F.M 33 - glint of recognition

22.1K 1K 8
                                    



Rasa gelisah menyelimuti Amel setiap kali ia mengingat kejadian beberapa saat lalu ketika ia melihat sosok Gavino Ramirez secara langsung. Jantung Amel mendadak terhenti ketika kedua mata biru tajam tersebut akhirnya mengarah ke sisi ruangan tempat Amel berdiri di tengah kerumunan karyawan yang masih berdiskusi dengan heboh ketika menyadari sosok yang mereka puja mengarahkan pandangannya sisi tempat mereka berdiri saat ini. Waktu seakan berhenti ketika kedua mata mereka bertubrukan.

Grey meets blue.

Entah kenapa Amel merasa sepasang mata biru tajam itu menatap tepat kearah kedua manik matanya meskipun saat itu ia berdiri diantara begitu banyak karyawan perempuan lainnya. Firasatnya mengatakan bahwa laki-laki itu memang menatap dirinya membuat diri Amel merasa terekspos seakan mata biru itu dapat mengetahui seluruh rahasia yang ia simpan rapat-rapat. Tubuhnya merinding semakin lama ia menatap mata biru tersebut. Di tengah suara teriakan hingar bingar karyawan perempuan lainnya, Amel terpaku di tempat.

Ia tidak dapat menggerakkan seluruh tubuhnya.

Waktu seakan berhenti berputar untuk beberapa saat.

Ia tidak bisa mengalihkan pandangannya dari mata biru tersebut. Mata tajam dengan warna biru yang indah. Seperti lautan yang memiki permukaan yang tenang namun, memiliki kedalaman yang sulit untuk di ukur dan diartikan. Amel benar-benar merasa terhipnotis oleh kedua mata itu.

Seakan tersadar dari lamunannya ia menyadari siapa sosok yang menatapnya saat ini membuat Amel tanpa sadar menahan nafasnya. Wajahnya terlihat kehilangan seluruh warnanya.

Gavino Ramirez.

Gavino Ramirez menatapnya.

Astaga!!

Laki-laki itu benar-benar menatapnyakan!?

Apa...ia menyadari suatu yang aneh?

Apa ia mengenalnya?....

Pertanyaan demi pertanyaan, dugaan demi dugaan, ketakutan demi ketakutan semakin menumpuk di dalam benak Amel membuatnya merasa kesulitan untuk mengambil nafas karena sesak yang ia rasakan. Ia bahkan tidak bisa menggerakkan tubuhnya! Jangankan menggerakkan, ia bahkan tidak bisa mengalihkan pandangannya dari kedua mata biru yang masih terus menatap dalam kearahnya itu. Jangan terjebak oleh warna kedua bola itu Amelia! teriaknya dalam hati.

Sebuah kilatan familiar terlihat untuk beberapa saat sebelum kedua mata biru itu kembali mengalihkan pandangannya namun, hal itu sukses membuat Amel mengerutkan dahinya. Bahkan hingga akhirnya kedua mata tersebut tidak lagi memfokuskan pandangannya dan berjalan meninggalkan lobi kantor tempatnya berada saat ini tidak membuat Amel mengalihkan pandangannya dari sosok punggung tegap yang berjalan semakin menjauh tersebut.

kenapa laki-laki itu menatapnya seakan....mengenalnya?

Kilatan familiar?

Kedua mata itu menatapnya seakan ia mengenali Amel dan hal itu membuatnya mengerutkan dahinya dalam. Apa ia pernah bertemu dengan Gavino Ramirez?

Tidak. Tidak mungkin, bagaimana bisa ia bertemu dengan sosok seperti Gavino Ramirez dan melupakannya? Untuk sosok seperti Gavino Ramirez pasti akan sangat sulit ia lupakan karena tampang dan aura yang terpancar dari tubuhnya.

Jadi mungkinkah ia salah lihat?

Yep. Mungkin. Amel tidak pernah bertemu atau bahkan berurusan dengan laki-laki mengerikan tersebut karena pada akhirnya setiap orang yang berurusan dengan Sang Iblis hanya akan ada satu akhir untuk mereka.

Tentunya akhir yang benar-benar tidak ingin Amel temui.

Hey!! Dia memiliki terlalu banyak potensi untuk masa depannya, terlalu banyak rencana yang ingin ia lakukan jadi kematian bukan sebuah opsi yang akan ia pilih.

"Hoi! Mels? Kok malah ngelamun sih?" tanya Ghina dengan nada kesal. Dari tadi mulutnya bergerak tanpa henti untuk bercerita...eh, malah lawan bicaranya sama sekali tidak memperhatikannya!

Huh!

Ucapan Ghina menyadarkan Amel dari lamunannya, perlahan kedua mata abu Amel menatap Ghina yang mengarahkan pandangan kesal kearahnya. "Aiya, maaf tadi pikiranku kemana-mana. Ada apa tadi?" ucap Amel pelan dengan ekspresi penuh rasa bersalah.

"Hump! Dasar menyebalkan" gerutu Ghina pelan sambil mengalihkan pandangannya. Mencoba untuk terlihat seperti sedang merajuk.

Amel tertawa pelan ketika melihat tingkah Ghina seperti anak berumur 5 tahun yang melakukan tantrum. Bayangkan saja, untuk perempuan dewasa berumur 27 tahun melakukan tantrum seperti anak kecil begini? Dan untuk ukuran perempuan seperti Ghina?

Sangat menghibur.

"Sudahlah Ghin. Mungkin Amel lagi kurang sehat. Kamu mau aku buatkan teh hangat? Supaya badan kamu lebih enak" tanya Kara masih dengan nada lembutnya. Kebiasaannya mengurus buah hatinya membuat sifatnya menjadi lembut dan penuh kekhawatiran sehingga terkadang sifat tersebut masih terbawa di lingkungan kantor, terutama kepada Amel yang ia anggap seperti adik perempuan yang selama ini ia dambakan. "Ini AC ruangannya terlalu dingin juga. Nanti kalau kamu sakit bagaimana?" gumam Kara pelan sambil meraih remote ac yang berada di atas rak buku yang berada didekatnya.

Ghina memutar kedua matanya ketika melihat kelakuan Kara yang menurutnya terlalu berlebihan. Amel memang sudah mereka anggap seperti adik kecil mereka tetapi, kelakuan Kara kadang memang tidak tahu batasan...walaupun, seperti adik mereka, Amel kan sudah 23 tahun... dan untuk diperlakukan seperti anak kecil begini terlihat agak berlebihan dan memikirkannya saja kadang membuat Ghina hanya bisa tersenyum tipis sambil menggelengkan kepalanya pelan.

Gavin & Amel

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Gavin & Amel

TO BE CONTINUED

Forever MineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang