[Shiceng POV] - Bendera Perang

1.4K 236 181
                                    

Update lagi nih~

Aku kembali dengan cepat bersama Shiceng POV. Ada yang udah nunggu?


Happy reading!^^



~°~°~



"Shiceng..."


"Shiceng..."



"Ya ampun Shiceng!"

Aku terlonjak di tempatku dan segera menoleh ketika mendengar suara seorang wanita berteriak. Ketika itu aku menemukan wajah manis (y/n) tertekuk dengan bibir mengerucut.

Aku mengerjap pelan, bingung mengartikan raut wajahnya. "Weishénme?"

Ia mendengus, lalu memutar bola matanya dan menutup buku yang ada di depannya. "Harusnya aku yang menanyakan itu. Weishénme? Kau melamun terus sejak tadi. Padahal aku sedang menjelaskan isi bukunya."

Aku segera menunduk, menatap buku yang ia pegang. Aku menghela napas dan menyentuh keningku. Sungguh, aku sempat kehilangan fokus dalam sekejap. Aku tidak tahu berapa lama aku melamun, yang jelas aku lupa bahwa aku sedang belajar bersama (y/n) di sini. Kedatangan putra kelima membuatku kehilangan fokus.

Kenapa aku tiba-tiba merasa takut padanya?

Bukan karena aku bersama dengan istrinya seharian ini. Tapi aku melihat sorot lain pada kedua bola matanya. Kelembutan itu seperti menyembunyikan sesuatu yang gelap.

Iyakah? Apa Junhui Gēgē benar-benar akan terlibat? Apa aku akan terancam?

"Shiceng... Kau melamun lagi," keluh (y/n). Membuatku lagi-lagi tertarik dari lamunan.

"Dàoqiàn. Sepertinya aku lelah," jawabku asal.

Ia menghela napas. Raut wajah dan nada bicaranya melembut ketika ia berujar, "Seharusnya kaubilang padaku kalau lelah. Kalau begitu kan aku tidak akan menjelaskan panjang lebar. Pasti agak sulit ya?"

Aku mengulas senyum usai mendengar sedikit kekhawatiran pada nada bicaranya. Melihatku tersenyum, ia ikut tersenyum. Senyuman indah itu membuat hatiku menghangat. Bolehkah aku merasakan hal seperti itu?

"Tidak sulit, aku mengerti apa yang kaukatakan. Tapi sepertinya aku mulai mengantuk. Semalam aku tidak tidur."

Ia mengerjap pelan. Ia lantas mendekat dan menyentuh dahiku secara tiba-tiba. "Kau tidak sakit kan?"

"Tidak kok." Aku meraih tangannya, menggenggam dan menurunkannya dengan lembut. "Aku baik-baik saja."

"Syukurlah," ujarnya lalu menghela napas. "Aku biasanya demam kalau tidak tidur semalaman."

Mendengar kepolosannya membuatku terkekeh geli. "Kalau aku demam aku tidak akan belajar dan kemari denganmu."

Ia mengerjap. "Iya juga ya."

Namun, tak lama setelah itu raut wajah polosnya berubah menjadi cerah tapi tetap terkesan lembut. "Kalau begitu kita lanjut lagi saja nanti. Kauharus beristirahat. Ayo! Aku akan mengantarmu kembali ke kamar."

"Kau duluan saja. Aku bisa sendiri. Lagipula bukunya tidak banyak," sahutku, "ahh, aku mungkin akan pergi ke kediaman Mama dulu. Aku belum menengoknya akhir-akhir ini."

Mask [EXO and Seventeen Imagine Series]Where stories live. Discover now