20. Demi Neptunus

767 83 45
                                    

"Spongebob!" teriak Molla dan Molly penuh kegirangan.

Anjana memutar malas kedua bola matanya ke atas.

Astaga Veer. Kupikir apa. Kamu kan jago lukis, kenapa tidak lukis wajah tampanku saja. Kenapa harus spongebob sih!

Molla dan Molly meloncat girang sambil mengangkat kertas memamerkannya pada Anjana.

"Kak Anjana, punya crayon tidak? Molla mau warnai."

"Kak Anjana, cuma punya spidol hitam buat nulis lirik lagu, mau pakai?"

Molla dan Molly diam sejenak, menatap tajam ke arah Anjana.

Eh Astaga, apa lagi nih bocah. Apa yang salah sih?

"Spongebob warnanya kuning kak Anjana, bukan hitam!" tegas Molla.

"Oh, demi neptunus!" tambah Molly.

"Eh, apa lagi tuh. Dapat dari mana kata-kata itu?" Anjana menyilangkan kedua kakinya di atas sofa dan masih menatap kedua adiknya di depan.

"Dari Bikini Bottom" jawab Molly.

"Haik... Haik.. Haik... Haik" Molla meniru gaya tertawa tuan krab.

"Udah-udah simpan dulu gambarnya yah! Ayo makan siang dulu, nanti selesai itu baru ibu beliin crayon" ibu mereka mendekat membujuk Molla dan Molly.

"Ayo kita serbu makanan!" seru Anjana sambil menggendong Molla dan diikuti Molly.

***

Selesai dengan pekerjaan, Oryn bersama karyawan yang bertugas pada jam biasa bergegas keluar dari caffee, termasuk Ivi, pujaan hati Div.

"Ivi, boleh ngobrol sebentar? " ujar Oryn saat mereka duduk menunggu bis di halte.

"Boleh. Tentang apa?"

"Tentang semalam di chat."

"Oh, Div?"

Semalam Oryn sudah memberitahukan tentang Div pada Ivi melalu pesan chat jadi ivi dapat menebak apa yang ingin dibicarakan Oryn.

"Iya. Dia ingin mengantarmu pulang sekarang. Boleh?"

Oryn meletakkan jaket Anjana di atas paha, menutupi pahanya yang tak tertutup sebagian karena rok mini yang dikenankan.

"Kenapa div tidak katakan sendiri?" Ivi menarik sebagian rambutnya lalu diselipkan dibelakang telinga.

"Ah, katanya malu" jawab Oryn dengan senyuman kecil.

"Jadi gimana? Boleh?" sambung Oryn lagi.

"Boleh" Ivi mengangguk kecil, tanpa sadar pipinya sudah memerah.

Oryn cepat-cepat mengirim sinyal persetujuan Ivi kepada Div. Tanpa menunggu lama Div tiba di depan halte dengan motornya.

Orynpun pamit pada Div dan Ivi saat sebuah bis berhenti di depan halte. Dia menaiki bis dan dari dalam melambaikan tangan pada kedua insan yang sedang dalam masa pedekate itu.

Bis berhenti di depan gang kompleks perumahan Oryn. Oryn turun namun tak berjalan ke arah rumahnya. Dia memutar jalan ke sebuah toko, seperti biasa ramen tujuannya.

Sambil memilih ramen pedas kesukaannya, Oryn mendengar suara seorang lelaki yang dia kenal.

"Crayon ini harganya berapa mas?"

Terlihat dari belakang. Lelaki itu tinggi dengan punggung tegak. Memakai kaos hitam, celana pendek hitam, sendal jepit hitam. Ah tapi tubuhnya layaknya papan tulis, penuh coretan sana-sini.

Oryn mendekat ke meja kasir, ingin membayar ramen yang sudah dipilihnya.

"Loh Anjana?" kata Oryn saat menatap lelaki di sampingnya.

Mendengar namanya disebut. Anjana memalingkan wajah menatap Oryn.

"Oh Oryn" Anjana ikutan kaget.

Bola mata Oryn berputar menuju sebuah Crayon di meja kasir.

"I.. I.. Ini punya Molla dan Molly" kata Anjana pada Oryn padahal Oryn tak menanyakan apapun.

"Punyamu juga tidak apa-apa kok" Oryn tersenyum sambil mengeluarkan selembar uang untuk membayar ramen dan menyimpan uang kembaliannya kembali.

"Ini punya adik kembarku!" tegas Anjana lagi sambil mengambil crayon yang sudah dimasukan di dalam plastik oleh kasir.

Semua gara-gara spongebob! Dan lagi gara-garaku juga yang sok jadi anak yang taat terus nawarin diri buat gantiin ibu beli crayon! Ah, kenapa harus ada Oryn sih.

"Oh adikmu kembar?" tanya Oryn sambil mengikuti langkah Anjana yang sudah berjalan keluar pintu toko.

"Iya. Mau kukenalin?" Anjana berhenti di depan jalan, tempat dia memarkirkan motor.

"Kapan-kapan yah, kalau aku tidak sibuk kerja" jawab Oryn. Oryn merogoh sebuah payung dari dalam tasnya lalu dibuka, menutupi kepala dari sengatan matahari.

Tiba-tiba percikan air dari selang yang ditahan seorang paman di samping mereka meluap keluar dengan kencang.

Sontak Anjana berlari kecil masuk di bawah teduhan payung Oryn. Wajah mereka menjadi sangat dekat.

Dag!

Dig!


Dug!

Ada apa ini, mengapa jantungku berdetak lebih kencang seperti genderang mau perang, mengapa darahku mengalir lebih cepat dari ujung kaki ke ujung kepala, aku sedang ingin... Eh malah nyanyi.

Anjana berhenti bermain kata dalam hati lalu meneguk ludah, Oryn begitu cantik dari dekat. Bibir ranum merah merona begitu memikat. Kulit halus pada wajahnya mulus tanpa butiran jerawat. Mata bulatnya seperti boneka-boneka yang terpampang di kamar Molla dan Molly.

Oryn tiba-tiba malu lalu menutup sebagian wajahnya dengan tangan kiri, hingga yang telihat hanya sepasang mata bulatnya. Jantungnya juga berdetak tak karuan.

Setetes air menetes dari rambut Anjana melewati hidung mancung Anjana. Oryn menyadari Anjana ternyata tak kalah tampan dari Veer.

Oryn dan Anjana masih saling menatap hingga paman tadi mendekat dan berbicara membuyarkan lamunan mereka.

"Eh kalian tidak apa-apa? Mohon maaf yah tadi selangnya sedikit gangguan. Apa ada yang basah?"

"Hatiku" jawab Anjana asalan seperti masih di bawah alam sadar.

Paman itu mengernyitkan kening saat mendengar jawaban Anjana.

"Ah, tidak apa-apa paman!" ujar Oryn.

"Maaf yah" kata paman itu lagi lalu pergi meninggalkan mereka.

Oryn bergerak mundur sedikit menjauh dari Anjana. Dia ingin bergegas pulang.

Anjana masih berdiri mematung, menatap Oryn yang sudah berjalan pergi.

"Oryn!" teriak Anjana kencang.

"Kenapa?" Oryn memutar setengah badannya bersama payung pink di genggamannya.

***

Rasa Oryn Veer (SELESAI) Where stories live. Discover now