F.M 7 - Count me in ..

31.5K 1.4K 7
                                    


           

Suara sepatu hak tinggi Amel bergema di sepanjang koridor yang sepi sebelum akhirnya memasuki ruang istirahat karyawan dimana beberapa pasang mata memperhatikannya dengan ekspresi penuh simpati. Melihat ekspresi rekan kerjanya membuat Amel mengerutkan dahinya perlahan. Ada apa? Kenapa semua orang melihatnya seperti itu?

Langkah kaki Amel terhenti sebelum akhirnya ia memutuskan untuk mengetuk pintu ruang kerja Daniel yang berada tepat di samping ruangannya. Mendengar jawaban dari dalam membuat Amel mendorong pintu yang ada dihadapannya. Sepasang mata biru balik menatapnya dengan kedua alis yang terangkat tinggi. Ekspresi yang jelas terlihat seperti berkata "Kau masih hidup?" terpampang di wajahnya membuat Amel memutar kedua matanya kesal.

"Tidak kau juga Blondie" gerutu Amel pelan.

Ada apa dengan semua orang?

"Hey, memangnya kenapa dengan ekspresiku?"gerutu Daniel sambil memperhatikan sosok perempuan yang sekarang duduk dihadapannya.

"Seakan berkata "Oh-Amel-Ternyata-Kamu-Masih-Hidup-Ya" begitu kurang lebih" gumam Amel pelan. Kedua matanya menatap tajam kearah Daniel yang sukses membuatnya menelan ludah karena gugup.

"Woah...woah...woah, tenanglah feisty girl. Bagaimana bisa aku tidak berpikir seperti itu? Hampir semua orang di lantai ini tahu kamu dalam masalah besar karena harus menghadap Mr. Murray dan Mr. Marquez" ucap Daniel berusaha menjelaskan kepada Amel yang masih menatapnya dengan tatapan kesal. Kemarahan perempuan adalah hal yang paling mengerikan dan tatapan Amel saat ini terlalu mengerikan pikir Daniel dengan nada getir.

Huh?

Masalah? Kata siapa?

Jangan-jangan Laila mulai menyebarkan gossip aneh...

"Darimana berita itu? Kata siapa aku dalam masalah?" tanya Amel sambil mendengus kesal.

"Sekertaris Mr. Anderson. Laila. Ketika ia kembali dari rapat dengan heboh ia bercerita mengenai kesalahanmu dan betapa besarnya kamu dalam masalah karena itu" ucap Daniel  menjelaskan keadaan yang terjadi ketika Amel sibuk berbincang dengan kedua pimpinan rapat beberapa saat lalu.

Damn, that woman...

Kenapa aku tidak heran kalau perempuan itu bakal melakukan hal bodoh seperti ini...

"Dasar perempuan yang satu itu memang besar mulut doang" gerutu Amel pelan ketika mendengar penjelasan Daniel. Rasa kesal yang semakin menumpuk di dalam hatinya membuat ekspresi Amel menjadi masam.

"Huh? Maksudmu?" tanya Daniel penasaran ketika mendengar nada janggal dari perempuan yang ada dihadapannya. Apakah ada yang ia lewatkan?

"Kalau aku dalam masalah, aku tidak mungkin ada disini saat ini, Daniel. Berbicara denganmu seakan aku baru saja selesai makan siang dengan santainya. Aku tidak dalam masalah bahkan, Mr. Murray dan Mr. Marquez sangat kagum dengan kinerjaku saat rapat makanya tadi mereka berdua ingin berdiskusi denganku. Lagian, kenapa kamu dengan mudahnya percaya dengan Laila? Kau tahu perempuan licik itu tidak menyukaiku" ucap Amel sambil menjelaskan kejadian ketika rapat tadi tanpa menjelaskan masalah yang ia hadapi karena perempuan licik itu. Amel mungkin memang perempuan yang tidak mengambil pusing suatu masalah dan terlihat seperti mudah diajak berteman namun, ketika seseorang sudah melewati garis kesabarannya, ia akan melawan orang tersebut dengan caranya sendiri. Dan saat ini sikap Laila mulai mendekati batas kesabarannya. Amel hanya berharap perempuan licik itu akan berhenti sebelum ia memutuskan untuk menyelesaikan masalahnya dengannya karena ia yakin 100% kalau Laila tidak akan menyukai hasil akhirnya.

Sangat tidak menyukainya.

"Ah...kau benar juga ya. Kalau kau dalam masalah pasti kau tidak akan berada disini" ucap Daniel ketika menyadari maksud dari perkataan Amel. "Jadi Laila berusaha menyebarkan berita buruk tentangmu?" lanjut Daniel dengan nada penuh tanda tanya.

Mendengar itu Amel memutar kedua matanya dengan kesal. Untuk ukuran laki-laki yang cukup tampan, kemampuan otak laki-laki dihadapannya ini memang benar-benar bisa disamakan dengan garis lurus. Apa IQ laki-laki ini terlalu rendah sampai-sampai tidak bisa menghubungkan 1 + 1 = 2?

Amel benar-benar bersimpati untuk perempuan yang nantinya akan menjadi istri laki-laki ini...poor woman.

"Tentu saja Blondie idiot. Apakah kau sebodoh ini? Bagaimana aku tidak menyadari itu ya?" komentar Amel dengan nada sarkastik yang membuat Daniel menyipitkan kedua matanya.

"Hey! Apa maksudmu dengan bodoh!? Aku tidak bodoh tahu" ucap Daniel dengan nada kesal sambal berusaha membela dirinya sendiri.

"Kalau kamu pintar, kamu akan mudah menempatkan 1+1=2" jawab Amel sambil menyadarkan punggungnya di kursi yang di dudukinya.

Belum sempat Daniel membalas perkataan sarkastik dari Amel, pintu ruangan kerjanya terbuka dengan keras membuat mereka berdua mengalihkan pandangannya kearah pintu yang saat ini di penuhi oleh wajah-wajah familiar yang berjalan memasuki ruang kerja Daniel yang sukses membuatnya mendengus kesal.

"Mels! Apakah kau baik-baik saja?! Aku tidak percaya dengan apa yang dikatakan oleh perempuan ular itu. Kamu tidak dalam masalah kan!?" teriak Kara dengan nada khawatir sambil memgguncangkan tubuh Amel. Rico dan Ghina yang berjalan di belakang Kara juga menganggukkan kepalanya sambil menatapnya dengan tatapan khawatir seakan Amel memiliki penyakit kronis dan sudah di vonis untuk hanya memiliki waktu hidup selama 1 bulan.

Kenapa semua temannya itu berlebihan semua? pikir Amel dengan memutar kedua bola matanya dengan malas.

"Tenanglah kalian semua. Aku tidak apa-apa dan aku tidak dalam masalah apapun. Malah aku di puji karena performaku tadi. Apa yang Laila katakana itu bohong" sangkal Amel berusaha menangkan semua temannya sebelum melihat mereka semua menghembuskan nafas lega.

"Huh. Sudah aku bilang ular yang satu itu pasti bohong! Amel, she's slandering you! Lakukan sesuatu" gerutu Kara dengan nada kesal di dukung oleh anggukkan kepala Ghina yang bersemangat.

"Benar! Aku saja bingung kenapa ular yang satu itu memiliki dendam kepadamu? Padahal kalian tidak memiliki masalah apapunkan?" timpal Ghina.

Untuk semua teman-temannya mungkin Amel dan Laila terlihat tidak memiliki masalah satu sama lain karena mereka jarang bertemu dan berbincang namun, itu tidak menutup kemungkinan bahwa mereka tidak ada masalah sama sekali. Semuanya bermula semenjak kejadian malam itu namun, Amel memutuskan untuk tersenyum ketika mendengar pertanyaan Ghina karena pada dasarnya masalah ini adalah masalah mereka berdua.

"Sudahlah. Lebih baik kita bersenang-senang saja. Have fun. Aku punya akses ke Aurora untuk malam ini loh" ucap Rico dengan nada penuh semangat membuat seluruh mata yang menatap kearahnya seakan berbinar penuh kebahagiaan.

Tiket Aurora!

Siapa yang menolak jika ada orang yang menawarkan tiket masuk ke dalam night club ekslusif yang ada di New York dimana untuk memasuki tempat itu saja dibutuhkan tiket khusus!

"Benarkah!? Apa kau yakin itu benar-benar Aurora!?" ucap Ghina dengan nada tidak percaya namun, pandangannya penuh dengan kehebohan.

"Kau tidak bercandakan? Bagaimana bisa kau mendapatkannya, bro?" tanya Daniel dengan tatapan heran.

"Tentu saja! Hebatkan teman kalian ini? Sepupuku merupakan bartender Aurora dan dia bisa memberikan tiket masuk gratis" ucap Rico sambil mengarahkan layar ponselnya kearah semua teman-temannya dimana dapat di lihat tiket masuk digital dengan desain yang khas melambangkan kemewahan Aurora. Melihat itu seluruh orang yang ada di ruang kerja Daniel berteriak penuh semangat terutama ketiga perempuan yang ada disana.

"Gimana ladies? Kalian ikutkan? Gak usah tanya Daniel karena dia pasti ikut" ajak Rico sambal tertawa pelan.

"Sialan lo" maki Daniel di tengah tawanya ketika mendengar kalimat Rico.

"Aku ikut"

"I'm in!!"

"Bagaimana Little Miss Candrakirana? Are you in?" tanya Rico membuat seluruh pasang mata menatapnya dengan penuh harap. Melihat itu senyum Amel merekah di wajahnya membuat wajahnya terlihat menawan.

"Count me in babes"

"YASH!"

Forever MineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang