I Was My Asensiorekta, Arc 03

75 15 2
                                    

Truffes mengayun-ayunkan sapu halamannya membersihkan guguran daun kekuningan. Halaman luas, hampir setengah hektar sehingga mustahil dibersihkan seharian. Butuh seminggu bagi satu manusia normal guna membersihkan, mencabuti rumput, menyapu daun-daun hingga memangkasi pohon. Tapi bagi pembantu super efisien layaknya Truffles, tidak kurang dua jam saja cukup. Pergerakannya selalu gesit juga tangkas.

Wajah pelayan itu murung, tidak bahagia. Dia tidak pernah terlihat bahagia, namun kali ini dengan rona muka sedih. Wajahnya mengenang sesuatu.

Truffles menghela nafas, ini sudah berakhir. Pikirnya. Ini semua harus berakhir!

Dari gagang sapu itu, dia menarik sebuah selongsong. Lalu dia gabung dengan beberapa perkakas lain hingga terwujudlah sebuah sniper penembak jarak jauh, disamarkan dengan rupa sapu kebun. Orang yang ditunggunya sudah muncul.

Cub!

Polisi muda itu juga tiba sambil membawa senjatanya sendiri. Sebuah revolver bergagang biru, keihatannya tidak dibuat secara legal.

"Oh, kukira tampang goblokmu mau kau sembunyikan sepanjang masa, eh, metungul juga" Cibir Truffles. Cub tersenyum.

"Wah,wah, belum apa-apa kau sudah mengataiku lagi, memang aku salah apa sih ke kamu?" Katanya  sinis.

"Mengapa kau tidak tanyakan ke dirimu sendiri, goblok!?" Truffles sekitika menghembuskan sebuah tembakan membelah udara, Cub hanya menangkisnya begitu saja dengan tangan.

"Monster!" Ucap Truffles.

"Seekor anak ular sepertiku diberkahi kemampuan melebihi manusia biasa, mungkin hampir setara dengan bakatmu sebagai pelayan jenius itu" Ejeknya, membuat Truffles geram.

Truffles membalas dengan dua tembakan berulang, Cub sekali lagi berkelit, lalu meliuk dengan kecepatan suara hingga mengejutkan truffles ketika Cub berdiri dibelakangnya. Cub memberikan satu tepukan ringan, refleks Truffles meloncat, berbalik ke belakang sambil mengganti model senapannya.

Bagian-bagian diganti oleh Truffles hingga berubahlah sapu setengah senjata itu menjadi sapu setengah pedang.

Dengan tangkas, Truffles melakukan tarian mematikan memutar-mutar besi tajam disekitar Cub, tapi lawannya tidak menunjukkan tanda-tanda terdesak -justru menikmati pertarungan tersebut. Cub lalu meluncurkan sebuah serangan balasan, sebuah tembakan.

Lengan Truffles tergores sedikit melukainya, darah keluar sedikit.

"Aduduh, pasti sakit ya?" Cibir Cub "Sudah lama kita berdua tidak bermain bersama. Aku rindu masa-masa kita kecil"

"Kuh, kau bahkan tidak pernah menang sekalipun dariku, goblok!" Truffles mengayunkan pedangnya, Cub berkelit. Dengan kecepatan dewa rupanya Truffles sudah memasang panah, anak panah itu meletus begitu saja diantara gagang dengan pedangnya mengenai kaki Cub.

"Tak buruk... barang-barang itu sisa pekerjaanmu di masa lalu kan? Truffles si pembunuh bayaran?"

"Itu hanya masa lalu, kini aku hanya pembantu biasa" Bantah Truffles.

"Masa lalu tak akan berubah secepat itu... seperti hubungan kita dengan Lammy..."

Truffles mundur sejenak, mengokang set sapu bersenjatanya. Dia mencabut dua buah balok, ujungnya merupakan pisau kecil beraliran listrik berbunyi Dcrttt ketika dinyalakan.

"Kau sendiri menghianati kita, goblok! Kita berdua sama-sama sudah berjanji menemukan 'Ular' dan mencegahnya membuat keturunan baru! Tapi mengapa kau justru menjadi Anak ularnya!"

Truffles menancapkan pisau tersebut, tapi hanya menabrak pohon.

"Seandainya pula... kau tidak menceritakannya... mungkin aku akan memaafkanmu... tapi mengapa kau memberitahuku kebenaranmu? Goblok! Mengapa aku pakai memberitahuku bahwa kau dengan sukarela menjadi anak ular? Seandainya... seandainya saja kau tak memberitahuku... mungkin aku akan memaafkanmu..."

I Was My AsensiorektaWhere stories live. Discover now