.

1. Rabalah denyut nadinya. Jika tidak terasa, adakanlah pernafasan buatan dari mulut ke mulut.

Oryn berhenti membaca. Pipinya memerah. Dia berdehem kecil lalu melangkah berpindah ke poster selanjutnya.

Gejala-gejala serangan jantung.

Harusnya dipindahkan ke rumah sakit jiwa, bukannya di rumah sakit umum.

Ia benar tuh, ibu itu sakit jiwa malah dipertahankan di sini.

Ntar semua barang rumah sakit rusak, kemarin saja ibu itu berlari menodong pasien lain dengan suntik-suntik, entah dari mana dia mendapatkannya. Semuanya sudah risih dengan kelakuan ibu itu.

Oryn terdiam mendengar suara-suara yang begitu jelas menganggu pendengarannya. Dia memencingkan mata, ke arah koridor belokkan sebelah kiri, tampak ibu-ibu yang berpakaian baju pasien sedang bergosip dan Oryn tahu siapa yang digosipkan karena mereka mengatakan jelas nomor kamar pasien itu, kamar ibunya Dugal.

Oryn mengepalkan jemari, kesal. Dia mengusap air mata yang terlanjur membasahi pipi lalu kembali berjalan ke tempat duduk semula, di mana Dugal sedang duduk.

"Dugal!"

"Ya!" sahut Dugal sambil menoleh ke arah datangnya Oryn.

"Dengerin lagu ini deh, keren." ujar Oryn dan langsung memasang headset di telinga Dugal, mengencangkan volumenya hingga suara-suara ibu-ibu yang sedang bergosip tidak terdengar. Hanya Oryn saja yang masih mendengar suara-suara itu.

Dugal menikmati setiap alunan-alunan merdu, hatinya menjadi lebih tenang, sedang hati Oryn masih berkecamuk dengan rasa kesal pada ibu-ibu itu. Hatinya tergores, jika ibunya dibicarakan seperti itu, benar-benar dia tak sanggup.

***

Nantikan percakapan ibunya Oryn dan ibunya Dugal di part berikut.

Love u all.

Rasa Oryn Veer (SELESAI) Where stories live. Discover now