I Was My Asensiorekta, Arc 06

51 13 0
                                    

Kami bertiga melaju cepat membelah angin, membuat derap kaki secepat mungkin masuk kedalam gedung sekolah. Petunia yang tubuhnya ringan seolah melayang ketika berlari, Splendid berkaki panjang, jangkauannya jauh sekali. Tapi bukan berarti aku tertinggal, aku tak seringan Petunia maupun memilikki kaki sepanjang Splendid, tapi lariku ideal. Lari cepat hanyalah jogging ringan untuk tingkatanku.

Secara tidak langsung, sebenarnya aku mencoba menjelaskan bahwa kedudukanku lebih unggul daripada mereka berdua. Aku berlari santai sementara mereka berdua kepayahan. Ketika aku menoleh kebelakang, Splendid tiba-tiba meloncat keluar dari jendela lantai satu. Aku yang terkejut, mengintip lewat jendela seberang. Rupanya dia memilih rute 'memanjat' daripada 'berlari'. Kubiarkan saja Petunia berlari menyusulku, aku lebih tidak suka dikalahkan Splendid!

Aku mengambil rute alternatif, menghalangi  saja legal kan? Kututup beberapa daun jendela sehingga dia tak akan bisa naik ke atas. Lalu balkon jendela... hum... paku payung di mading lorong... Kuambil pepakuan itu dan kutabur di balkon. Sedikit rasa sakit akan baik...

Dari lantai tiga, aku melihat Splendid. Dia terlihat kebingungan, huh, bagus! Lihatah wajahnya itu! Akan kutertawakan ketika aku berhasil mengambil bunganya!

Tapi mendadak saja dia meloncat, salto secara luar biasa layaknya pemain sirkus atrobatik. Dia berhasil mendahuluiku dengan mendarat di balkon, tak mempedulikan paku payungnya. Hah!? Dasar Monster!

Jika sudah begini, pilihannya hanya terus melaju atau kalah!

Aku menambahkan tenaga mengitari tangga demi tangga menuju atap. Sekilas aku melihat sebuah bayangan, apakah dia Petunia? Aku tak melihatnya setelah dia mendahuluiku. Ataukah dia Flaky? Semoga melihat sekelebat tidak membuatku didiskualifikasi.

Dari jendela, aku melihat daerah sekitarku banyak dikepung mobil polisi. Apa terjadi kasus lagi ya?

Aku melihat pintu atap. Aku tiba paling terakhir, tapi dua orang di depanku tidak bergerak sedikitpun. Mereka seakan tercengang akan sesuatu.

"Ada apa?" Aku berlari mendekat.

"Bunganya hilang, tiga-tiganya" Tunjuk Petunia "Padahal saat aku cek tadi, bunganya ada!"

"Jangan-jangan kau mencurinya!" Tuduh Splendid ke kami.

"Gak... kami kan baru ja datang, kamu yang paling pertama tiba. Tapi kau juga tak membawanya, kan?" Tanya Petunia penuh selidik.

Splendid menggeleng.

"Terus, ada apa nih? Kok bisa hilang...? Dicuri?"

"Satu-satunya orang yang bisa mengambil bunga itu... hanyalah peserta keempat di acara ini" Gumamku seraya berpikir.

"Peserta keempat? Siapa? Kok bisa?" Serbu Petunia

"Jelas kan, si landak blo'on itu, Flaky. Dia tahu bahwa jika dirinya yang mengambil, dia tak akan didiskualifikasi, nah, jadi secara tak langsung Flaky menantang kita" Jawabku

"Dia menyembunyikan bunganya?" Tanya Splendid

"Bisa jadi, tapi kalau menurutku... dia membawa bunganya. Menarik kan, kita harus merebut bunga itu tanpa boleh bertemu dengannya! Menurutku, itu yang mungkin dia pikirkan"

Petunia terkekeh "Kok bisa? Flaky itu..." Dia melihat ke lantai atap "Tapi kalau melihat dari jejak ketombenya... kayaknya memang dia deh yang mencuri bunga tersebut. Dasar maniak drama!" Petunia memungut putih-putih di keramik atap.

"Jadi, anggap aja babak kedua?" Tanya Splendid

Petunia menambahi "Dengan peraturan tambahan" Cetusnya, kami langsung paham apa yang dia maksud. Lalu membuat ancang-ancang hendak berlari lagi.

Kemudian terdengarlah sebuah suara yang memekikkan telinga.

"HYAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAA!!!"

Flaky? Pikirku cepat. Mengapa dia berteriak?

Aku memandang Splendid dan Petunia, mereka membuat wajah keheranan yang sama. Kami kemudian buru-buru menuruni tangga menuju ke lantai empat.

Di ujung lorong, kami melihat sekelebat rambut merah bergerak menuruni tangga, kami hendak mengejarnya ketika pintu ruang sebuah kelas terbuka.

Nutty, yang setahuku menghuni sekolah, keluar dari kelas tersebut.

Mulutnya penuh belepot darah....

"Nuttyyy... Maowhhh GOELLAAA!! GULAAAAA!!!" Teriaknya, matanya merah, seperti orang gila. Dia bergerak ke arah kami bertiga.

"GUUUULLAAAAAA!!!!!!!!!!!!!!!!" Teriaknya keras, sekali lagi. 



I Was My AsensiorektaWhere stories live. Discover now