Transparent Memory

707 41 31
                                    

Dihari yang datar ini, dimana tak ada sesuatu yang terjadi.

Pembagian nilaiku sudah dimulai, meskipun aku tahu.

Nilainya akan sempurna seperti biasa.

Aku terduduk di bangku dalam ruangan berukuran yang cukup untuk tiga puluh murid yang sangat jarang absen. mereka terlalu rajin hingga malas untuk tinggal di rumah- yah, mungkin aku juga begitu

Aku bukanlah anak dewa seperti yang mereka bicarakan, aku hanya bekerja terlalu efisisien, atau memang begitu kenyataannya.

Menebak sesuatu adalah suatu hal yang mudah bagiku. aku cukup percaya diri untuk mengatakan bahwa hampir tak ada sesuatu yang tak bisa kupecahkan.
Hanya saja, aku sedikit bosan.

Kehidupan memuakkan yang selalu berjalan apa adanya ini, sedikitpun tak pernah berubah.
aku selalu menjalani rute yang sama, bangun-sekolah-pulang-menghilang di kamar-makan-menghilang lagi dan tidur.

...

Murid yang membawakan kertas jawaban telah sampai ke mejaku, cepat-cepat ia lemparkan kertas tersebut padaku tanpa peduli dengan keadaanku.

Dan tebakanku memang benar, nilaiku sempurna lagi.

Aku menghela nafas, entah mengapa aku justru merasa sedikit kesal. karena lagi-lagi benda ini sempurna.

"Baiklah, bagaimana kaupikir mengenai ini?" Gumamku Sepi

Sambil membaca buku kosong, (Yang entah bagaimana caranya, aku bisa melakukan hal tersebut) aku benar-benar terasa tercekik, aku sesak. Aku mengundurkan kursiku dan memutuskan untuk membeli minuman ringan sebentar dan kemudian kembali ke kelas lagi.
Mungkin Kopi kalengan dingin sedikit cocok untuk meredakan hawa ini.
Ketika aku kembali, aku sedikit menengok, ke gadis sebelah yang duduk dekat jendela.
Dia sedang tertawa kecil dengan kertas nilai bercoretkan nilai dua puluh di tangannya.

"Yah, ini benar-benar bukan nilai yang baik" Ujarnya sambil tersenyum.

Aku sedikit heran, bagaimana dia bisa tersenyum begitu tertimpa musibah.

"Bagaimana denganmu, Flippy?"

Aku sedikit tergugup, tapi tetap dalam keadaan tenang.

"A-ah... Tak banyak berubah, masih tetap sama"

Dengan wajah cerah, ia berkata " Hebat sekali, sejak awal masuk, dirimu tidak pernah mendapatkan nilai dibawah sembilan puluh lima, aku saja baru satu kali mendapatkan nilai itu, saat pelajaran keterampilan juga."

"Tak usah repot-repot memujiku, itu bukanlah sesuatu yang layak dibanggakan" ucapku "Lagipula, mendapatkan nilai seperti ini terus-menerus rasanya benar-benar membosankan"

Suasana terdiam sejenak karena ucapanku barusan.

Tetapi, kurasa gadis itu tak terpengaruh, dia terlalu bahagia untuk memahami kata-kataku barusan.

"Kalau gak keberatan, mau gak bantu ngajari aku belajar"

Haah...? Menghabiskan waktu berhargaku untuk melakukan kegiatan seperti itu, aku menolak!

"Tidak, aku tidak ingin"

"Huweeh...? Kumohon, satu soal saja..." Dia memohon

Aku ingin menolaknya sekali lagi, tetapi begitu aku melihat tatapan dari orang-orang yang sekelas denganku, yang seolah siap menggunjingkan aku jika menolak permintaan darinya. mencegah aku untuk melakukan hal itu.

Aku benar-benar tidak suka kehidupan sosial

"Baiklah... tapi berjanjilah hanya satu soal saja."

I Was My AsensiorektaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang