F.M 45 - Bad luck

20.1K 930 2
                                    



Beberapa hari telah berlalu semenjak kejadian malam itu. Tidak ada perubahan yang terjadi kecuali tidak hadiran Johanson untuk beberapa hari karena harus berada di rumah sakit dan Laila yang selalu menatapnya dengan ekspresi penuh waspada seakan takut tiba-tiba Amel akan loncat untuk menerkamnya. Amel hanya bisa menghela nafas lelah setiap melihat ekspresi Laila. Ia juga benar-benar tidak habis pikir bahwa akan seperti itu akhirnya.

Benar-benar kelewatan batas.

Amel merupakan orang yang cukup pintar dalam mengatur emosi, untuk melakukan tindakan seperti malam itu benar-benar sangat jarang terjadi. Baru kali ini ia merasakan dorongan yang sangat kuat untuk menghajar wajah Johanson dan hal itu sedikit...sedikit membuatnya merasa bersalah terutama mengetahui bahwa Johanson harus berada di rumah sakit untuk beberapa hari.

Aku benar-benar sudah kelewatan pikir Amel sambil menghela nafas lelah.

"Sudah 10 kali kamu menghela nafas dalam 1 menit ini, Mels" gumam suara berat yang berasal dari sisi kanannya membuat Amel menoleh kearah sumber suara tersebut.

"Ah...apa maksudmu, Blondie?" tanya Amel dengan ekspresi polos dan tatapan yang menunjukkan rasa bingungnya.

Tingkah Amel saat ini mungkin dapat mengecoh orang lain namun, tidak untuk Daniel. Ia sudah mengenal Amel cukup lama untuk dapat melihat sorot jahil dari kedua mata hazel yang terlihat polos itu. Daniel tersenyum lebar sebelum menyentil pelan dahi Amel.

"Ouch!" teriak Amel kesakitan sebelum refleks melindungi dahinya dari Daniel dan menatap kearahnya dengan tatapan penuh dendam yang sukses membuat Daniel tertawa keras melihatnya.

"Kamu pikir aku sebodoh itu? Aktingmu itu tidak mempan untukku" jawab Daniel diantara tawanya. "Apa yang kau pikirkan sampai seperti itu, hm?" tanyanya dengan kedua alis yang terangkat setelah tawanya mereda.

"Tidak ada" jawabnya singkat sambil menggerakkan bahunya acuh tidak acuh.

"Bodoh. Anak kecil sudah belajar bohong ya" ucap Daniel dengan nada mengejek sambil mengelus pelan puncak kepala Amel yang sukses mendapatkan tatapan tajam darinya.

Amel menepis pelan telapak tangan Daniel sambil mendengus kesal. "Sudahlah. Kau ini ngapain disini, sih? Kayak enggak ada kerjaan aja" gerutu Amel pelan.

"Hey!! Waktu pulang nih!! Abis ini mau pada karaoke, mau ikut enggak kalian?" ucap Rico dengan nada bersemangat sambil menepuk keras punggung Daniel yang di balas dengan ringisan sakit darinya.

"Boleh deh"

"Enggak deh"

Jawaban Amel dan Daniel di saat bersamaan membuat Rico terkekeh pelan mendengarnya. Pasangan yang satu ini emang kompak banget sampai-sampai jawab pertanyaan aja barengan pikirnya dalam hati.

"Loh? Kenapa? Kan enggak ada kerjaan? Mr. Anderson memang memberimu tugas lagi?" tanya Daniel degan dahi berkerut namun, lawan bicaranya hanya menggelengkan kepala tidak acuh.

"Aku lelah. Lagi ingin istirahat aja" jawabnya singkat sambil membereskan barang-barangnya.

"Duluan ya!" ucapnya sambil melangkah meninggalkan kedua sosok yang masih berbincang pelan sambil menatap punggung Amel yang berjalan menjauh.

"Bodoh"

Mendengar makian Rico sontak membuat Daniel merasa makian itu ditujukan untuknya dan hal itu membuatnya mengalihkan pandangan kearah sumber suara yang menatapnya dengan kedua alis yang terangkat dengan tatapan penuh arti.

"Kau bodoh" jawabnya singkat dengan senyum yang sulit diartikan membuat Daniel menyipitkan matanya.

"Kalau kamu tidak buru-buru. Kau akan kehilangan" ucapnya santai sambil berjalan meninggalkan sosok Daniel yang masih menatapnya dengan tatapan tidak percaya.

"Ayo cepatan, Daniel!" teriaknya tanpa membalikkan badannya.

***

Ini sudah kelima kalinya Amel memeriksa jam tangan yang berada di tangan kirinya, sudah kurang lebih 30 menit ia menunggu taksi yang biasanya selalu siap sedia di lobi kantor untuk mengantar karyawan Lighthouse kembali pulang namun, hari ini tidak terlihat sama sekali tanda-tanda keberadaan mobil kuning tersebut. Perlahan Amel menghembuskan nafasnya.

Harusnya tadi ia memutuskan untuk pulang naik bus, kalau jam segini peluangnya untuk mendapat bus sudah semakin kecil. Bahkan, seharusnya ia meminta Daniel atau Rico mengantarnya pulang terlebih dahulu sebelum mereka pergi minum tadi. Memang, penyesalan selalu datang terlambat pikirnya sambil menghembuskan nafas pelan untuk yang kesekian kalinya.

Mungkin lebih baik aku pergi ke halte bus? Setidaknya walaupun, kemungkinannya kecil...masih ada kemungkinan untuk mendapatkan kendaraan pulang pikir Amel pelan.

Bisa saja tiba-tiba ia bertemu dengan taksi yang kosong? Siapa yang tahu?


TO BE CONTINUED

Forever MineWhere stories live. Discover now